15

5.1K 610 32
                                    


~Enjoy it guys~

Kicauan burung menjadi awalan dimulainya hari ini. Cuaca cerah dengan gumplan awan yang berteman baik dengan langit biru diatas sana. Gunung menjadi pemanis pemandangan yang menakjubkan.

Fano sudah siap sejak satu jam yang lalu. Jam menunjukkan pukul lima pagi. Laki-laki itu sengaja bersiap lebih awal dari biasanya. Semenjak ia naik bus untuk ke sekolah, dirinya harus bangun lebih pagi dari sebelumnya.

Fano memasukkan lima buku cetak tebal ke dalam ransel, tidak lupa juga beberapa buku catatan dan alat tulis. Ia menaruh botol airnya di ransel bagian depan. Sejak kejadian dimana fasilitas antar-jemput dan pemotongan uang saku direngut oleh papanya, ia berusaha untuk hemat sebisa mungkin.

Ia memakai kacamata bacanya. Kacamata berwarna hitam yang terbingkai dengan design simpel semakin menambah kesan pekat title seorang kutu buku.

Entah kenapa akhir-akhir ini pandangannya kurang bagus. Biasanya ia hanya akan memakai kacamata saat akan belajar, tapi sepertinya sekarang ia harus membiasakan diri untuk selalu berkacamata.

"Semoga hari ini berjalan dengan baik." Batin Fano menyakinkan dirinya sendiri.

Membawa tungkai kakinya kearah balkon lalu menutup gorden hingga tepi. Membatasi sinar surya untuk masuk ke dalam kamarnya.

🌵🌵

"Bik, aku berangkat sekarang ya." Ucap Fano saat kakinya masuk ke dapur. Melihat wanita paruh baya yang sibuk memasak untuk sarapan.

"Bekal lagi mas?" Tanya Bik Tini.

"Iya Bik." Jawab Fano. Ia mendudukkan dirinya di kursi kayu yang terletak di dekat pintu belakang.

"Mau bawa dua bekal lagi atau satu aja mas Fano?" Tanya Bik Tini menoleh kearah Fano.

"Satu aja Bik. Sapta pasti udah sarapan kok." Jawab Fano.

Kemarin dirinya membawakan Sapta bekal sebagai bentuk terima kasih. Jika sekarang ia membawakan bekal lagi untuk temannya itu, wah bisa keenakan dia.

Tidak ada yang gratis di dunia ini bung. Oksigen saja bayar!

Jika tidak mau mengeluarkan uang, pindah saja ke merkurius seperti di film anak kembar yang berkepala botak itu.

"Mas Fano." Ucapan Bik Tini sontak membuat Fano mengalihkan atensinya.

"Ya. Ada apa?" Tanya Fano.

"Maaf kalau saya lancang. Beberapa akhir ini mas Fano sudah tidak pernah ikut sarapan bersama. Memang kenapa?" Tanya Bik Tini.

Fano mengulas senyum. Ia menarik nafas dalam sebelum membuka mulutnya.

"Gapapa." Jawab Fano masih dengan senyuman yang terpatri di bibirnya.

"Aku mau sampai di sekolah lebih cepet aja. Kalau aku ikut sarapan, nanti aku bisa telat dan dihukum." Lanjut Fano memberikan alasan logis.

"Soalnya kan aku sekarang udah gak sama Pak Eko lagi." Kata laki-laki itu.

"Bekalnya mana Bik? Sudah siap?" Tanya Fano segera mengganti topik pembicaraan. Ia tidak mau mengawali harinya dengan suasana hati yang buruk.

"Ini mas. Dihabiskan ya." Jawab Bik Tini memberikan paperbag berwarna hitam.

"Sudah pasti kalau itu." Balas Fano tersenyum tipis.

"Aku berangkat dulu Bik." Pamit Fano dengan mengecup telapak tangan Bik Tini.

"Hati-hati." Lirih Bik Tini. Ia mengelus lembut bahu laki-laki di depannya.

Dalam hatinya ia berdoa, semoga bahu itu selalu kuat meski badai semakin menerjang pemiliknya. Semoga bahu itu tidak akan pernah lelah untuk mengemban beban hidupnya. Terakhir, semoga pemilik senyum hangat itu tidak akan menyerah dengan keadaan.

PERFECT?|END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang