💕MYD #7

4.5K 695 53
                                    

"Kak, dipanggil bunda suruh makan dulu!"

"Nanti, duluan aja. Kakak belum laper!"

Alfa bukannya pergi malah membuka lebar pintu kamarku dan masuk. Pria yang empat tahun lebih muda dariku itu mendekat dan menarik tanganku agar aku duduk.

"Apaan sih Al?"

Tanpa bicara Alfa mengambil jilbabku yang ada di kursi dan memakaikannya.

"Makan sekarang! Di tunggu abi dan bunda!" Ucapnya tegas tanpa bantahan.

"Eh dasar Alfamaret! Gak sopan sama kakaknya!" Protesku.

Bukan Alfa namanya kalau gak berhasil membuat orang terintimidasi dengan tatapannya. Tapi tentu saja itu tidak berlaku denganku, mau bagaimanapun aku bisa lebih galak daripada dia.

"Kak Dito udah pulang kalau itu yang buat kakak menunda makan!" Ucapnya sambil berlalu.

Aku menghembuskan nafas kasar, itu anak kenapa sih selalu tau apa yang aku rasakan? Memang alasanku adalah ada Dito di rumah. Sejak tadi Alfa dan Dito main PS, entah kenapa sejak kemarin aku dan Dito sama-sama mengambil jarak, sejak perdebatan kita kemarin, baik aku atau dia belum ada yang mencoba menghubungi.

Akhirnya aku memutuskan untuk turun selain emang laper, takut juga mengabaikan panggilan bunda. Waktu aku sampai di ruang makan, aku langsung melotot pada Alfa. Tanpa rasa berdosa, Alfa tetap melanjutkan makan dengan tawa tertahan.

Mana yang dia bilang pulang?? Pantas saja dia tadi ngambilin jilbab buat aku? Seharusnya aku udah curiga sejak tadi!

"Kak! Ngapain berdiri di situ? Sini! " Tanya bunda.

"Iya, Bund!"

Dengan berat hati aku duduk di antara Dito dan Alfa, satu-satunya kursi yang masih kosong. Sengaja pasti nih Si Alfamaret!

Tanpa banyak bicara aku mulai mengambil nasi dan teman-temannya ke atas piringku. Berdoa, lalu mulai makan, berharap cepat selesai terus kembali ke kamar.

"Jangan kebanyakan!" Ucap Dito tanpa basa-basi sambil menyendok setengah dari sambal di piringku ke piringnya.

Aku tidak merespon, rasanya sudah lelah dengan sikap Dito yang selalu aja menarik ulur hatiku.

"Besok jadi ketemu teman-teman kamu Kak?" Tanya bunda, besok ini memang aku ada acara ketemu sama teman-teman alumni pesantren yang kebetulan berasal dari kota yang sama.

"Insyaallah jadi. Sean bawa mobil boleh ya?"

"Gak boleh! Jangan aneh-aneh!"

Bukan abi ataupun bunda apalagi Alfa yang dengan cepat merespon ucapanku, melainkan pria yang duduk di sampingku. Mau apa lagi sih dia?

"Bener apa kata Dito, kamu bedain sein kanan kiri aja masih bingung!" Tambah abi.

"Ya kalau gak pernah coba praktek langsung ke jalan, kapan bisanya Abi? Masa muter-muter lapangan terus?"

"Lancarin lagi, besok kalau menurut Abi udah oke baru boleh!"

Sudah. Titik. Kalau abi udah bilang begitu jangan harap bisa dirayu lagi.

"Memang acaranya dimana Kak? Alfa anter!"

Eh ini walaupun agak judes mirip abi, kalau soal perhatian Alfa memang terbaik. 

"Di rumah Reni, yang waktu kamu jemput aku pas hujan gede itu!"

"Yang dekat rumah Bang Zein?"

Aku mengangguk sambil menyendok cepat makananku.

"Oke, besok Alfa anter aja sekalian main ke rumah Bang Zein."

Akhirnya aku menyetujuinya, nanti kalau sama Alfa aku bisa sedikit merayu untuk coba nyetir mobil di jalan sepi, kalau sama abi atau Dito kecil kemungkinannya. Mereka itu setipe. Alfa beda sama Dito, Alfa cenderung lebih pendiam dan sok cool kalau di depan orang lain, tapi kalau udah di dalam rumah kadang bisa gesrek juga.

Beda banget sama Dito, dia kalau sama orang lain ramah dan supelnya level dewa giliran sama keluarga sendiri bertolak belakang. Ralat, bukan dengan keluarga lebih tepatnya hanya denganku, Dito saat bersama keluarga masih bisa tampil jadi Dito yamg ramah dan kocak, apalagi kalau udah kumpul sama Om Nazril dan yang lain bisa heboh banget. Tapi entah kenapa hanya denganku dia seperti menjadi orang lain.

Kalau ada yang bilang mungkin menghindariku karena takut dosa dan fitnah. Enggak ada yang salah kok, aku pun juga berusaha menghindarinya. aku tahu batasannya, walaupun Dito anak angkat abi dia tetap orang lain, bukan mahram untukku. Tapi apa iya harus menjadi pribadi yang lain seperti itu? 

Dulu waktu masih kecil kita hampir gak pernah pisah, apa-apa selalu berdua. Yang aku mau sekarang bukan berarti harus selalu berdua juga, tapi setidaknya bersikaplah biasa padaku seperti dia bersikap pada oranglain. Kalau seperti ini aku kan merasa dia itu enggak mau berhubungan sama aku.

Jujur aku capek dan kesel, sepertinya segala kegelisahan hatiku ini aku sendiri yang menciptakan. Coba aja aku gak terlalu ambil pusing tentang sikap Dito, coba aja aku fokus pada hal yang lebih prioritas saat ini pasti gak akan perang batin sendiri, dan akhirnya hanya uring-uringan sendiri.

Sepertinya mulai sekarang aku harus menata ulang hatiku. Harus kencengin doa lagi, agar Allah kasih ketenangan dan dihindarkan dari hal-hal yang belum sepantasnya aku pikirkan.

.

.

.

Pagi hari yang cerah, secerah senyumku yang tipis. Perasaanku pagi ini lebih baik, semalam aku benar-benar mengadu dan menumpahkan semua kegelisahan hatiku pada Allah, alhamdulillah pagi ini bisa merasa lebih ringan.

Aku selesai memakai sepatu lalu mengambil tas dan dengan langkah bersemangat berjalan keluar kamar.

"Bundaaa! Sean berangkat!"

Teriakku pada bunda yang sedang sibuk di kamar Alea, tadi aku sudah menyicil pamit waktu sarapan pagi. Bunyi klakson mobil yang berulang kali Alfa bunyikan semakin membuatku buru-buru keluar. Pasti mau ngomel itu anak, karena dia sudah menungguku sejak setengah jam yang lalu.

"Maaf adikku sayang!" 

"Isssh,, KAK!!" Protesnya sambil mengusap pipi karena aku cium tadi.

Aku mengecek chat grup mengabaikan Alfa yang masih ngomel karena tidak terima aku cium. Tapi beberapa detik kemudian aku yang gantian ngomel karena Alfa menghentikan mobilnya di depn rumah Simbah Malik lalu membunyikan klaksonnya. Beberapa saat kemudian, muncul seorang pria dan berlari keluar. 

"Siapa yang ngajak Dito?"

Alfa hanya menjulurkan lidahnya lalu keluar, dia berjalan dan masuk pintu belakang kemudian Dito mengambil alih kemudinya. Mendadak semangatku yang membara tadi jadi nyungsep menembus perut bumi.

"Aku tidur Kak! Kalau butuh wasit bangunin aja!" Ujar Alfa lalu mulai merebahkan dirinya di jok belakang.

Menyebalkan sekali sih adikku ini!!

Baik aku ataupun Dito tidak ada yang berniat membuka suara, eh gak tau sih Dito gimana kalau aku jelas gak ada bahan buat ngobrol sama dia.

"Sama siapa aja nanti kumpulnya?" Akhirnya Dito yang pertama kali bertanya setelah sekian lama.

"Belum tahu."

"Memang gak ada bahasan sama temen-temen kamu?"

"enggak!"

Dito menghela nafasnya dan kembali diam. Aku Juga lebih memilih melihat pemandangan jalan.

"Sei!"

Sekarang aku yang gantian tarik nafas, dari dulu aku selalu suka saat Dito panggil namaku dengan tiga huruf. Pelafalan Se-i nya itu terdengar sempurna.

Aku hanya menoleh, menunggunya berbicara. 

"Kita ini kakak-adik dan selamanya akan tetap menjadi kakak-adik!"






6. Marry Your DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang