Not Today or D-Day?

4.3K 416 43
                                    

Aku belum pernah ngerasain gimana proses melahirkan itu berlangsung, jadi kalau nggak sesuai tolong dimaklumi. Karena aku cuma nanya-nanya ke Ibuku gimana prosesnya, atau step by stepnya. Tiap orang berbeda ya proses awal sampai akhir lahirannya.

* * * * *

Ursa berjalan dengan langkah cepat tergesa. Sesuatu yang buruk terjadi, sebenarnya Ursa sudah merasakan perasaan tak nyaman sebelum dirinya berangkat bekerja tadi pagi. Tapi Leetha, istri mungilnya itu terus memaksanya untuk bekerja. 'Belum tanggalnya adek keluar sayang, udah sana kerja. Jadi nanti cuti Mas setelah aku lahir ada banyak' argumen Leetha.

Sejak seminggu, Leetha memang terus menyerngit seperti menahan sakit. Tapi istrinya itu terus mengelak dan berpendapat bahwa apa yang ia rasakan hanya kontraksi palsu seperti yang dijelaskan Bidan 3 hari lalu. Mereka memang sudah datang kerumah sakit guna mendiskusikan apa yang Leetha rasakan, Ursa yang memaksa sebenarnya. Bidan menyampaikan bahwa apa yang dirasakan Leetha memang wajar bagi Ibu hamil yang sudah mendekati tanggal prediksi kehamilannya.

Ursa berbelok tajam ditikungan terakhir yang akan membawanya keruang rawat pasien VIP. Bukan lagi berjalan cepat, Ursa berlari guna mencapai pintu kamar rawat lebih cepat.

Sampai di depan pintu berwarna coklat susu itu, Ursa membukanya kasar dengan nafas yang memburu.

"Kok cepet banget sayang?" Rasanya Ursa ingin mengumpat dan memaki-maki tembok yang ada disebelahnya. Bagaimana bisa istrinya itu terlihat santai dan tenang saat dirinya sudah panik setengah mati.

Berusaha menetralkan gejolak marah karena lalai yang bercampur dengan ketakutan, Ursa mendekati Leetha.

"Mas lari ya? Capek banget." Leetha menarik tangan Ursa dan membawanya kedepan bibirnya. Mengecup punggung tangan sang suami yang masih berwajah pucat itu.

"Gimana bisa kamu jatuh?" Ursa mencium rambut Leetha lama, mengucapkan doa panjang didalam hatinya.

"Dedeknya nendang kenceng banget, aku kaget. Dan rasa sakit kontaksinya dateng juga, eh aku malah kepleset." Leetha menarik Ursa untuk duduk di depannya, tepatnya disisi ranjang sebelah kanannya. "Kata Bidannya gimana?"

"Pembukaan 2 Mas." Ursa melongo di tempatnya. Terlalu tak menyangka karena bagaimana bisa Leetha terlihat tenang padahal proses pembukaan jalan keluar si calon bayi sedang terjadi.

"Sakit kok, aku juga tadi ngeringis-ringis. Tapikan munculnya masih jeda waktu lama." Jelas Leetha memahami arti wajah sang suami.

"Terima kasih." Ujar Ursa tiba-tiba. Leetha bertanya apa melalui gerakan mulutnya.

"Karena udah sigap menghubungi ambulance, dan bertahan dalam keadaan baik-baik aja." Ursa mengelus rambut Leetha lembut.

Tadi, Leetha memang menghubungi Ursa setelah istrinya itu berhasil menelpon ambulance. Ursa bersyukur karena istrinya itu tanggap dan mengikuti apa yang pernah diarahkan Ursa padanya. Ya, memang Ursa yang mengajarkannya. Memberitahu apa saja yang harus dilakukan Leetha jika keadaan darurat terjadi. Contohnya seperti kejadian barusan, Ursa pernah menyampaikan bahwa Leetha harus lebih dulu menghubungi bantuan terdekat dan tercepat daripada menghubungi suami atau keluarganya yang tidak memiliki kebisaan apapun yang berhubungan dengan kecelakaan atau proses melahirkan. Ursa menekankan prioritas keselamatan bagi diri Leetha, memperkecil resiko yang merugikan.

"Aku kan pinter Mas." Ujar Leetha usil. Wajah Ursa kini mulai terlihat ronanya, senyum indah berhasil terpatri dikedua sudut bibirnya.

"Iya, istri Mas memang juaranya." Leetha terkekeh senang.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang