Jam istirahat pertama hari Senin ini berbeda dari hari yang lain. Bukan kantin atau lapangan yang dipenuhi murid-murid, melainkan mading di depan ruang audit. Mulai dari kelas satu sampai kelas tiga, jurusan IPA dan IPS, semua berkumpul seperti lebah di sarangnya. Obrolan, pekikan, sampai teriakan bercampur jadi satu. Bahkan insiden dorong-dorongan kecil pun beberapa kali terjadi.
Setelah ujian midterm, sekolah pasti akan mengumumkan peringkat nilai seluruh kelas di mading. Ini hanya terjadi setiap tengah semester, karena di akhir semester mereka bisa mengetahuinya lewat rapor. Meski katanya ini adalah bentuk motivasi dari sekolah, banyak yang menganggapnya hanya sekadar ajang pamer dan menciptakan atmosfer penuh kompetisi.
Laura dan Mou tidak ikut berdesakan di sana. Bukan sombong, tapi mereka sudah bisa menebak apa yang tertulis di daftar nilai yang tertempel di mading. Mereka cukup percaya diri dengan midterm kemarin. Lagi pula, ada Hana—sang penerobos andal—yang sudah lebih dulu menyusup ke dalam kerumunan.
"Lau! Mou!"
Di antara riuh rendah suara murid-murid di sini, Laura dan Mou bisa mendengar teriakan Hana. Lima detik kemudian, Hana muncul di hadapan mereka dengan napas terengah-engah. Meski begitu, wajahnya terlihat sangat sumringah.
"Gila! Kalian peringkat satu-dua lagi!"
Sementara Mou menyembunyikan senyum bahagianya, Laura malah jelas-jelas tersenyum lebar. Akhirnya masa depan cerah telah terpampang di kehidupan kali ini. Ia tidak mau hanya terjebak dalam cinta sepihak yang bodoh.
"Lo gimana?" tanya Mou.
"Sama kayak kemarin." Hana menghela napas "Radit juga sama, cuma Alvin doang yang turun jadi 42."
Meski terkesan masa bodoh, Hana merupakan anak yang cerdas. Semester kemarin ia berhasil masuk 20 besar, begitu juga Radit yang kembali nangkring di posisi 5 besar. Laura semakin yakin kalau hidupnya kali ini akan berjalan dengan baik. Ia bertemu teman-teman dengan pikiran yang sehat dan pintar.
"Lo tahu apa yang lebih ngagetin?" ucap Hana tiba-tiba, menimbulkan rasa penasaran di kepala Laura. "Anak IPA 2 ada yang masuk lima besar!"
Midterm semester lalu, lima besar angkatan diisi oleh murid dari IPA 1. Sementara anak IPA 2 hanya 2 orang yang berhasil mencapai sepuluh besar. Itu bukan hal yang besar, mengingat IPA 1 memang berisi anak-anak terpintar di sekolah ini. Namun, kali ini berbeda. Ini adalah berita besar.
"Serius?"
Hana memang selalu memberi info dengan semangat tanpa perlu Laura melihat mading lagi. Ini pertama kalinya Laura merasa tertarik untuk melihat peringkat midterm. Tidak mudah untuk anak kelas lain menyusul kecepatan IPA 1. Jika sudah begini, pasti anak itu akan menjadi bahan pujian guru-guru dan murid-murid di sini.
"Nggak percaya?" tanya Hana. Lalu, tanpa aba-aba, ia menarik tangan Laura. "Yok, lihat sendiri!"
Seperti kepala belut di dalam lumpur, Hana dengan lincah bergerak di antara kerumunan orang. Laura hanya berperan sebagai ekor, mengikuti ke mana pun Hana menariknya. Dalam sekejap, mereka tiba di depan kertas besar berisi daftar nama yang ditempel di mading. Hana langsung menunjuk nama Laura yang berada di urutan paling atas.
Berada di urutan paling atas memang mencolok, tapi menjadi satu-satunya "IPA 2" di posisi atas tentu lebih mengundang perhatian. Laura menyipitkan mata untuk membaca nama orang itu. Siapa tahu kalau itu adalah salah satu orang yang dikenalnya. Ya ... meski faktanya Laura tidak terlalu banyak mengenal orang di sekolah ini selain teman-teman sekelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain
Teen Fiction[Laura adalah tokoh antagonis yang memiliki akhir hidup menyedihkan.] Aku tidak mau menjadi Laura yang seperti itu---itu adalah tekad yang pasti ketika aku sampai di dunia ini. Aku ingin mengubah jalan hidup Laura. Laura harusnya menjadi wanita kar...