This Is a War

6.2K 597 52
                                    

Gio dan Jonny sedang menikmati anggur yang mereka ambil di lemari penyimpanan Alex. Mereka sedang berbincang saat Alex keluar dari kamar Aleeya dengan wajah gusar. Jonny yang melihat wajah menyeramkan Alex langsung menendang kaki Gio.

"Ayo cabut! Malaikat pencabut naywa udah dekat," bisik Jonny.

Gio yang tidak mengerti apa-apa tidak peduli dan tetap menikmati minumannya.

"Aku pulang duluan, Bro!" ucap Jonny cepat saat Alex semakin mendekat.

"Tetap di tempat!" desis Alex dengan penuh penekanan.

Sungguh bodoh jika Jonny berani tinggal. Dia segera berlari kecil sambil berteriak, "see ya!"

Gio yang sedang asyik minum pun mengumpat, "sial, aku masih ingin minum. Ini enak." Dia meletakkan gelas di meja dan beralih pandang pada Alex. "Sebenarnya dia kenapa?"

Alex hanya mendengkus kesal. Entah kenapa dia tidak memiliki satu teman pun yang normal. Gio itu orang cerdas jika kecerdasan diukur dari kemampuan aritmatik, tetapi untuk masalah membaca situasi lelaki itu sangat lamban.

"Kami tidak pulang?" tanya Alex. Dia menatap tajam pada Gio.

"Aku pinjam mobil, tadi ke sini nebeng si Jonny."

Alex tidak menjawab dan masih memasang wajah gusar. Gio pun menggosok rambutnya asal. Dia tidak mengerti ada apa dengan temannya itu.

"Sudahlah, aku pulang kalau begitu. Jonny pasti belum jauh." Gio bangkit dan menepuk celana. "Ah, besok aku akan datang dengan Ben. Sepertinya aku jatuh cinta pada putrimu," ungkap Gio dengan dua sidut bibir yang ditarik.

"A-apa?" Alex merasa tak percaya dengan perkataan Gio. Dia berkacak pinggang, dengan urat tercetak jelas di kening.

"Memangnya tidak boleh?" Gio keheranan.

Alex mulai menggeram. "Kamu sudah gila, ya! Jangan berani dekati anakku!"

Kening Gio mengerut makin dalam. Padahal, dia merasa Aleeya sangat lucu. Mana mungkin ada orang yang tidak jatuh cinta pada bayi lucu itu.

"Loh, kenapa?"

Alex maju dan mendorong Gio. "Sana keluar, sebelum kupukul!"

Bersama tanya, Gio pun keluar. Dia memijat tengkuknya pelan karena kebingungan. Namun, dia tidak heran lagi, Alex sejak menikah memang sedikit aneh. Mungkin karena tak pernah menerima jatah sejak isterinya melahirkan.

Alex mendengkus lagi. Dia hanya memiliki tiga teman dekat dan ketiganya sama-sama gila. Jangan-jangan dia selama ini juga gila seperti mereka. Dia menggeleng keras, lantas masuk menyusul Ayu dan Aleeya.

Tatapan Ayu tajam mengarah pada Alex yang baru masuk. Perempuan itu meletakkan bayinya di atas box.

"Aleeya udah tidur?" tanya Alex yang mendekat pada Ayu. Dia melingkarkan tangannya di pinggang perempuan itu. Namun, langsung ditepis.

Ayu meninggalkan Alex. Dia melewati pintu yang menghubungkan kamarnya dengan Kamar Aleeya. Dia tahu bahwa Alex mengejar. Sudah tak sabar dia mengeluarkan segala umpatannya. Kalau tidak mengingat keberadaan dua teman Alex, juga Aleeya, dari tadi sudah dicecar suaminya itu dengan berjuta kata.

"Kamu tidur duluan! Biar aku yang di sebelah jaga Aleeya," ucap Alex.

Ayu bersedekap. "Aku tidak mau nama mantan kamu jadi nama anakku!"

Alex mendesis pelan. Ini semua gara-gara Jonny. Bagaimana bisa temannya itu mengingat mantannya, sementara di sendiri lupa?

Alex membuat gerakan menghitung di jari-jarinya. "Alice, Beth, Carol, Emma, Gaby ... Ehm ... siapa lagi, ya?" Alex terus berpikir untuk mengingat apa benar dia memiliki mantan pacar bernama Aleeya.

Suddenly Marriage (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang