Dua puluh tiga

4.4K 455 25
                                    

Kami sudah bersiap untuk pulang, Ibu terlihat mengecek kembali barang-barang apa yang sebelumnya dibawa, memastikan gak ada yang tertinggal disini. Abang dan Mas Ursa terlihat sibuk memanaskan mobil, keputusan sudah dibuat. Aku ikut mobil Mas Ursa sedangkan Ibu di mobil Abang. Aku hanya mengangguk setuju, lagi pula aku gak mungkin membiarkan Mas Ursa menyetir sendirian setelah dirinya yang berbaik hati mengantar kami liburan, walaupun singkat.

"Udah beres semua ayo." Ibu berjalan mendahuluiku, sekarang baru pukul 10.30, tapi kami sudah memutuskan untuk pulang agar setelah sampai di rumah masih banyak waktu untuk beristirahat. "Nanti mampir tempat oleh-oleh dulu ya Taa, Ibu pengen beli cemilan deh." Aku mengangguk setuju, mengingakan kembali Ibu untuk memakai maskernya.

Kulihat Mas Ursa yang sedang pamit dengan pemilik Villa, aku mengucapkan terima kasih singkat dan bergegas masuk ke dalam mobil. Panas sekali, padahal tengah malam tadi hujan lumayan deras.

Tak lama Mas Ursa masuk, membuka jendelanya dan melongokkan kepalanya. Melihat mobil Abang yang keluar lebih dulu, tapi mobilnya malah memberi Mas Ursa tempat untuk memimpin jalan. Mas Ursa memundurkan perlahan mobilnya, berhenti tepat di depan mobil Abang. Menekan klakson sekali, mobilnya dijalankan.

"Mas maskernya naikin." Ingatku. Aku gak mau mencari masalah, aku gak paham mekanisme jalanan disini, apalagi sedang new normal begini. Pemerintah mewajibkan memakai masker sekalipun di dalam mobil. "Oh iya Ibu minta mampir di tempat oleh-oleh Mas." Lanjutku. Mas Ursa menjawab iya dan kembali fokus menyetir. Medan yang kami lewati gak terlalu bagus, jalannya belum seluruhnya terpasang aspal, masih banyak jalan berbatu. Untuknya jenis mobil Abang dan Mas Ursa tinggi, jadi aku gak banyak meringis memikirkan bagian bawah mobilnya yang akan lecet karena menghantam batu.

Mas Ursa menyodorkan ponselnya padaku, "Tolong telponin Bunda, tanyain mau dibawain apa." Aku menerima ponsel yang Mas Ursa sodorkan. "Passcodenya apa?" Aku mendapatkan gelengan tanda ia gak memakai passcode, menekan tombol lock disamping kanan. Aku menggeser wallpaper orisinil yang belum di ganti, khas cowok sekali pikirku. Menekan gambar kontak, aku mengetik 'Bunda' disana, dan voila ketemu. Ternyata Mas Ursa beneran gak neko-neko.

Terdengar nada tunggu sebanyak 4 kali sebelum panggilan diangkat.

"Assalamualaikum Bu." sapaku.

"Walaikumsalam, Leetha ya? Bunda atuh sayang."

"Iya Bunda." Balasku cepat dengan kekehan salah tingkah. "Udah dimana Nak? Kata Jovan kalian tadi udah siap-siap pulang ya?"

"Iya Bunda, ini udah di jalan pulang." Jawabku. "Mas Ursa tanya, Bunda mau titip sesuatu?" Lanjutku lagi.

"Sale deh boleh Nak." Aku mengangguk mengerti. "Sale aja Bunda?"

"Iya itu aja. Bilang Jovan hati-hati ya nyetirnya Nak."

"Baik Bunda."

"Ya sudah, assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Aku menyodorkan kembali ponsel tetapi Mas Ursa malah memberikan gelengan.

"Simpenin dulu."

Aku menarik kembali uluran tanganku, dan memasukkan ponsel milik Mas Ursa ke dalam tas kecilku. Gantian, aku mengeluarkan milikku. Mengecek kalau-kalau ada sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan. Memilih Grup BM, aku menscroll chat yang kebanyakan isinya report atau seputar pekerjaan yang sekarang sedang on progress.

Entah liburan singkat ini sudah ditakdirkan atau memang Vinna yang bisa menghandle semua, selama di puncak Vinna gak sekalipun bertanya perihal pekerjaan. Malah dirinya di grup—pertemanan kami dengan semangat membocorkan dengan siapa aku berlibur. Alhasil, Alin dan Mesti menodongku untuk menceritakan semua yang mereka lewatkan. Karena bagi mereka, 'Leetha berlibur bersama orang 'asing' dan diizinkan Randu itu benar-benar keajaiban'. Aku hanya mengiyakan, bingung juga sebenarnya apa yang harus kuceritakan, jadi semua kuserahkan pada mereka, ingin bertanya apa.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang