💕MYD #46

6.2K 718 35
                                    

"Alhamdulillah..."

Dito menjatuhkan tubuhnya ke bagian sofa sampingku yang masih kosong. Tidak lama kemudian dia langsung meletakkan tangannya di pangkuanku.

"Sei.. Pegel!"

"Ganti baju dulu, Dit!"

"Nantin deh ya, sekalian mandi. Pegel banget, tapi pengen dipijit kamu!"

"Kamu sih Dit,  sudah dibilang biar aku aja yang antar berkasnya!" jawab ku sambil memijit tangannya.

"Nggak apa-apa kan sekalian lewat tadi!"

Beberapa hari yang lalu keluarga besar kita sudah sepakat tentang tanggal pernikahan resmi kita yaitu satu bulan lagi. Setelah hari itu Dito seakan mendapat suntikan semangat, dia seperti nggak ada capeknya mempersiapkan semuanya.

Seperti hari ini dia kekeh banget daftar ke KUA padahal jadwal kerjanya hari ini juga banyak, dia harus ke dua rumah sakit terkait dengan kerja sama.

"Kamu mau Bik Darsih dipanggil kesini nggak?" Dito bertanya sambil menggeser tangannya yang satu, minta dipijit juga.

"Maunya kamu gimana, Dit? Kalau aku sih biar Bik Darsih tetap di rumah bude aja untuk merawat simbah, disana pasti lebih membutuhkan bantuan. Kecuali kalau kamu merasa masakan Bik Darsih lebih enak, hasil nyapu Bik Darsih lebih bersih ya terserah kamu!"

Bukannya menjawab Dito malah merekamku dengan hpnya..

"Hapuslah Dit jangan usil deh!"

"Haha, biar aja! Lucu wajah kamu! Aku nanya itu buat kamu Sean! Bukan buat aku, kalau aku maunya sih berdua saja sama kamu di rumah ini tapi kalau kamu keberatan pulang kerja masih harus ngurus ini dan itu, biar Bik Darsih kesini."

"Sejauh ini sih aman Dit, aku nggak apa-apa kok, tinggal berdua malah sekalian latihan mandiri!"

Dito malah senyum-senyum, sebelah tangannya yang tidak aku pijit langsung memegang kepalaku dan dengan cepat dia mencium pipiku.

"Nyesel deh pernah berusaha menjodohkan kamu dengan orang lain."

Aku hanya mencibirnya, nggak pengen bahas yang dulu-dulu. Sekarang udah pada bahagia semua. Delta sudah bahagia banget nikah sama Ami, Mas Yoga juga sudah sejak lulus itu nikah sama Kak Raisa. Walaupun sempat sakit hati karena perbuatan mereka, akhirnya aku bisa berdamai dengan keadaan. Hidup memang harus begitu, ditempa sana-sini agar kuat.

Dan alhamdulillah meski harus melewati tujuh bukit tujuh lembah, akhirnya sekarang ini aku bisa menikah dengan Dito. Sesuatu yang sejak dulu aku harapkan, bahkan sempat terkubur juga tapi Allah memang punya rencana lain. Allah mengabulkan doa kita bukan saat kita ingin tapi saat kita sudah siap.

"Sei, kakinya mau nggak?"
Dito bertanya sambil senyum malu-malu, aku memukul pelan tangannya. Mau dipijit kakinya saja pakai malu-malu, padahal biasanya nggak punya malu. Merasa mendapat persetujuanku, Dito langsung merebahkan diri dan mengangkat kakinya ke pangkuanku.

"Dulu aku suka iri lihat abi dipijit kamu, kata abi enak. Terus tambah abi ngomongnya sambil meledek, sombong pula. rasanya pengen tak ajak nikah saat itu juga anaknya!"

"Haha, kamu ngerasa nggak sih Dit kalau abi dan bunda itu sebenarnya jodohin kita?"

Dito hanya tertawa pelan, dari ekspresinya dia pasti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Kok kamu malah senyum-senyum? Pasti ada sesuatu, bilang nggak!"

"Semenjak kita sama-sama tumbuh besar, abi itu selalu negur aku kalau kelamaan ngobrol sama kamu. Kita didaftarin pesantren yang beda itu juga atas rencana abi dan simbah, bahkan abi kekeh banget nyaranin aku kuliah di sini itu ya karena biar jauh dari kamu. Awalnya aku salah paham Sei, aku kira abi nggak suka jika aku sama kamu makanya kita dijauhkan, aku yang awalnya sudah rendah diri makinlah rendah dirinya. Akhirnya timbul niat gilaku jodohin kamu sama Mas Yoga."

6. Marry Your DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang