"Annya..." panggil wanita yang sudah berumur 40 tahunan itu, sambil mengetuk pintu kamar anak remaja nya berulang kali. "Ayo kita ngelayat, Nya. Mama Arin nunggu," ajak wanita bernama Mina itu.
Annya yang berada di dalam kamarnya, sambil bersandar di belakang pintu nya menjawab. "Mama kalau mau ngelayat pergi aja sama papa, aku di rumah mau me time," jawab Annya berbohong.
Sambil menghela napasnya, Mina menjawab. "Yaudah, kamu jangan kemana - mana ya, di rumah aja," ucap Mina sabar lalu turun tangga, dan menemui Mark di bawah.
Setelah mendengar derap langkah Mina semakin menjauh, Annya perlahan berdiri, dan mengerluarkan pigura dari dalam laci meja belajar nya. Memperhatikan foto wanita cantik yang masih muda dengan rambut panjang nya, memangku anak kecil yang tersenyum bahagia, serta papa nya yang memegang pundak wanita cantik itu.
Wanita cantik itu sangat mirip dengan dirinya.
Annya menyipitkan matanya, "Kamu yang namanya Arin kan? Kamu mama ku dulu? Kamu yang nusuk mama ku? Kamu jahat, tapi tak apa, kami sudah memaafkan mu, selalu tenang Nyonya Choi," ucap Annya berbicara sambil menutup matanya.
Lalu meletakkan pigura itu kembali, papa nya dan mama nya menceritakan kejadian di masa lalu itu 2 minggu yang lalu. Sudah 2 minggu juga, Annya enggan untuk melayat lagi.
Annya mengintip ke jendela bawah, papa dan mama nya sudah pergi. Mobilnya sudah tidak ada, Annya segera turun ke bawah dan menemui asisten rumah tangga nya yang sedang membersihkan dapur.
"Loh, nggak ikut mama sama papa, Nya?" tanya ART tersebut, sambil memasang ekspresi wajah terkejut.
"Enggak, kan emang udah 2 minggu ini aku nggak mau ikut, bu," jawab Annya sambil membuka pintu kulkas, dan menjelajahinya.
Annya memanggil ART mereka dengan sebutan 'ibu'. Karena menurut Annya itu lebih nyaman saja.
"Annya cari apa?" tanya ART itu sambil meletakkan lap di atas meja, dan mengelap tangan nya ke baju yang ia kenakan, lalu menyusul Annya yang sedang berdiri di depan lemari pendingin, dengan dua pintu itu.
"Nyari makan, bu."
Annya biasanya irit bicara, biasanya juga anak yang ceria. Itu semua tergantung Mood saja.
Setelah menggeledah begitu lama, Annya akhirnya memilih semangka untuk di makan sore ini. "Bu, potongin semangka bisa nggak? Aku nggak bisa, soalnya keras," ucap Annya sambil berjalan duduk di meja makan dan meminta tolong ART untuk memotongkan semangka untuh itu. Setiap hari di lemari pendingin pasti ada semangka, karena Tuan Rumah sangat suka semangka.
Sang ART memotongkan semangka segar itu, sedangkan Annya melanjutkan bermain HP. Annya bukan anak yang rajin, tetapi nilai di sekolah patut di berikan apresiasi.
"Ini," ucap Ibu sambil memberikan potongan dadu semangka segar, ke atas piring putih, dan di berikan kepada Annya. "Besok sekolah, mau di bawain bekal?"
"Sejak kapan aku bawa bekal? Kan terakhir bawa bekal pas smp kelas dua, bu."
"Kamu kan nggak boleh makan sembarangan sama tuan, Nya. Takut kamu sakit," ucap Ibu sambil lanjut membuang sisa sisa kulit semangka.
Annya hanya memberikan senyuman kepada Ibu, lalu lanjut memakan semangka itu menggunakan garpu, sambil memainkan HP nya.
Annya hanya menscrool instagram nya, terus sampai begitu. Tidak ada foto yang mau di upload, tapi kadang teman Annya, menggetag Annya di postingan yang bersifat lawakan.
Annya berdiri dari kursi meja makan, "mau ke kamar dulu, bu," izin Annya sambil membawa piring berisi semangka dadu itu.
Ibu hanya mengangguk dan tersenyum, lalu mempersilahkan Annya pergi ke kamar nya.
•
•
•
"Kamu yakin itu Annya nggak papa?" tanya Mark yang saat ini sedang menyetir mobil, saat ini Mark dan Mina sedang perjalanan pulang, habis ngelayat.
