Dua puluh delapan

4K 439 71
                                    

Pagi ini Leetha sudah siap duduk di kursi depan, menunggu Ursa yang kembali mengambil alih tugas Malik dan Randu.

"Belum dateng si Ursa?" Randu keluar dengan baju yang rapi, tangannya sudah menenteng 2 buah helm. Salah satunya helm yang biasa dipakai Leetha.

"Belum. Abang mau jemput Mbak?"

"Iya, abang langsung jalan ya. Nanti kabarin pulangnya kapan." Leetha mengangguk mengerti. Dirinya masih melihat Randu yang sibuk mengeluarkan motornya. Abangnya itu berniat mencari-cari rumah dengan Rain, sedangkan Malik. Entah ada angin apa, dirinya libur Sabtu ini.

Suara motor lain terdengar saat motor Randu baru sampai gerbang. Motor besar hitam berhenti tepat di depannya. Leetha yang mengenali motor maupun pengemudinya bergegas menghampiri.

"Berangkat bang?" Ursa berbasa-basi, yang ditanggapi anggukan kepala oleh Randu.

"Duluan. Hati-hati Sa bawanya." Motor Randu melaju kencang meninggalkan rumah.

Ursa mengeluarkan helm dari tas helm yang dibawanya, memakaikan helm ke kepala Leetha, menguncinya dan langsung menggerakkan kepalanya menyuruh Leetha untuk naik. Siap dengan helmnya, Leetha menaiki motor, Ursa menoleh ke kanan dan ke kiri sebelum menarik gasnya meninggalkan rumah Leetha.

"Keluarga Mas kapan bisa ke rumah?" Ursa menarik kedua rem di tangannya, di sambut dengan klakson panjang dari mobil yang tepat berada dibelakangnya. Untungnya posisi mereka masih berada di gang rumah Leetha.

"Kamu kalo ngomong yang serius gini gak bisa cari tempat yang bagusan dikit?" meminggirkan motornya, Ursa berhenti tepat di depan pagar rumah orang.

Tangannya menarik tangan Leetha yang tadinya melingkar diperutnya, diarahkan telapak tangan perempuan itu ke jantungnya. "Coba kamu rasain, jantung Mas langsung begini denger kamu ngomong. Kita bisa aja celaka kalo Mas ngebut tadi." Ursa belum melepaskan tangan Leetha. Sedangkan si pelaku hanya meringis tak enak.

"Aku kira Mas gak bakal kaget."

"Gak mungkin Mas gak kaget, kamu loh gak ada intro apa-apa, tau-tau nanya kapan keluarga Mas bisa ke rumah." Kali ini Leetha bukan meringis, tapi terkekeh pelan. "Ditambah kamu kemarin bilangnya tunggu Bang Randu nikah." Ursa masih mengeluarkan gerutuannya yang dapat didengar jelas oleh Leetha.

"Ya udah kalo emang gak mau." Jawab Leetha santai.

"Ya Allah Taa bukan gak mau. Kamu rasain kan gimana jantung Mas, kalo Mas udah 40 something Mas pasti udah serangan jantung denger kamu tadi." Leetha yang berniat menarik tangannya malah kembali di tahan Ursa.

"Untuk keselamatan kita berdua, ngobrolnya di kantor atau nanti cari tempat ya sayang. Mas pengen banget nikah sama kamu, menua bersama, jadi tahan dulu ya. Kamu sekarang peluk Mas terus diem aja, kamu kalo ngomong selalu bisa bikin Mas parno, takut, seneng di satu waktu." Ursa merasakan anggukan di pundak kirinya, melepaskan dekapannya di tangan Leetha, Ursa kembali mengemudikan motornya dengan tangan Leetha yang kembali melingkari perutnya.

* * * * *

"Selamat pagi semua! Vinna hadir dengan sejuta kemanisan!" Leetha yang sejak tadi memperhatikan layar di depannya mendongak saat sapaan Vinna terdengar nyaring, dirinya berdiri dengan senyum cerah mencurigakan.

"Mukanya biasa aja dong Bu." Menatap penuh selidik salah satu sahabatnya itu.

"Mau halal ya Na seneng banget?" Budi yang sejak tadi ikut memperhatikan menyela.

"Doain aja ya Pak Budi." Vinna hanya cengengesan, lalu dirinya bergegas duduk di kursinya.

"Aku curiga sama kamu." Kata Leetha yang masih belum melepaskan pandangannya dari Vinna. "Sstttt, lagi jam kerja Bu." Vinna menoleh sebentar setelahnya kembali menghadap depan.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang