Tiga puluh

4.1K 432 45
                                    

Leetha sudah bisa melihat Randu yang berdiri kaku di gate stasiun saat dirinya baru turun dari kereta. Mata Randu menangkap potret Leetha yang dengan tergesa menuruni tangga.

"Kenapa naik kereta?!" Tanya Randu kesal saat adik satu-satunya itu sampai di depannya. Tanpa memperdulikan sekitar, Randu terus menatap tajam ke arah Leetha.

"Aku pengen coba naik kereta lagi bang." Lengan Leetha merangkul Randu, menariknya menjauhi akses masuk stasiun.

"Jangan suka begitu Dek. Kamu gak tau takutnya Abang gimana."

"Aku gak kenapa-kenapa kok." Elak Leetha, mereka kini menuju kearah parkiran.

"Kalo gak kenapa-kenapa. Ngapain si Ursa panik whatsappin abang? Dia juga denger ada yang ngajak kamu kenalan. Kamu beneran gak diapa-apain kan?"

"Aku langsung lari kok, jadi aman." Jawab Leetha polos.

"Tuhkan bener. Besok-besok tolong gak usah ya Dek. Kan bisa minta jemput Abang, atau kamu naik taxi aja kalopun emang gak mau naik gocar/grabcar."

"Iya Abang sayang. Yuk jalan." Dirinya sudah duduk di belakang Randu.

Motor dinyalakan, Randu memberikan karcis parkir serta uang 2 ribu rupiah. Diarahkannya motor ke jalan besar. Tak jauh dari stasiun, Randu membelokan motornya ke gang besar yang akan mengarahkannya menuju rumah.

"Mbak Rein di rumah kan?" Randu hanya mendehem menjawab Leetha.

"Adek minta maaf, iya adek salah. Tapi adek cuma pengen nyobain naik kereta lagi Bang."

Jeda beberapa saat sebelum suara Randu mengalun pelan "Abang tau kamu pengen nyoba. Tapi gak sendiri Dek, Abang cuma takut kamu kenapa-kenapa." Sekali lagi Leetha menggumamkan maaf.

Randu selalu menolak permintaan Leetha jika Adiknya itu ingin pulang naik kereta. Masa awal kerja Randu tak masalah dengan pilihan angkutan yang dipakai Leetha, apalagi rumah merekapun tak jauh dari stasiun, tapi sejak kejadian Leetha yang di goda habis-habisan dan diikuti oleh orang tak dikenal, Randu jadi melarang keras Leetha naik kereta sendiri.

Motor sudah berhenti di depan garasi, karena tadi terburu-buru Randu tak sempat menutup rapat gerbangnya. Leetha turun tanpa menginjak footstep karena Randu memakai motor matic.

"Assalamualaikum." Malik yang menyambut Leetha.

"Waalaikumsalam." Jawab Malik, Randu melewati Malik dan masuk ke dalam rumah.

"Tadi Randu bilang Ursa mau kesini?" Tanya Malik saat Leetha sedang membuka sepatu dan kaos kakinya.

"Iya Pak."

"Rejeki banget ya pas banget Bapak libur." Malik menyandarkan badannya didaun pintu, "Kok kamu gak pulang bareng?"

"Ada kerjaan tadi, adek pulang duluan buat bilang Ibu sama Bapak niatnya Mas Ursa."

"Itu bener besok mau ngelamar? Gak kecepetan?" Tanya Malik

"Gak lah Pak, udah ngintai dari setahun. Lagian bagus deh nikah, Randu jadi punya tambahan orang buat ngawasin ini anak." Randu yang kembali keluar menjawab tanya Malik.

"Kenapa si Ndu kesel banget?" Tanya Malik, dirinya memang melihat Randu yang saat keluar rumah tadi terburu-buru sambil marah-marah.

"Adek naik kereta Pak. Padahal kan bisa minta jemput Randu atau Bapak. Diakan tau Bapak libur juga."

"Biarin Ndu, kenapa sih lagian naik keretakan aman. Yang lalu emang bukan rejekinya Leetha naik kereta. Jangan begitu, nanti adekmu malah susah kalo pergi sendiri-sendiri." Leeha mengangguk setuju mendengar penjelasan Malik.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang