31 Agustus 2021

4.6K 426 24
                                    

Hari ini hari selasa, besok adalah hari rabu yang mana bertepatan dengan hari ulang tahun Mas Ursa yang ke 29 tahun. Aku udah meminta tolong Mbak Rein dan Abang untuk membelikan kue dan menaruhnya di rumah karena gak mungkin aku yang membelinya.

"Bu, ini yang PO keramik gimana?" Aku menoleh kaget saat mendengar suara Wildan— pengganti Vinna sejak bulan Mei, di depan mejaku.

"Gimana apanya?" Tanyaku bingung.

"Dari pihak ownernya belum juga ngasih kejelasan mau dikirim kapan Bu."

"Vendor mana?" Aku mengambil ponsel yang kuletakkan di samping telepon.

"CV Giat Bu." Aku mengangguk dan segera mencari nomor pihak yang berkaitan.

"Wildan boleh minta tolong bilang Bagus buatin saya teh anget ya." Kataku sebelum menelpon si vendor yang Wildan sebutkan sebelumnya.

Setelah 3 menit saling berbicara pada sambungan telepon, aku meletakkan kembali ponselku ke atas meja dan mendongak ke arah Wildan yang masih dalam posisi berdiri di depan mejaku.

"Kamu baru kirim kemarin?" Tembaku langsung.

"Gak Bu, saya sudah kirim dari Kamis. Setelah Ibu kasih intruksi, langsung saya kirimkan." Jawabannya membuatku mengkerutkan kening bingung.

"Masa si? Coba liat historynya." Aku bangkit dari kursiku dan menghampiri PC di meja Wildan. Mataku memberikan perintah tak terucap pada Wildan yang langsung di patuhi olehnya. Kulihat ia membuka halaman email, dan menunjuk pesan yang dikirimkan pada hari kamis.

"Ya udah kalo gitu." Aku kembali duduk, rasanya kepalaku lumayan berat. Ku rebahkan kepala di sandaran kursi, memijat pelan keningku yang mulai terasa cenut-cenut.

"Ibu sakit?" Aku gak menjawab pertanyaan Wildan.

"Misi Pak, teh nya." Aku mendengar suara Bagus dan balasan terima kasih dari Wildan.

"Minum dulu tehnya Bu, mau saya ambilkan obat?" Aku membuka mata, masih menyandarkan punggungku.

"Gak perlu nanti juga hilang." Balasku sebelum menoleh pada Gusti. "Makasih ya, Gusti." Aku menerima uluran gelas yang disodorkannya. Menyesapi aroma melati yang kentara dari teh, dan meminumnya sedikit.

"Apa perlu saya telpon Pak Jovan?" Aku kembali menggeleng. Tangan Wildan dengan gesit mengambil gelas yang sudah selesai kucicipi. Keinginan meminum teh hilang dengan cepat ketika aroma yang sebelumnya menenangkan kini terasa menganggu.

"Jam berapa si Wildan?" Aku kembali menyender pada kursi. "Jam 3 Bu."

"Kamu tolong kerjain pengadaan gudang ya, saya mau ke klinik dulu." Kataku akhirnya, rasanya gak sanggup. Kemarin-kemarin aku masih sanggup menahannya karena pening yang kurasakan gak terlalu menganggu, tapi kini kepalaku rasanya seperti dipukul berkali-kali.

Aku berjalan merembet di sepanjang sekat kubikel, untungnya tiap kubikel sebelah sedang sepi, sekilas tadi hanya kulihat Mbak Lia yang sedang menunduk.

Berbelok, aku masih berpengang pada tembok untuk mencapai di tujuan.

Sampai didepan klinik, belum juga mengetuk Mela sudah membuka pintunya terlebih dahulu. Seperti ingin keluar.

"Kenapa Bu?" Mela memapahku kearah tempat tidur.

"Pening deh aku, mau tidur dulu sebentar." Dibantu, aku merebahkan tubuhku keatas matras.

"Mau minum obat Bu?" Aku hanya menggeleng.

"Jangan bilang Pak Ursa ya saya disini." Lanjutku sebelum benar-benar memejamkan mata.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang