Akhir Cerita

44.8K 1.5K 11
                                    

***
Hiasan serba putih menghiasi ruangan rumah. Ibu-ibu tampak sibuk mengatur perlengkapan makan dan kue-kue untuk besok. Sementara, bapak-bapak sebagian sibuk di belakang rumah mengatur kursi untuk pesta taman yang menjadi konsep pernikahan Ayu.

Ayu mengangkat nampan berisi kue kering dan teh. Dia membawanya menuju ibu-ibu yang sibuk memotong sayuran. Sekilas dia bisa mendengar gosip demi gosip Mereka, mengenai Bu Dina yang katanya lahiran anak ke-empatnya, juga Pak Darto yang menceraikan isterinya karena daun muda.

"Eh, calon mempelai, makin cantik," puji Bu RT saat Ayu meletakkan secangkir teh di depannya.
Dia tersipu malu. "Bu RT bisa saja, diminum ya, Bu."

Usai membagi teh, Ayu masuk menuju kamarnya karena gawai yang dikantongi bergetar beberapa kali. Mungkin saja dari kantor dan sangat penting.

Dia membuka pesan whatsapp yang dikiranya dari kantor, pesan itu dari calon suaminya, Arya. Lelaki yang telah menjadi kekasihnya sejak di bangku kuliah.

[Aku tunggu di Maximm]

Keningnya berkerut membacanya. Mereka sedang masa pingit, dimana mereka tidak diperbolehkan bertemu. Ini hari terakhir, besok mereka akan bertemu saat akad berlangsung setelah dipingit selama seminggu.

Ah, Arya pasti sudah merindukannya, seperti dia yang juga sangat merindukan lelaki itu. Bibir Ayu tersungging, ada rasa plong di dadanya. Mengingat Arya saja, membuat jantungnya berdegup sangat kencang.

Lirikan Ayu terarah pada kebaya putih yang tergantung tidak jauh dari ranjang. Besok, kebaya itu akan mengantarnya pada lembaran baru kehidupannya, menjadi isteri lelaki yang sangat dia cintai.

[Okay]

Balasan Ayu singkat, dia bingung harus membalas apa. Ada rasa canggung dan kikuk dalam dirinya.

***

Maximm cafe, tempat itu adalah tempat pertama kali mereka bertemu. Hari itu Arya sedang mengikuti acara talkshow di lantai dua Maximm cafe, sementara Ayu sedang mengerjakan tugas kampusnya yang menumpuk. Selain nyaman, tempat itu memiliki free wi-fi dan letaknya dekat dengan rumah Ayu. Tidak heran jika perasaan de javu menghampirinya setiap kali ke tempat ini.

"Silahkan, Mbak!" Seorang pegawai cafe menyambut Ayu dengan ramah sambil membuka pintu untuknya.

Entah karena rasa bahagia atau pengaruh totok wajah kemarin yang membuat senyumnya tidak pudar, bisa jadi juga karena keduanya.

Suasana Cafe tidak begitu ramai, mungkin karena masih pagi dan ini jam kerja. Pandangan Ayu mengedar ke penjuru cafe, dia mendapati Arya sedang duduk di pojok ruangan. Tempat itu adalah tempat favorit mereka, di sudut ruangan tanpa ada meja lain di sampingnya, lebih tenang katanya.

Arya terlonjak kaget saat Ayu menyapa sambil menyentuh pundaknya. Lelaki itu menarik sudut bibirnya.

"Udah lama, ya?" tanya Ayu sembari duduk di kursi di depan Arya.

Lelaki itu menggeleng pelan.

Mereka terdiam, hanya ada suara pelayan yang mengantarkan dua gelas minuman untuk mereka. Ayu sempat tersenyum dan berterima kasih pada gadis berseragam cokelat krem itu. Biasanya, Arya yang paling semangat dan ramah berinteraksi dengan pegawai-pegawai cafe itu, namun kini dia lebih tertarik pada tangannya yang menggenggam tangan Ayu.

Sesekali lelaki itu mengelus pelan punggung tangan Ayu, seakan dia menenangkan Ayu, atau justru dirinya sendiri. Awalnya Ayu menganggap kediaman calon suaminya itu karena canggung mengingat pernikahan mereka akan berlangsung besok. Namun, tingkah lelaki itu aneh.

Tiba-tiba Arya menarik tangan Ayu dan menempelkannya ke bibir lalu pipinya.

Arya meletakkan tangan Ayu di meja dan menggenggamnya erat. "Kamu percaya kan, kalo aku sangat mencintai kamu, Yang?"

Ayu mengangguk pelan. Dia tidak mungkin meragukan cinta Arya, mengingat lelaki itu sudah membuktikan bahwa mereka akan menikah.

"Kamu tau kalo aku akan melakukan apapun untuk kamu?"

Ayu mengangguk lagi. Dia tersenyum mengingat hal-hal yang dilakukan Arya atas permintaannya, misalnya berhenti merokok dan keluar dari kelompok pecinta alamnya. Bukannya, Ayu tidak mencintai alam, namun dia benci jika harus bertanya-tanya mengenai keadaan Arya.

"Aku sepertinya tidak bisa melakukan keinginanmu," kata Arya lemah, "aku takut hanya akan menyakitimu."

Ayu tertawa pelan. "Kamu tuh ya, kebiasaan kalo bercanda suka keterlaluan. Nggak lucu!"

"Aku serius, Yu!"

"Acaranya besok, Arya. Jangan gila!"

Arya mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Sayang, aku minta maaf. Aku rasa kita harus membatalkan pernikahan ini, aku--aku tidak mau berakhir menyakitimu."

"Kamu melakukannya sekarang." Air mata Ayu mulai menetes di pipinya.

"Aku belum siap, kita bisa menunggu beberapa tahun lagi. Kita bisa tetap pacaran saja dulu," kata Arya memberi saran.

"Besok, atau tidak sama sekali!" tekan Ayu.

Ayu bangkit dan mendorong kasar kursinya, dia melangkah meninggalkan lelaki yang dicintainya di meja bergelut dengan pikirannya sendiri. Dia berbalik setelah tangannya diraih oleh Arya.

"Dengar dulu, Yang. Aku tidak mau kita pisah, kita bisa tunggu sampai aku sudah benar-benar siap."

Ayu menggeleng dan menarik tangannya. Dia tahu bahwa Arya memang sangat takut pada pernikahan, kenyataan itu yang membuatnya senang bukan kepalang setelah dilamar. Untuk apa lelaki itu melamarnya jika pada akhirnya dia menarik kembali.

"Aku tunggu besok!" Ayu memberi tekanan pada setiap kata.

***

New story 😅
Yg ini diseriusi ya 🙏
Harap dinikmati ❤

Suddenly Marriage (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang