[22] Kebetulan

30.2K 3.6K 120
                                    


Apa satu kata yang menggambarkan dunia novel online?

Klise.

Tentu saja. Semua yang terjadi selalu klise dan terlalu konyol untuk disebut "kebetulan". Seperti kali ini, Laura harus berpasangan dengan Bulan untuk sebuah tugas resensi novel atau cerpen sastra Indonesia angkatan 1966. Kalau bisa, Laura lebih memilih untuk menulis resensi lima buku seorang diri daripada satu kelompok bersama Bulan.

Di cerita sebelumnya, Laura memang selalu berkelompok dengan Bulan karena memang ia menginginkannya. Persahabatan mereka pun tumbuh dari kerja kelompok itu. Lalu, sampai akhirnya bendera perang dikibarkan. Laura menjadikan "tugas kelompok" sebagai alasan untuk merundung Bulan. Tidak hanya sendiri, Laura juga melibatkan teman-teman populernya untuk menjatuhkan Bulan.

Apa si penulis ingin mengulang jalan cerita itu, meski Laura sama sekali tidak berpikiran jahat apalagi bergabung dengan anak-anak populer?

Laura mendesah. Nggak ada pilihan lain selain dijalanin, 'kan? Gue cuma karakter antagonis bukannya Tuhan.

Jam pelajaran Bu Retno berakhir tepat ketika bel istirahat kedua berbunyi. Teman-teman sekelas Laura pun berhamburan keluar kelas. Sebagian dari mereka berseru ingin pergi ke perpustakaan untuk mencari novel atau buku kumpulan cerpen sesuai tugas yang dibagikan. Bu Retno memberi syarat untuk tugas yang akan dikumpulkan hari Jumat itu, yaitu tidak boleh memilih judul yang sama untuk setiap pasangan. Jadi, sudah pasti teman-teman Laura akan menyerbu perpustakaan agar mendapat naskah yang diinginkannya.

Laura melihat Bulan keluar dari kursinya. Ia menebak jika cewek itu akan menghampirinya dan mengajak Laura ke perpustakaan. Tentu saja dengan gaya kalem dan senyum manis yang mampu membuat buah mengkudu langsung jadi manisan. Laura berusaha untuk menahan umpatannya di dalam hati.

"Hai, Lau!" sapa Bulan begitu sampai di meja Laura. Ia pun menduduki bangku Radit yang kosong karena pemiliknya sudah meluncur ke perpustakaan. "Mau ke perpus sekarang?"

Nggak mau! Bahkan berpasangan sama lo aja gue terpaksa. Namun, yang bisa Laura lakukan hanya memaksakan senyum. Kalau bukan karena reputasinya sebagai murid terbaik seangkatan bisa tercoreng, Laura pasti akan meminta Bu Retno untuk berganti pasangan.

"Boleh. Ayo!"

Bulan tidak bergerak sebelum Laura berdiri dari kursinya. Ia terlihat seperti dayang permaisuri di drama-drama kolosal Korea. Bulan melangkah ketika Laura melangkah, bahkan berusaha untuk menyamai ritme langkahnya. Tingkat minder cewek ini sudah dalam tahap membuat Laura sendiri tidak nyaman.

"Aku rasa, kita pakai N.H. Dini aja deh, Lau. Beliau 'kan sastrawan perempuan, udah gitu tema yang sering diangkat juga menarik."

"Oke."

Bulan memang cewek yang baik—kelewat baik malah. Selain itu, ia adalah siswi berprestasi, pintar, dan rajin. Ah, jangan lupakan pula paras cantiknya. si penulis membuat Bulan hampir tidak mempunyai kekurangan kecuali keadaan ekonominya. Istilahnya, tidak ada yang bisa dibenci dari seorang Rembulan. Namun, bagaimanapun baiknya Bulan, Laura selalu merasa ada sisi dalam diri Bulan yang membuatnya tidak nyaman. Mungkin inilah yang dinamakan "intuisi seorang antagonis".

Seperti dugaan Laura, perpustakaan dipenuhi oleh siswa-siswi kelas 11 yang mendapat tugas dari Bu Retno. Bukan hanya teman-teman sekelasnya, beberapa siswa dari kelas lain pun terlihat memenuhi pintu masuk perpustakaan. Kalau sudah begini, hanya ada dua kemungkinan, mereka harus menghabiskan waktu istirahat kedua ini untuk menunggu atau sama sekali tidak mendapatkan buku untuk diresensi.

Laura dan Bulan berhenti beberapa meter dari pintu masuk perpustakaan. Helaan napas diembuskan keduanya. Laura pun memikirkan alternatif lain agar bisa mendapatkan buku untuk diresensi. Mereka bisa meminta Radit mencarikan buku, atau... Ah! Kenapa gue bisa lupa!

VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang