[4] Kantin

65.6K 7.8K 91
                                    

Laura seolah bisa merasakan aroma ijazah SMA-nya begitu mampu melewati semester pertama ini dengan mulus. Ia tidak peduli kalau tidak menjadi tokoh utama. Lebih baik menjadi tokoh yang sama sekali tidak penting, daripada terus mengalami kejadian-kejadian klise karena perannya sebagai antagonis. Lagi pula, menjadi tokoh utama juga sepertinya tidak semenyenangkan kedengarannya.

Tidak seperti di cerita sebelumnya, teman-teman dekat Laura kali ini adalah anak baik-baik. Ada Radit dan Hana yang seperti Tom & Jerry, ada Mou—manusia terpintar di kelas setelah Laura, memiliki kesan lebih serius dan pendiam. Sementara Alvin itu lebih bawel dibanding ibu-ibu komplek yang suka bergosip

"Ayo dong, Lau. Masa lo mau ngelewatin kesempatan menikmati siomay Mang Ujang yang jadi super gyoza bintang 5 karena ditraktir Hana, sih ...."

Alvin terus saja menusuk pelan lengan Laura dengan dua jari telunjuknya. Bibirnya pun mengerucut, seperti anak kecil yang merajuk karena permintaannya tidak dipenuhi.

"Lau, lo tau, nggak? Traktiran Hana itu yang terbaik pokoknya." Bisikan Radit terdengar lebih menggoda daripada bisikan iblis mana pun.

"Ya udah sih kalau emang Laura nggak mau. 'Kan lumayan, uang gue irit sepuluh ribu."

Laura mengulum senyum begitu mendengar ucapan ketus Hana. Ia tahu, kalau sebenarnya Hana pasti kecewa karena Laura memilih untuk tetap memakan bekal di kelas daripada pergi ke kantin dan makan siomay di sana. Sebenarnya tidak ada acara khusus hari ini. Hanya saja, sepertinya mereka memang sudah merencanakan hal ini sebelumnya—tanpa diketahui Laura. Itu pasti karena Laura selalu menghabiskan jam istirahat di kelas atau di perpustakaan.

"Oke, oke, gue ikut," jawab Laura. Ia pun menutup kembali kotak bekalnya. "Tapi kalian harus bantuin gue makan ini, ya. Nggak enak tahu sama Bi Cici."

"Wokeh!"

Radit, Hana, dan Alvin menjawab serempak sambil menunjukkan ibu jari mereka. Mou pun ikut, dengan gaya yang lebih kalem.

Setelah ketuk palu, mereka berjalan beriringan menuju kantin. Laura bukannya tidak suka tempat ramai, hanya saja, ia memang lebih nyaman memakan bekalnya di kelas. Di cerita yang dulu pun, ia selalu memakan bekal bersama Bulan di kelas atau kursi depan kelas. Ia baru rajin nongkrong di kantin ketika bergabung dengan geng cewek-cewek populer, sejak tahu Bulan adalah saingan cintanya.

Untungnya kali ini gue bukan tokoh utama novel lagi, gumam Laura dalam hati.

"Na! Gue ganti menu jadi bakso, ya!" Alvin berkata dengan semangat begitu mereka memasuki kantin.

"Nih! Pesen sendiri!" Hana meletakkan uang sebanyak tujuh puluh ribu dengan keras ke telapak tangan Alvin. "Sekalian pesenin yang lain. Gue nasi ulam."

"Gue siomay."

"Gue juga. Sama jus jeruk sekalian." Radit memberikan uang sepuluh ribu sebagai tambahan untuk jus jeruknya.

"Gue bakso aja. Nggak pakai toge."

"Woy, woy, woy, kenapa jadi beda-beda begini?"

Di tengah kantin yang ramai, dan permintaan teman-temannya yang beragam, Alvin tampak kebingungan sendiri. Namun, mereka berempat tidak peduli. Mereka sepertinya punya pemikiran yang sama kenapa tega melakukan itu pada Alvin.

"Siapa suruh ngide makan bakso!" ucap Hana, lalu langsung melengos pergi mencari meja kosong. Tiga orang lainnya pun mengikuti Hana setelah melempar senyum puas ke arah Alvin.

VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang