"Mas." Aku menggoyangkan tubuh Mas Ursa yang masih telungkup diatas kasur.
"Mas subuhan dulu." Sekali lagi kugoyangkan badannya, kali ini ditembah tepukan di punggungnya yang terpampang di depan mataku.
"Hmmm."
"Aku tinggal nih"
"Iya sayang ini bangun." Mas Ursa memutar tubuhnya menghadap kearahku. "Eh istri udah mandi, baru mau ibadah pagi." Aku menepuk dadanya refleks setelah mendengar kalimat ngawurnya.
"Mandi cepetan, udah jam 5."
"Sini cium dulu." Belum juga menghindar, badanku malah ditarik keatas dadanya.
"Mas ih!" Menggerak-gerakkan kepala, aku mencoba menghindari ciuman dan kecupan Mas Ursa di seluruh wajahku.
"Siniin bibirnya, habis itu Mas mandi janji." Belum juga menoleh, kepalaku sudah diposisikan tepat di hadapan wajah yang ekhem selalu tampan walaupun masih bermuka bantal.
Aku mendorong bahunya pelan saat ciumannya sudah bisa kuprediksi bakal berlanjut ke hal-hal lainnya. "Katanya cium aja, mandi cepet. Nanti kita terlambat." Mas Ursa kini bangkit dari duduknya.
"Mau sarapan di rumah dulu?" Aku ikut berdiri, belum juga bergerak, Mas Ursa kembali memutar badannya dan menciumku lagi.
"Mandi bareng yu sayang."
"Aku kan udah mandi, cepetan Mas. Terus subuhan, tadi aku udah sholat duluan."
"Sarapan disana aja." Aku mengangguk saat mendengar jawaban darinya "Aku bikinin teh aja ya berarti?" Mas Ursa mengangguk sebelum berlalu menuju kamar mandi yang memang ada didalam kamar.
Setelah menyiapkan kaos hitam, celana dan pakaian dalam Mas Ursa diatas ranjang, aku keluar dari kamar menuju dapur.
Mengambil ceret dan memasukkan air lalu memanaskannya. Sembari menunggu aku menyiapkan gelas serta menuangkan teh dan gula ke dalam cangkir, lalu mengambil susu dan gelas tinggi untukku. Menunggu beberapa menit, bunyi nyaring ceret mengisi heningnya dapur.
Kuaduk susu dan teh bergantian. Lalu membawanya ke meja makan yang terletak didepan dapur. Meja makan dan dapur disekat dengan tembok yang bisa juga dijadikan meja santai untuk minum dan mengobrol.
Aku menyesap susu coklat di tanganku. Sebenernya ini keinginan Ibu juga Bunda, ada baiknya aku minum susu program hamil. Baik keluargaku ataupun Mas Ursa memang gak ada yang memaksaku untuk cepat-cepat hamil, Bunda malah menyarankan aku dan Mas Ursa menikmati dulu indahnya pernikahan hanya berdua. Jadi minum susu ini pyur untuk berjaga-jaga saja. Aku juga sepakat dengan Mas Ursa untuk gak menunda, biarkan saja di jalanin apa adanya.
Tak lama kulihat Mas Ursa keluar dari pintu kamar utama, di tubuhnya sudah melekat pakaian yang tadi kusiapkan. Mas Ursa berhenti tepat di hadapanku, tanpa sadar aku mendongak dan diberikan kecupan di kening dan bibir. Itu salah satu kebiasaan yang Mas Ursa lakukan sejak kami menikah, karena sering dilakukan. Aku jadi terbiasa, dikecup dan dicium di meja makan setiap pagi.
Setelah itu Mas Ursa menduduki kursi yang posisinya bersebelahan denganku dan ikut meminum teh hangatnya dengan cepat.
"Naik motor atau mobil sayang?"
"Motor aja yu." Kulihat Mas Ursa mengangguk sebelum beranjak dari duduknya.
Aku membereskan gelas dan mencucinya cepat, lalu berjalan kearah kamar. Mengambil tas dan mengisinya dengan barang-barang yang ingin kubawa. Kuperiksa tas sekali lagi, dompetku dan Mas Ursa, dua buah ponsel, hand sanitizer, masker cadangan. tissue basah dan tissue kering juga sudah. Kulihat kasur sudah rapi, sepertinya Mas Ursa yang merapikan. Bergegas aku keluar kamar dan menuju pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
end | Let Me Know
General Fiction"Jadi 'anak' kesayangan itu enak." Kata Taleetha, Leader HRD GA TReasars Grup. Leetha, atau biasanya dipenggal menjadi 'Taa' kembali mempertanyakan keberuntungan yang setiap hari menemaninya, tetapi selalu hilang setiap hari Sabtu. 'Oke, bukan men...