Kami berpisah setelah sebelumnya sempat mampir untuk makan, saat keluar dari tempat makan langit sudah mulai gelap. Sekarang yang kulakukan adalah duduk bersandar dengan tangan melingkari perut Mas Ursa diatas motornya. Ternyata selama ini Bang Johan-dia memaksaku mengganti panggilan 'Pak'nya menjadi Mas, tapi sudah tentu dong Mas Ursa ngga bakal diam aja. Jadi Mbak Diana mengusulkan untuk memanggil Abang, adalah sepupu Mas Ursa. Mbak Diana dulunya adalah senior di kampus tempat Mas Ursa dan Bang Johan menyelesaikan S1nya, Mbak Diana juga bercerita kalau ternyata mereka menjalin hubungan pun setelah bekerja di kantor yang sama.
"Kamu gak tidur kan?" Aku hanya menggerakkan kepala yang aku sandarkan di punggungnya.
Masih dengan merebahkan kepala, aku bertanya dengan dengan suara agak dikeraskan "Yang tadi Mas omongin di butik serius?".
Secara otomatis, otakku memutar ulang adegan di butik tadi. Setelah selesai mengganti setelan, aku kembali duduk di sofa. Mas Ursa pun juga sudah mengganti bajunya, kali ini aku duduk bersebelahan dengannya bukan duduk terpisah. Saat itu kondisi di depan sepi, karena Mbak Bina kembali ke ruangannya dan pasangan yang sebentar lagi menikah itu sedang sibuk mencoba baju. Tiba-tiba Mas Ursa mengeluarkan kotak kecil, bukan kegeeran tapi aku jelas tau isinya apa. Mas Ursa gak membukanya, tapi dia mengarahkan kotak kecil itu padaku.
"Mas udah bicara dengan Bang Randu." Aku hanya memandangi matanya, gak mencoba untuk melihat kotak kecil ditangannya lagi.
"Niat Mas masih sama Taa, untuk menikahi kamu. Menjadikan kamu istri Mas."
Debaran jantungku mulai menggila, kali ini aku melihat tangan Mas Ursa seperti membuka kotak itu, dan tanpa di perintah mataku turun juga ke tangannya. "Mas bukan orang lama seperti Alin, Vinna ataupun Mesti. Seperti yang pernah Mas bilang, Mas mampu membangun dunia baru asal kamu mau bekerja sama ya Taa. Bantu Mas, tegur kalo memang Mas keterlaluan atau ada sesuatu yang gak kamu sukai. Mas terbuka dengan segala kritik atau masukan. Kita bisa membicarakan semuanya, gak perlu saling mendiami diri kalo memang merasa ada yang salah. Semuanya bakal berjalan sesuai apa yang kita harapkan kalo kita bisa terbuka. Dan Mas ingat, kamu minta keterbukaan. Mas juga minta hal yang sama Taa, beritahu apapun yang menjadi sakitnya kamu. Jangan hanya jadikan Mas kepala keluarga, tapi jadikan juga Mas sahabat, teman, adik, kakak dan orang tua kamu." Aku memandangnya lama, rasanya ada yang menggumpal dikantung mata saat melihat Mas Ursa terlihat besungguh-sungguh.
"Mas gak marah kalo aku bilang tunggu?" Aku mengeluarkan suaraku, karena di butik tadi saat aku mau menjawab Mbak Diana keluar dari fitting room. Menurutku gak terlalu pantas membicarakan apa langkah yang akan kami ambil untuk ke depannya di hadapan banyak orang. Walaupun itu keluarga Mas Ursa, tapi aku yakin apa yang akan aku keluarkan nanti bisa saja karena terpengaruh dengan mereka.
"Boleh Mas tau apa yang membuat Mas harus menunggu?"
"Aku pengen Abang duluan yang menikah." Kali ini aku memindahkan kepalaku di pundak kirinya, berpangku dagu disana. Bermaksud agar suara yang kukeluarkan dapat di dengar Mas Ursa.
"Niat abang untuk nikahin Mbak Rain udah lama banget, tapi karena Mbak Rain lagi S2 Abang ngalah. Aku juga taunya mereka putus, ternyata udah balik berdua, lagi pula Abang gak merasa di desak oleh siapapun perihal pernikahan, makanya masih terlihat santai." Kataku. "Abang gak masalah aku langkahi, tapi aku pengen lihat abang nikah lebih dulu. Apa aku terlalu egois minta ini ke Mas?" Lanjutku.
"Gaksayang, kan Mas udah bilang. Mas gak akan memaksa kamu, malah Mas bersyukur. Berarti kamu gak menolak Mas." Tanpa sadar aku tersenyum mendengar jawabannya.
"Kalo tunangan dulu, kamu gimana?" Aku mendengar nada ragu di suara Mas Ursa. Apa dia segininya memikirkan perasaan aku?
"Boleh. Nanti aku bilang Bapak ya." Mas Ursa menolehkan kepalanya dengan semangat kearahku, membuat aku meringis kecil karna hantaman helm miliknya dengan helm yang kupakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
end | Let Me Know
General Fiction"Jadi 'anak' kesayangan itu enak." Kata Taleetha, Leader HRD GA TReasars Grup. Leetha, atau biasanya dipenggal menjadi 'Taa' kembali mempertanyakan keberuntungan yang setiap hari menemaninya, tetapi selalu hilang setiap hari Sabtu. 'Oke, bukan men...