"Em, kayaknya Annya marah gitu ke Arin? Gara - gara kita cerita yang dua minggu kemaren itu, selama dua minggu juga Annya nggak mau ngelayat kan?" ucap Mina mengira - ngira.
Mark tersenyum, sambil mengelus puncak kepala Mina. "Nggak papa, kita bujuk Annya."
Mark melanjutnya menyetir menuju mobil. Tanpa Mina sadar, setiap hari nya Mark selalu terpikir dengan mendiang Arin di detik - detik terakhir nya.
Mark mencoba biasa saja.
Mark kembali fokus menyetir mobil, setiap hari pergi ke pemakaman. Sama saja dengan setiap hari meluangkan waktu untuk Arin bukan? Terlambat, kenapa bukan semasa Arin hidup saja?
Ini sudah 14 tahun Arin meninggal, dan besok adalah peringatan hari kematian Arin ke 15 Tahun. Besok juga bertepatan hari ulang tahun Annya ke 17 tahun. Setiap melihat wajah Annya, Mark selalu melihat Arin semasa muda, wajah mereka benar - benar mirip, padahal mereka tidak ada hubungan darah.
Itu semua cukup membuat Mark kepikiran sepanjang waktu. Rasa bersalah itu sepertinya abadi di dalam hati Mark, rasa bersalah kepada mendiang Arin.
Mark setiap hari juga menulis surat untuk Arin, dan di masukkan ke dalam sebuah botol, yang nantinya akan Mark hanyutkan ke laut. Di setiap surat itu juga, selalu di selipkan permintaan maaf.
"Kenapa? Kok melamun? Kamu lagi nyetir loh," tanya Mina membuyarkan lamunan Mark.
Mark langsung mengarahkan kepalanya menuju Mina, dan mengelak, "Aku nggak ngelamun, itu aku ngelihatin pohon," ucap Mark sambil menunjuk pohon di sepanjang jalan.
"Sejak kapan kamu suka tanaman?" tanya Mina sambil menahan tawa.
"Sejak...... Sekarang?"
Mereka berdua tertawa karena jawaban Mark yang tiba- tiba.
"Besok hari peringatan Arin, kamu masih inget kan?" tanya Mina kepada Mark.
"Ha? Iya, aku masih inget kok," jawab Mark kepada Mina, sambil memakirkan mobil nya di garasi. Penjaga langsung membuka kan pintu mobil mereka berdua. Mark langsung menggandeng Mina masuk ke dalam rumah.
"Annya mana,bu?" tanya Mina kepada ART sedangkan Mark melepas jas nya, dan melonggarkan dasi nya. Mark langsung menuju ke kamar Annya, di ikuti dengan Mina.
"Di kamar Nya."
"Nya..." panggil Mark sambil mengetuk pintu kamar Annya.
Annya langsung membuka kan pintu kamar, dan langsung melihat pemandangan papa nya. Sedangkan Mark melihat pemandangan Arin dengan garpu di dalam mulutnya.
"Kenapa pa,ma?"
"Kami boleh masuk kan, Nya?" tanya Mina dengan kembut, sambuk menunjuk kamar Annya.
"Pastinya."
Mark, dan Mina duduk di tempat tidur Annya, sedangkan Annya juga duduk di tengan kedua nya dengan kaki bersilang. "Jadi Nya, besok hari peringatan mendiang mama ke 15 tahun," ucap Mark memulai pembicaraan.
"Heem terus," ucap Annya sambil bermain HP dan memakan semangka. Sebenarnya semenjak 2 minggu ini, Annya malas membicarakan mama lama nya itu.
"Kamu mau kan besok pake Hanbook?"
Annya mengalihkan pandangan nya dari HP. "H-Hanbook? Baju tradisional itu?" tanya Annya sambil menunjuk foto keluarga yang terpampang di kamar Annya, dimana Annya sedang mengenakan hanbook berwarna putih.
"Iya Nya. Gimana? Mau kan?" bujuk Mina.
Tidak mau! Annya tidak mau.
"Bentar, tanya temen besok ada acara organisasi apa enggak. Kalo ada aku mau dateng ke peringatan itu."
Here After 3
udah ya:) ini adalah akhir dari series here after:)
aku belum dapet inspirasi lagi soal nya:)
FOLLOW : INSTAGRAM : @/zezeuss1
KAMU SEDANG MEMBACA
[3] Here After 3 - Annya Lee ✓
Random[END] Masa lalu ku hanya berisi luka. The Next of Here After 2 copyright ©zezeuss , 2020