Dua puluh sembilan

3.9K 439 31
                                    

"Wih ada Pak Jovan! Mau samperin Bu Leetha ya?" Despa menyapa Ursa yang melewati kubikelnya. "Iya nih Pak, mau makan siang berduaan." Despa menyerukan semangat yang di balas Ursa dengan tawa pelannya.

"Udah?" Ursa sampai di dalam ruangan Leetha, melihat gadisnya itu sedang membereskan meja. Hanya mengangguk Leetha berjalan kearah Ursa yang langsung ditanggapi gandengan tangan oleh Ursa.

"Makan diatas aja?" Mereka melewati Despa sambil menyapa yang hanya tinggal sendiri diruangan bersekat itu.

"Makan soto di kantin juga boleh, aku udah lama banget gak makan dikantin. Biasanya di bungkus." Ursa mengangguk mengerti.

Di meja resepsionis mereka bertemu dengan Lusty yang sedang sibuk dengan ponselnya dan Bening yang terlihat mengecek sesuatu di komputer. Leetha masih memandang Lusty yang menunduk. "Kenapa?" Tanya Ursa yang melihat gelagat Leetha. Ursa menahan pintu agar tak membentur Leetha. "Gak kenapa-kenapa." Mereka sudah berhasil keluar, dilangkahkan kaki keduanya menuju kantin yang berada di dekat gudang di lantai yang sama.

"Tadi kamu tanyain kapan Mas bisa ke rumah, Bapak udah izinkan?" Ursa memulai perbincangan.

"Abang tetep mau aku yang nikah duluan." Mendengar apa yang keluar dari mulut Leetha menbuat Ursa ingin berteriak senang.

"Tapi kamu gimana?"

"Kalo Mas penasaran kenapa aku pengen Abang nikah lebih dulu, karena aku mau taruh kebahagiaan abang diatas miliku. Rasanya aku egois aja selalu dijadikan yang pertama. Tapi Bapak bilang, kalau Abang maunya aku yang nikah duluan, aku harus terima itu." Leetha terdiam, teringat kalimat terakhir Bapak sebelum Leetha beranjak dari kamar semalan Karena bagi Bapak atau Abangmu, kebahagiaan kamu yang paling utama Taa.

"Kalo Mas boleh tanya, apa kamu terpaksa?" Leetha menggeleng cepat. "Aku gak terpaksa, cuma sedikit sedih aja. Apalagi dulu rintangan Abang itu panjang banget. Jarak umur mereka, ldr yang gak ada habisnya, putus-nyambung. Makanya aku pengen abang nikah lebih dulu." Jelas Leetha. "Tapi kalo emang maunya abang kaya gitu, aku bakal nurut. Dan perlu Mas ingat, nurutnya aku bukan karena terpaksa loh ya." Ursa mengusap kepala Leetha dengan tangannya yang bebas.

"Wih sudah official nih guys mereka!" Sambutan terdengar saat Ursa lebih dulu masuk ke dalam kantin.

"Doakan! Dukung saya!" Leetha menepuk pundak lelaki dihadapannya itu, menyembunyikan wajahnya di punggung Ursa.

"Duduk pojok aja." Leetha hanya menurut dan mengikuti Ursa di belakangnya.

"Nanti jadi ketemu Abang Randu gak? Atau kita langsung pulang aja?" Ursa mendudukan Leetha, sedangkan dirinya duduk di depan Leetha.

"Mas gak sibuk emang?"

"Pak Putra belum ngasih arahan untuk lembur." Jawab Ursa. "Kamu soto aja? Minumnya apa? Biar Mas yang pesen." Ursa kembali bangkit dari duduknya.

"Es teh manis." Lalu Ursa menghampiri kios soto didepan sana.

* * * * *

Diatas meja sudah terdampar dua mangkuk dan 1 piring kosong tak berisi, sedangkan 1 piring masih berisi nasi putih yang hampir tak tercolek. 2 gelas es teh masih berada di depan masing-masing Leetha dan Ursa. Leetha sibuk menyedot esnya sedangkan Ursa sibuk memandangi objek di depannya.

"Kalo Mas kesana besok gimana?" Leetha menghentikan kegiatannya. "Bukannya keluarga Mas lagi sibuk? Kan Mbak Diana dan Bang Johan mau ada acara juga."

"Kan di urus WO, kami cuma sibuk pas hari H-1 mungkin."

"Emang Mas udah nanyain ke keluarga Mas?" Ursa mengangguk yang mana membuat Leetha terbelalak kaget.

end | Let Me KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang