💕MYD #5

4.7K 678 44
                                    

"Beneran mau pulang besok?"

"Iyalah Mas, libur lama lumayan bisa manja sama bunda."

"Ck! Dasar anak manja!"

"Iri bilang Mas, gak bisa manja lagi sama Tante Ulfa kan?"

Mas Yoga sengaja menyenggol tumpukan bajuku padahal udah aku tata sedemikian rupa untuk aku masukkan dalam koper.

"Arqiansyah Yoga Akbaaaaaaar!!"

Sang tersangka malah tertawa sambil berlari keluar. Dan ternyata karma itu gak nunggu lama, Mas Yoga yang berlari kurang hati-hati kakinya gak sengaja nyangkut di kaki meja. Dan dengan gerakan yang sangat sempurna bagusnya dia tersungkur. Hahaha Ya Allah, gini aja aku bahagia.

"Sean ih, doanya jelek!" Ucapnya sambil mengelus lututnya yang sedikit berdarah.

"Haha, itu definisi dari menyerang tanpa menyentuh Mas!"

"Lagian kamu Ga, Sean capek-capek beresin malah kamu berantakin lagi." Tante Ulfa yang sejak tadi duduk di dekatku sambil membaca kitab ikut menertawakan anak sulungnya itu.

"Umi juga, anaknya celaka malah bahagia!"

"Celaka karena ulah sendiri sih masa mau dikasihani."

Mas Yoga akhirnya mengalah dan keluar, salah sendiri usil sih!

"Kamu mau di Semarang lama Dek?"

"Mungkin Tante, tapi ya gak selama libur kuliah juga. Bisa di ceramahi abi kalau kelamaan."

"Memang abi kamu galak?" Om Rizky-abinya Mas Yoga tiba-tiba menyahut ketika beliau masuk.

"Enggak sih Om, tegas aja. Abi itu laki-laki terbaik yang pernah aku kenal, abi itu kadang mukanya judes tapi penyayang banget, bunda atau anak-anaknya kenapa sedikit aja langsung khawatir banget. Pokoknya ayah terbaik buat anak-anaknya dan suami terbaik buat bunda."

Lancar banget kan aku muji abi? Ya karena udah latihan, sebenarnya ini misi rahasiaku sama abi. Kata abi, kalau Om Rizky atau Tante Ulfa nanya-nanya tentang abi atau bunda, aku suruh jawab yang bagus-bagus. Ya udah deh, karena memang abi dan bunda itu menurutku orangtua terbaik untuk anak-anaknya jadi ya pasti lancar mujinya. Tapi aku kurang tau sih, kenapa abi nyuruh aku kaya gitu padahal abi selalu ngajarin anak-anaknya gak boleh takabur dan sombong.

Tante Ulfa dan Om Rizky hanya manggut-manggut sambil senyum, apa ada sesuatu di masa lalu?

Aku merapikan koperku dan pamit untuk keluar sebentar, setelah melewati hari-hari ujian, besok perkuliahan mulai diliburkan dan rencananya nanti sore abi sama bunda mau menjemputku.

Disini aku juga ngaji seperti santri yang lain, cuma kadang dapat dispensasi kalau lagi capek banget karena banyak tugas tapi kata abi gak boleh sering-sering. Walaupun aku masih kelurganya pengasuh pesantren ini, aku gak boleh seenaknya, aku harus tetap mengikuti aturan dan kegiatan di sini.

"Sean!!"

Aku menengok dan hendak berlari tapi Mas Yoga keburu teriak manggil lagi. Daripada menimbulkan kegaduhan lebih baik menunggunya.

"Mau kemana?"

"Mau masukin motor ke garasi belakang."

"Udah biar di sana aja, nanti aku pakai. Tenang aja aman!"

"Enggak ah, bensinnya masih banyak!"

"Astaghfirullah, sama Masnya sendiri pelit banget."

Aku bersedekap sambil menatapnya tajam. Dia bilang apa?

"Coba ulangi!"

"Sama Masnya sendiri pelit banget."

"Bapak Yoga yang terhormat, saya ini sudah merelakan sebagian ketenangan hidup untuk anda ya! Masih dibilang pelit juga?"

"Haha, iya..iya. Biasa aja ngelihatnya, serem amat!"

"Makanya cepet lulus dan nikah, biar aku hidup tenang. Ibarat artis tuh pasti udah banyak banget akun hatersku."

"Iya maaf deh. Sama kamu aja gimana nikahnya?"

Astaghfirullah, benar-benar menguji kesabaran.

"Hahah..ampun Sean! Jangan melotot gitu!"

Aku memilih kembali masuk ke kamar, meninggalkannya. Makin kesini makin gak jelas aja itu orang. Dan mungkin karena terlalu kesal aku ketiduran dan baru bangun karena panggilan bunda yang sudah sampai di sini bersama abi. Setelah bersiap-siap dan beramah tamah sebentar akhirnya kita pamit pulang ke Semarang. 

"Seneng banget kayaknya, dari tadi gak berhenti senyum?"

"alhamdulillah seneng dong Bund, mau liburan lama di rumah."

"Iya, Bunda juga seneng. Bisa kumpul semua, Alfa juga kebetulan pesantren lagi libur dia udah pulang kemarin. Tapi sayang anak bunda yang pertama gak libur, kuliah dokter sibuk banget kayaknya."

Mendadak suasana hatiku berubah drastis, jadi Dito gak libur ini? Yah penonton kecewa, kedokteran sesibuk itu ya?

"Ya jangan langsung menyun gitu juga kali Kak! Ketahuan banget senengnya gara-gara apa?" Ledek bundaku dan aku baru sadar ternyata bunda menjebak.

"Jangan macam-macam dulu kamu Sean! Kuliah dan ngaji yang bener dulu." Tambah abi.

"Kalau semacam boleh Bi?"

Tiba-tiba abi menatap tajam lewat kaca kecil depannya "Kalimat andalan bunda kamu itu jangan ikut-ikutan nakalnya bunda!"

"Eh! Apa? coba ulangi?" Sahut bunda sambil mencubit lengan abi.

Udah deh, mulai perang kecil-kecilan antara bunda dan abi tapi yang terlihat di mataku justru malah ke-uwu-an. Ya Allah, kenapa Sean harus jadi saksi ke-uwu-an abi dan bunda aja?

Perjalanan ke Semarang terasa begitu menyenangkan, waktu-waktu seperti ini yang terkadang aku rindukan. Hanya ada aku sama abi dan bunda, tidak ada Alfa yang nempel banget sama bunda dan tidak ada Alea yang lengket sama abi, kalau Alea sudah pasti bonus Rey terkadang kalau ada Dito juga abi lebih banyak ngobrol sama Dito, abi memang paling banyak penggemarnya. Tapi bagaimanapun itu aku tetap bahagia melihatnya, aku tidak merasa iri karena sudah ku bilang kan, bunda dan abi itu orangtua terhebat untuk anak-anaknya.

Sesampainya di rumah, aku segera membereskan semua barang-barangku. Aku melihat rumah Simbah Malik dari jendela kamarku, Dito beneran gak di rumah ya?

.

.

.

Sehari setelahnya aku belum juga ketemu sama Dito, saat ini aku dan bunda sedang membantu menyiapkan acara di rumah Simbah Malik. sebenarnya acara rutinan keluarga bani ahmad besok ini jatah di rumah abi tapi Simbah Malik minta agar di rumah beliau. Karena abi dan bunda sudah menganggap Simbah Malik seperti orangtua sendiri jadi mereka setuju.

"Coba kamu telepon Dito, Nduk! Katanya bisa libur kok sampai siang begini belum sampai rumah." Titah Simbah putri padaku.

Aku menyanggupinya dan mulai menghubungi Dito, tapi sampai panggilan ke 3 tidak ada tanda-tanda Dito menjawabnya.

"Masih sibuk kuliah mungkin, Mbah!"

"Iya mungkin, kita tunggu saja. Kemarin dia bilang juga mau mengundang temannya."

"Teman siapa Mbah?"

"Simbah juga belum tahu, katanya teman kampus!"

"perempuan apa laki-laki, Mbah?"

"Sean!"  Bunda menegur ku karena terlalu banyak bicara. Akhirnya aku memilih diam menyimpan rasa penasaranku. Aku melanjutkan membantu bunda menata beberapa makanan dan setelahnya pulang untuk mandi. Aku berpapasan dengan Dito di depan rumah.

"Kamu udah lama di sini?" Tanyanya sambil menutup pintu mobil.

"Lumayan. Ini mau pulang mandi dulu."

"Ya udah sana, aku juga mau masuk." Ucapnya dan tanpa menunggu jawaban ku dia melenggang masuk.

Aku hanya bisa memandang punggungnya, kenapa begini ya? Apa mungkin Dito itu berkepribadian ganda? Soalnya beda banget Dito yang sekarang ini dan Dito yang kadang menelponku.

Atau memang hanya aku yang punya perasaan lebih padanya? Mungkin saja.




6. Marry Your DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang