Tiga

5.9K 616 7
                                    

Aku melihat sekitar dengan cermat terlebih dahulu, memeriksa tempat Mbak Diana tadi berdiri dan kembali menengok kearah sebaliknya. Aku tak pernah menghindar jika bertemu dengan rekan sekantor diluar jam kerja. Tetapi untuk Mas Ursa aku sebisa mungkin tak bertemu selain di jam kerja sejak sikapnya yang aneh itu. Setidaknya jika Mbak Diana saja, aku tak masalah. Malah akan ku ajak untuk bergabung, tetapi karena Mbak Diana bersama Mas Ursa. Ajakan itu menghilang dalam sekejap. Di tambah dengan informasi yang disampaikan Pak Dio.

Setelah kurasa aman, aku berjalan cepat kembali ke restaurant Hotpot. Menemukan Alin dan Mesti yang duduk manis dengan masing-masing minuman di depannya.

Omong-omong, kaliam tentu belum mengenal kedua teman yang sedang bersamaku ini kan? Biar kuperkenalkan mereka terlebih dahulu, walaupun ini sedikit terlambat.

Yang seperti pohon kelapa adalah Pramesti Gunawan, perempuan dengan tinggi yang menjulang tapi seksi itu (menurut Mesti) adalah temanku sejak semester 1 kelas XI dibangku SMA. Kami melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi swasta yang sama tetapi dengan jurusan berbeda.

Selanjutnya ada Alyna Faradisa, 'si cantik dari keraton' begitulah kadang Mesti meledeknya. Kami bertemu di SMA yang sama dimana Alin berperan sebagai Junior jutek yang menyebalkan (menurut Mesti lagi). Alin adalah yang termuda diantara kami, usianya satu tahun dibawahku.

Terakhir adalah Savinna Dwi Putri—saat ini tak bisa hadir, perempuan seusiaku dan juga bekerja di kantor yang sama denganku. Kami bertemu saat baru memasuki dunia perkuliahan. Aku dan Vinna berasal dari jurusan yang sama dan di pertemukan dikelas yang sama pula. Setelah mengenalkannya pada Mesti secara tanpa sengaja, Vinna malah semakin akrab denganku, yang menjadikan kami dekat sampai sekarang. Ditambah dengan Alin, walaupun berbeda kampus, kami selalu menyempatkan berkumpul setidaknya sebulan sekali. Komunikasi di grup pun terus berjalan, ada saja bahasan yang diperdebatkan, tapi itu malah mengasikkan. Apalagi jika Mesti sudah muncul dengan 'gosip-gosip' yang diledek habis-habisan oleh dirinya tapi dinikmati bersama juga.

Kembali pada saat ini, aku mengambil nafas dalam dan membuangnya perlahan. Ternyata mengendap-endap melelahkan.

"Ngapain lo jalan cepet gitu? Mana celingukan dan ngendep-ngendep pula. Mencurigakan banget lo, ketemu siapa?" Todong Mesti saat bokongku mendarat dengan sempurna dikursi.

"Rekan kantor, tapi yang ini pengen banget aku hindari untuk waktu yang tidak dapat ditentukan." jawabanku membuat Alin menaikan sebelah alisnya.

"Kalian ingetkan sama cowok yang aku ceritain 2 minggu lalu?" Aku menyondongkan tubuh kearah mereka dan mendapat jawaban anggukan secara bersamaan.

"Makin aneh aja dia. Aku belum nemu penyebabnya, makanya aku jadi ngindarin Mas Ursa. Karena belakangan ini juga, aku dikasih kabar yang rada janggal tentang dia."

"Janggal gimana?"

"Orang kantorku nyebutin 2 orang yang dideketin Mas Ursa, itu yang ngomong orangnya langsung loh, walaupun yang satu aku dikasih tau Boss." tangan Mesti mengibas tak setuju mendengar penjelasanku.

"Gosip itu, baru katanya kan. Udah si respon aja Taa. Lo jomblo inikan." Ujar Mesti yang anehnya selalu terlihat paling menikmati gosip.

"Iya kenapa gak kamu respon si Ta? Perasaan kamu bilang klop sama dia." Alin ikut menyuarakan pertanyaannya.

"Masalahnya aku klop karena kami cocok aja ritme kerjanya."

"Coba aja dulu, kan kamu gak membuka makanya gak nemu kecocokan selain ritme kerja. Malah harusnya lebih mudah loh Ta kalau udah ada salah satu kecocokan gitu." Saran Alin, yang di sambung Mesti dengan anggukan-anggukan setuju.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang