Undangan

25K 1.3K 6
                                    

Ayu P.O.V

***

Dua tahun aku berusaha untuk melupakan semuanya, mengubur kenangan manis dan pahit bersama Arya. Dia mangkir, hari yang seharusnya menjadi hari bahagiaku menjadi petaka yang membuat keluargaku hilang muka.

Ayah bahkan jatuh sakit, dia sangat menyukai Arya, son in-law material menurutnya. Gurat kecewa di wajahnya masih jelas sampai saat ini, hanya berusaha kuat agar aku juga kuat . Dia pun sudah jarang keluar rumah untuk bersosialisasi, sama halnya dengan Ibu.

Selama dua tahun mereka dan kakak-kakakku berusaha keras untuk mengabaikan bisik-bisik tetangga yang tiada habisnya. Para biang gosip itu hanya tahu menebar kabar burung yang tak jelas.

Mereka mengatakan bahwa Arya memiliki wanita lain. Ada juga yang mengatakan kalau aku yang berselingkuh. Yang paling parah, gosip itu melebar, membuatku menjadi seorang perempuan yang sangat hina, katanya aku berpura-pura hamil demi dinikahi. Sehingga, setelah sadar bahwa aku hanya menjebaknya, dia membatalkan pernikahan kami.

Ah, banyak sekali cerita yang berkembang di lingkungan rumah orang tuaku. Itu sebabnya aku sangat jarang berkunjung ke sana meskipun jaraknya tidak begitu jauh dari rumahku.

"Cepat sekali pulangnya, Dede?" Mas Pandu mengelus puncak kepalaku.
"Ada urusan mendadak di salah satu toko, Mas."
"Udah pamit sama Ibu sama Ayah?"
"Udah, dong. Aku pergi dulu, bilang sama Mas Bima ole-olenya digo-jekin aja, sekalian sama kleponnya Ibu!"
"Alah, kamu kalo makanan paling cepet."

Aku tertawa pelan pada Mas Pandu yang terus mencibirku. Setiap saat aku selalu bersikap ceria di depan keluarga, seakan perpisahan dengan Arya bukan apa-apa. Namun, mereka pasti tahu kalau senyum itu hanya topeng semata.

Seperti Mas Pandu, kami kadang kala bersenda gurau layaknya anak kecil. Namun, di matanya aku tahu dia iba kepadaku. Tatapan iba itu lebih menyakitkan daripada tatapan penyebar hoax di kompleks ini.

***
Aku memakai hairnet sebelum memasuki backoffice salah satu toko yang kubawahi. Sebagai seorang Area Manager, aku bertugas untuk memastikan segala sesuatu berjalan dengan baik di beberapa toko franchise makanan khas italy ini.

Kuambil sepotong Pizza yang dipenuhi keju mozarella, kuhirup aromanya. Seketika aku menajuhkan menu utama itu. Ada aroma yang berbeda yang menguar dari Pizza itu, aroma chemical.

"Jangan digunakan lagi, semuanya simpan saja di freezer. Pastikan semua crew sudah menjalankan SOP dengan baik." Aku mulai membuka hairnetku karena sudah keluar di area dine in.

"Nanti di share di grup, siapa tau ada store yang mengalami masalah yang sama." Aku terus menjelaskan langkah-langkah yang harus Bu Dania jalankan.

"Pak Burhan menyarankan untuk menghubungi pihak gudang, Bu!"
Aku menggeleng menolak. "Tidak bisa langsung mencari kesalahan gudang, pastikan store aman terlebih dahulu. Kalo gegabah, pihak gudang bisa balik menyalahkan Ibu dan Crew yang lain."

"Baik, Bu!"
"Nah, besok pagi ada meeting antara Manager, AM dan gudang. Sekalian bisa diangkat di sana, yang penting yakinkan dulu kesalahannya bukan di store."

Bu Dania mengangguk sekilas. Tatapanku mengedar ke penjuru restoran, memastikan semua area tertata rapi.

Beberapa karyawan di front line tersenyum ramah padaku.

"Kalo begitu saya pulang dulu!" Aku pamit pada Bu Dania yang mengangguk dan menunduk singkat dengan tangan kiri di bahu kanannya, gerakan itu adalah sapaan wajib saat bertemu atau akan berpisah di perusahaan kami, khususnya di bagian operasional.

Aku menyempatkan tersenyum ramah dan menyambut pelanggan yang baru saja masuk ke restoran saat aku hendak keluar. Kalau tidak mengingat malam ini adalah ulang tahun Tamara, aku masih akan tinggal di restoran untuk memantau jalannya operasional.

Suddenly Marriage (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang