💕MYD #50

9.2K 796 71
                                    

"Sean! Lepasin tangan kamu!" bisik Dito sambil membuka matanya sedikit lebih lebar. Tapi semakin dia melotot malah semakin membuat aku ingin terus memeluk lengannya.

"Biarin kenapa sih, Dit? Habis ini kita pisah rumah lho!" jawabku pelan mengikuti suaranya tadi. Dito masih berusaha melepas tanganku yang saat ini masih melingkar erat di tangannya. Aku juga sudah mendaratkan daguku di pundakknya. Dengan tidak manusiawinya Dito malah mendorong keningku dengan jarinya.

"Nanti di rumah kita aja kalau kamu mau manja! Jangan di sini! Cepetan lepasin!" tuturnya masih dengan suara galak tapi pelan banget.

"Nggak!"

"Sean!!" Dito kembali mengerang, duh kok mukanya malah tambah gemesin banget sih, pengen dipeluk jadinya.

"Apa, Dito Sayang??" bisikku lagi sengaja menjahilinya.

"Lepasin atau aku gendong kamu pulang sekarang juga!" kali ini mata Dito sudah membuka sempurna, agak ngeri juga sih kalau dia sudah berubah galak begitu, satu-satunya cara menghadapi ya senyum manis.

"Hey kalian yang di pojokan!!" Teriakan Zein membuat acara debat romantisku sama Dito berakhir.

"Nggak berperi kamanusaiaan banget ya sama anak muda! Ini kita lagi mempertaruhkan seluruh jiwa dan raga untuk siapa? Ya untuk pernikahan kalian! Malah mesra-mesraan!!" tambah Alfa dengan ekspresi dibuat menderita.

"Jan wis! Angeeel.. Angeel!"  tutur Zein lagi. Kedua saudaraku itu langsung mendapat tabokan gratis dari Bude Sada-uminya Zein.

"Umi lho! Kenapa Zein yang dipukul?" protes Zein.

"Iya nih, kenapa Alfa ikut ditabok juga? Kita hanya memperjuangkan hak kita sebagai anak muda Bude!" tambah Alfa tak kalah lebay, dua orang ini kalau disuruh main drama memang paling total.

"Pusing dengar kalian ngoceeeeh aja daritadi! Sudah dibilang jangan makan pisang, malah makan! Jadi tambah lancar kan kicauannya!" jawab Bude Sada.

"Lebih lancar kicauannya suamiku kalau itu, Mbak!" sahut bunda dan langsung mendapat deheman dari abi.

"Burung hantu bukannya diem aja ya Teh? Cuma matanya aja yang melotot ke kiri dan ke kanan!" ujar Om Arkan sambil memperagakan gestur burung hantu yang diakhiri dengan tawa renyahnya.

"Haha, benar sih Ar! Lemah aku kalau udah ditatap!" tutur bunda tanpa malu.

Astaghfirullah bunda! Nggak sadar umur!

"Ya Allah malangnya nasibku, punya kakak sama bunda yang nggak bisa menghargai perasaan kaum kesepian!" keluh Alfa.

Semua saling menyahut, dengan abi yang masih tetap jadi topik utama. Om Arkan yang paling semangat, ini aja belum ada Om Nazril bisa tambah heboh lagi. Untung lagi jaga malam dirumah sakit omnya.

Tapi Abi ya tetaplah abi, kalau nggak bisa mempertahankan wajah datarnya namanya bukan abi. Kalau dipikir-pikir memang pas sih sifat abi disamain sama burung hantu, mirip banget! Lebih banyak diam tapi kalau sudah waktunya bersuara mana bisa dihentikan! Terus tatapan nya itu lho tajam banget, nggak kuat lihatnya apalagi kalau marah. Hiiih, ngeri! Eh astagfirullah kok malah jadi ghibahin abi sih?

"Ngapain kamu malah senyum-senyum sendiri!" tegur Dito, ternyata sejak tadi dia memperhatikan aku.

"Hehe, nggak apa-apa!"

"Ya udah, tapi lepasin dulu tangannya! Malu sama abi dan yang lain!" ujar Dito lagi, kali ini dengan tambahan sentilan di tanganku.

"Masyaallah! Sakit Dit! Kamu ih tega sama istri!"

6. Marry Your DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang