Tujuh belas

4.8K 544 60
                                    

Aku melihat ponsel yang berdering nyaring diatas meja, nama Fardan menghiasi layar. Aku langsung mengambilnya dan menekan tombol terima. Suara deringnya terlalu berisikik. Aku selalu lupa menurunkan volume deringan. Memutar kursi, aku menghadap kearah tembok belakang. Entah apa tujuanku, tapi terkadang aku suka melakukannya. Terlebih jika ada Pak Dio, malu aja kalau sampai terlihat asik telponan saat jam kerja. Padahal Pak Dio juga gak melarang asal pekerjaanku sudah beres.

"Assalamualaikum Bu Leetha." Aku mendengar nada jenaka di antara kalimat pembukanya.

"Waalaikumsalam Dan."

"Gue ganggu gak nih? Kayaknya lo sibuk banget ya?" Aku menggeleng-gelengkan kepala dengan tambahan kalimat sanggahan. "Gak kok. Biasa, kenapa Dan?"

"Alhamdulillah kalo gitu. Btw hari ini lu kerja di rumah atau kantor?"

"Hari ini aku WFO ko, besok juga." Jawabku cepat. "Bagus! Gue WFO juga nih. Ketemuan gimana?"

"Ih boleh banget, mau dimana?"

"Daerah Depok aja biar lu gak jauh-jauh banget."

"Boleh, di MC aja mau?" Tawarku menyebutkan salah satu mall yang ada di daerah Depok.

"Okey. Gue balik kantor jam 5. Kira-kira lu sampai sana jam berapa?"

"Paling sampai sana jam limaan atau enaman. Gak masalah?" Aku mendengar jawaban menyetujui dari sana. "Oke siap, sampai ketemu nanti."

"Astgafirullah! Kenapa gak ada suaranya sih?!" Aku mengangkup ponsel yang hampir jatuh di depan. Kaget saat memutar kursi, kulihat Mas Ursa yang sedang memandangku penuh selidik.

"Ketuk-ketuk dulu kan bisa, atau salam. Atau panggil nama aku gitu." Aku masih meneruskan omelanku, ponsel kembali aku letakkan di atasmeja.

"Vinna kemana lagi?" Aku jadi salah tingkah di pandangi segitu intensnya oleh Mas Ursa.

"Siapa yang telepon?" Aku mengikuti gerakan tangannya yang kini bersedekap. Badannya disenderkan di kusen pintu.

"Fardan, Mas."

"Mau ngapain lagi dia?" Sabar Leetha sabar, jangan kepancing ikutan jutek atau marah-marah gak jelas.

"Mau ketemu, kan udah lama gak main. Waktu sabtu itu gak jadi ketemu." Aku menambahkan senyum manis setelah menyelesaikan jawabanku.

"Kenapa pake senyum-senyum gitu? Seneng banget mau ketemu dia?" Ya Gusti, aku pengen teriak sebel tapi gemes juga. Gimana dong?

"Aku senyumin Mas loh, nanti aku merengut salah juga."

"Kamu keliatan seneng banget mau ketemu dia."

"Diakan dulu teman main aku, udah hampir 10 tahun gak ketemu. Lagian aku bukan senyum-senyum buat Fardan kok." Jelasku.

"Mau ketemu dimana? Kapan?"

"Habis pulang kerja, di MC." Mas Ursa hanya mengangguk, lalu dirinya pergi dari ruanganku.

Dia gak sedang merajuk kan? Apa yang perlu di cemberutin coba. Mengangkat bahu tak tahu, akhirnya aku kembali memperhatikan layar PC di depanku, mataku melirik pojok kanan bawah. Melihat angka yang tercetak 14.38. Masih satu jam setengah lagi untuk pulang.

"Tadi Pak Ursa kesini Bu?"

"Kamu dari mana Na? Kok aku gak tau kamu keluar?" Aku melihat Vinna yang terlihat sedang menuangkan hand sanitizer ketangannya.

"Ke toilet Bu. Ibu lagi fokus banget ke layar, saya keburu mules makanya gak izin dulu. Tapi tadi pas mau masuk dapur saya liat Pak Ursa." Aku mengangguk mengerti dan kembali memandang PC.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang