Ciee cerita perfect udah setaun.. tapi gak tamat tamat ciee..
~Enjoy it guys~
Fano memasukkan dua pasang baju gantinya ke ransel hitam miliknya. Lalu memakai jaket warna abu-abu yang terletak diatas ranjang dengan gerakan cepat. Menelisik ke sekitar memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal. Terakhir, ia mengambil kaca mata yang terletak diatas nakas lalu memakainya. Membingkai dua matanya dengan kaca frame lalu memakai masker mulut berwarna hitam.
"Fan, lu jangan keras kepala!" Seruan itu sejak tadi merusuh di gendang telinga tapi tidak ia gubris.
"Gak bisa bang. Gua harus pulang sekarang." Ucap Fano menatap Abay sekilas lalu melangkah keluar dari ruang rawatnya.
Abay menarik rambutnya frustasi. Demi Tuhan, Dokter menyuruh temannya itu untuk setidaknya dirawat dua hari. Tetapi tidak ada 24 jam, laki-laki itu bersikeras ingin pulang.
Bahkan Dokter Ranti pun sudah menyerah membujuk Fano agar tetap dirawat setidaknya keadaannya sudah benar-benar baik. Tapi apa daya, berkat sifat keras kepala milik pasiennya itu, ia akhirnya memutuskan untuk meresepkan beberapa obat untuk dikonsumsi Fano dan segera ke Rumah Sakit jika ada keluhan secara mendadak.
"Orang tua gua pasti nyariin gua bang." Ucap Fano dengan melangkah cepat kearah pintu keluar Rumah Sakit.
"Andai lu tau Fan. Kalau mereka bahkan gak peduli waktu pihak Rumah Sakit nelfon mereka." Batin Abay menatap punggung Fano yang sudah melangkah semakin jauh.
"Gua anter! Jangan keras kepala, lu belum sembuh betul." Perintah Abay dengan menarik tangan Fano untuk ke parkiran dimana mobilnya berada disana.
Selama perjalanan dari Rumah Sakit dari Abay maupun Fano tidak ada yang membuka suara. Abay yang fokus menyetir karena jalanan yang mulai padat merayap karena mengingat sekarang jam semua orang pulang dari bekerja. Sedangkan Fano sejak tadi melamun dengan menatap kearah jendela.
"Kalau lu butuh bantuan, telfon gua." Ucap Abay membuka suara saat mobilnya masuk di kawasan perumahan Fano.
"Kalau lu sakit lagi, cepet hubungi gua." Lanjut Abay dengan melirik kearah Fano.
"Iya." Balas Fano seadanya.
"Makasih bang. Gua masuk dulu." Pamit Fano lalu keluar dari mobil Abay.
🌵🌵
Fano memasuki pintu utama lalu melangkah menuju gudang-kamarnya. Berusaha mengambil langkah cepat karena walau begitu ia juga tidak bisa menyangkal jika keadaannya masih belum sembuh benar.
Pandangannya masih mengabur dan kepalanya terasa berputar karena dipaksa bangun dari tempat tidur. Bahkan beberapa bagian tubuhnya rasanya pegal dan nyeri.
"Seharusnya kamu tidak kembali ke rumah ini." Suara itu menghentikan langkah Fano. Suara bariton yang membuat bulu kuduknya berdiri. Ia menoleh ke belakang dengan gerakan patah-patah.
Menghela nafas dalam dan beberapa kali pandangannya meliar tidak tenang.
PLAK
BUGH
CTAR
Fano tersungkur ke lantai marmer dingin. Ia memejamkan matanya erat berusaha mengabaikan rasa sakit yang menjalar. Tamparan, pukulan, lecutan ia dapatkan kurang dari lima menit sejak kakinya menginjak di rumah.
Fano berusaha untuk berdiri menatap kearah papanya. Setidaknya ia harus menjelaskan kepada pria itu agar tidak terjadi salah paham.
"A-aku menginap di rumah t-teman." Ucap Fano terbata. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Berusaha menyakinkan dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT?|END✔
Teen FictionApa yang kalian rasakan saat dituntut kesempurnaan? Bukankah memuakkan? Atau itu memang menjadi tujuan dalam list setiap impian? Delfano Azka Karelino, nama laki-laki itu. Hidup dengan segudang peraturan nyatanya membuat laki-laki berumur 16 tahun m...