Dua puluh dua

4.5K 462 78
                                    

"Assalamualaikum." Leetha yang berlari kencang setelah mendengar suara salam menambahkan teriakan di antara kakinya yang berlari kecil. "Abang!!" Randu yang terbiasa, sudah siap membuka lebar tangannya. Menerima pelukan serta pekikan dari Leetha.

"Kebiasaan! Abangmu belum ganti baju Taa! Kotor." Leetha melepaskan pelukannya diiringi dengan ringisan.

"Susah ya Bang masuk sini?" Kini Ursa yang bersuara, sambil bersalaman pula dengan Randu. Lalu tangannya mengambil alih beberapa kantong belanjaan di tangan Randu. "Lumayan susah, untung tau nama Villanya. Jadi lebih mudah nanya warga sekitar." Randu melepaskan masker yang dikenakannya. Sepatu dan kaos kaki sudah ia lepaskan diluar, karena memang untuk masuk ke dalam villa harus melepaskan alas kaki.

"Mobil muatkan bang?" Randu hanya mengangguk menjawab Ursa.

"Dek, baju Abang keluarin deh. Mau langsung mandi aja." Leetha menurut, bergegas menuju ke kamar yang ditempatinya dan keluar membawa setelan baju, handuk serta peralatan mandi.

"Abang kamarnya disana ya, di dalamnya ada kamar mandi kok." Ucap Leetha. Ursa yang sudah kembali dari menaruh belanjaan di pantry kembali bertanya. "Abang beli kfc?". Randu membatalkan langkahnya "Iya, terserah mau di makan kapan. Beli nasi disitu biar praktis." Jawabnya.

"Kenapa gak kepikiran gitu ya aku?" Celetuk Leetha, dirinya lupa kalau di restauran cepat saji juga menjual nasi yang bisa dibeli secara terpisah. "Kamu mah emang begitu." Balas Randu sambil berlalu masuk ke dalam kamar.

"Jadi nanti mau makan apa?" Ursa melirik sekilas jamnya yang masih terpasang, "Sekarang udah mau jam 5. Mau makan kfc atau sekalian pas malem aja?" Lanjut Ursa. Karena mereka sempat makan sebelum masuk ke dalam Villa, sekitar jam 12 lebih. Tadipun waktu kosong mereka menunggu kedatangan Randu diisi dengan mengobrol dan memakan cemilan yang dibeli cukup banyak oleh Ursa dan Leetha.

"Sekalian makan malam aja mending. Nanti paginya bikin nasi goreng." Ana menjawab kebimbangan Leetha, "Oke Bu, aku beresin belanjaannya dulu." Ana kembali masuk ke dalam kamar, sedangkan Leetha menghampiri pantry yang menyatu dengan dapur di samping rumah utama, Ursa yang ngga melakukan apa-apa mengekori Leetha dibelakang. Di tengah pantry dan rumah utama ada space yang berisi meja makan panjang yang bisa memuat 10-15 orang.

"Mas udah bilang Ibunya ikut kesini?" Ursa mendudukan bokongnya dikursi pantry yang menghadap kompor, memperhatikan Leetha yang berjalan kesana-kemari. "Udah, Mas dihadiahin ceramahan Bunda. Katanya kenapa gak diajak." Leetha meringis mendengar jawaban Ursa. "Terus Mas jawab aja, dadakan. Jadi gak sempet bilang." Lanjut Ursa.

"Aku jadi gak enak."

"Gak usah dipikirin. Oh iya kita sampai Kamis aja beneran? Kan Jumat kamu masih WFH Taa." Leetha membalikkan badannya kearah Ursa. "Feeling ku nih ya, Jumat aku diminta masuk deh" Leetha menjawab sambil lalu. "Wih kalah ya cenayang sama kamu." Leetha hanya memberenggut singkat, meneruskan aktivitasnya memasukkan bahan makanan kekulkas.

"Sekalian siangin sekarang aja kali ya Mas?" Leetha mengangkat bungkusan sosis di tangannya. "Boleh, pisaunya ada dua gak? Sini Mas bantu. Tusukannya di belikan?" Leetha kali ini mengangkat tusukan satai yang diikat dengan karet. "Tapi tusukan daging kambing bukan sosis, jadi lebar bawahnya." Mengambil satu tusukan Leetha memperlihatkannya pada Ursa. "Emang kalo tusukan sate sapi beda lagi?" Leetha berpikir, menggali memorinya saat acara bakar-bakar. Dirinya mengabaikan Ursa yang kini memandangnya geli.

"Ya Allah Taa gemes banget si!" Ursa mengusak-usak rambut Leetha yang berdiri di seberangnya gemas. "Ihh berantakan Mas." Leetha berapikan helaian rambutnya, mencebik kearah Ursa.

"Mas gak serius Taa nanyanya. Kamu serius banget tapi nenggepinnya." Giliran persoalan nikah yang serius malah gak kamu tanggepin. Ursa hanya meneruskannya di dalam hati.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang