Hari selasa, baru seminggu lebih tiga hari di rumah udah bikin aku makin nggak betah. Mau ke rumah Ibu, tapi rasanya masih ada yang mengganjal karena kedatangannya 4 hari lalu. Tapi alasan sebenarnya adalah aku yang nggak siap ketemu Ibu kalo cuma sendirian. Mau ke tempat Bunda tapi baru aja kemarin Bunda datang kesini. Ke rumah Mbak Rein, aku yakin 100 persen Mbak Rein pasti masih di kampus. Tapi sebentar, aku inget. Mas Ursa belum sempet beli selimut yang aku pengen itu. Apa ke mall aja? Sama anak-anak kayaknya seru ya. Sekarang masih jam 2, seharusnya Mesti bisa ikut datang juga.
Beranjak dari ranjang dan mendekati nakas untukmengambil ponsel, kukirimkan pesan ke grup untuk menanyakan kesibukan mereka. Tak berselang lama, chat balasan dari ketiganya membuatku memekik kegirangan. Ketiganya bersedia untuk datang. Rasanya udah lama nggak berkumpul dengan mereka kecuali ada acara besar, dan karena posisi rumah kami yang amat berjauhan, sedikit membatasi kunjungan aku atau yang lainnya. Ditambah aku, Vinna dan Alin yang memutuskan menikah. Waktu kami nggak sebebas sebelum kami menggambar tanda tangan di buku nikah.
Dengan semangat yang semakin meletup-meletup, kuhampiri lemari. Memilih mana baju yang cocok untuk acara berkumpulku hari ini. Dihitung-hitung kami sudah tak bersua sekitar 4 bulan? Karena hari terakhir kami bertemu adalah saat acara syukuran Abang Nio. Semua temanku diundang, karena mereka juga dekat dengan Mbak Diana.
"Baju ini lucu deh." Pilihanku langsung tertuju pada baju terusan berwarna coklat susu. Mengeluarkannya, aku juga mengambil jaket hitam yang akan kugunakan sebagai luaran. Aku mengganti bajuku dengan berhati-hati, setelah selesai berpindah pada meja rias. Aku hanya menaburkan bedak serta menyeting lipcream dan alisku senatural mungkin. Tapi sepertinya pakai warna maroon lebih bagus untuk bibirku? Menghapusnya cepat, aku mengganti warna nude dan menggantinya dengan lipcream maroon.
"Perfect! Ayo berangkat." Kuambil tas hitam di meja samping nakas ranjang. Membawanya keluar bersamaku setelah memastikan ac dan lampu kamar udah kumatikan.
"Mas Ursa!" Ingatku saat menginjakkan kaki di ruang tamu, melihat helmnya yang ada didekat pintu, aku baru teringat belum meminta izin padanya.
"Pesen mobil dulu deh ya. Dimobil baru aku kabarin, lagi pula aku pergi sama Alin, Mesti dan Vinna. Mas Ursa nggak pernah larang." Sepertinya lanjutku dalam hati. Karena sebelumnya tepatnya saat kehamilanku menginjak bulan ke 3, aku pernah meminta izin pergi bersama sahabatku, dan tanggapan Mas Ursa positif. Jadi seharusnya sekarang nggak masalah kan?
"Alhamdulillah rezeki, dapatnya cepet dan drivernya deket lagi." Ujarku sembari mengambil sepatu coklat dan segera memakainya, keluar dari pintu tak lupa aku menguncinya.
Berhasil mengunci pintu, motor besar dan motor matic Mas Ursa menyambutku. Motor matic yang dibeli Mas Ursa beberapa waktu lalu, karena aku yang mengeluh ingin naik motor dengannya. Alhasil Mas Ursa membeli motor matic, bekas tentu aja! Aku yang memintanya dan jangan lupa, aku yang memilihnya juga.
Bunyi klakson menyadarkanku, melangkah perlahan aku menghampirinya.
"Betul Taaletha?" Sapa supir saat aku membuka pintu belakang. Aku mengangguk mengiyakan dan masuk dengan perlahan. "Mall MC ya Mbak, berangkat sekarang ya Mbak." Aku kembali mengangguk, lalu menyamankan dudukku. Mengelus perutku perlahan, aku bersenandung kecil mengikuti irama lagu barat yang terputar dari radio mobil.
"Sendiri aja Bu?" Aku tak tahan untuk tersenyum saat kulihat Bapak itu mengubah panggilannya setelah melirikku yang asik mengelus perutku.
"Iya Pak, bosan di rumah. Jadi jalan-jalan keluar aja." Balasku tak kalah ramahnya.
"Udah berapa bulan Bu? Nggak takut jalan-jalan sendiri?" Si Bapak terlihat beberapa kali melirikku dari spion tengah.
"Udah di bulan kesembilan Pak, insyallah nggak takut Pak. Kan sampai sana saya bareng-bareng nanti." Si Bapak mengangguk-angguk mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
end | Let Me Know
General Fiction"Jadi 'anak' kesayangan itu enak." Kata Taleetha, Leader HRD GA TReasars Grup. Leetha, atau biasanya dipenggal menjadi 'Taa' kembali mempertanyakan keberuntungan yang setiap hari menemaninya, tetapi selalu hilang setiap hari Sabtu. 'Oke, bukan men...