1

1.1K 79 10
                                    

"Akhiri saja hubungan ini, kita putus"

"Putus? Kau g*la?"

"Aku sudah tidak mencintaimu, jadi untuk apa kita melanjutkannya"

" Baiklah kita putus!"
ucapnya dengan keputusasaan.

.
.
.

"Kalian g*la?! Pernikahan kalian sudah didepan mata. 3 hari lagi kalian akan menikah. Dan sekarang dengan mudahnya kalian ingin membatalkan pernikahannya?!"









Menyesal, itulah yg dirasakan oleh Nayeon. Perempuan bermarga Im itu sangat menyesal karena tidak menuruti kemauannya sendiri saat itu. Tapi apa gunanya menyesal? Toh itu tak akan mengembalikan waktu pada saat yang kita inginkan.

Sekarang Nayeon hanya menjalani hari-harinya seperti air yang mengalir, biarkan kehidupan ini berjalan lurus meskipun terkadang dia terjatuh karena tersandung batu kerikil, dia akan berusaha bangkit lagi. Mungkin karena itulah hati Nayeon sekarang ini dipenuhi memar yang tak sembuh-sembuh, entah kapan sembuhnya.

"Aku pulang" ujar Nayeon saat memasuki sebuah rumah.

"Sudah hampir satu tahun dan kamu masih meneruskan kebiasaan burukmu?" sindir perempuan paruh baya yang tak lain adalah sang ibu.

"Setelah bekerja kamu harusnya pulang ke rumahmu bukan ke sini" lanjutnya.

"Setidaknya menyiapkan makan malam untuk suamimu"

"Kapan kamu akan belajar menjadi istri yang baik? Apa kamu tidak lelah hidup seperti ini terus? Jika  terus seperti ini hubungan rumah tanggamu tidak akan ada perkembangan. Lalu kamu bagaimana? Apa kamu akan baik-baik saja?" omel ibunya.

"Aku baik-baik saja" ujar Nayeon. Entah sudah berapa ribu kali Nayeon mengatakan kata-kata itu.

Nayeon bahkan sampai ingin muntah karena selalu mendengar omelan dari ibunya yang sebenarnya memiliki makna yang sama setiap harinya.

"Ckk, jawabanmu selalu seperti itu"

"Ya jawabanku akan selalu seperti itu, jadi ibu tidak perlu menayakan sesuatu yang jawabannya sudah ibu ketahui" Nayeon masih berusaha meredam kekesalannya.

"Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu"

"Sudah terlambat. Jika ibu ingin memberikan yang terbaik untukku seharusnya saat itu ibu mendukungku untuk tetap di jalan yang ingin kutuju, bukan menyesatkanku ke jalan yang lain" akhirnya kata-kata yang sedari dulu belum terucapkan bisa terucapkan hari ini. Selama ini Nayeon hanya diam mendengar omelan dari ibunya. Dia takut perkataannya membuat orang yang disayanginya tersakiti.

Ibu Nayeon terdiam mendengar pengakuan putrinya. Sebenarnya dia juga merasa bersalah. Saat itu tak seharusnya dia menghalangi jalan yang akan diambil putrinya.

Rasa sesal menghantui perasaannya. Dia merasa sudah merusak kebahagiaan putrinya.

Situasi sekarang benar-benar sangat hening. Kedua wanita itu masih berkecimpung dengan pikirannya masing-masing.

It's [not] Fine [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang