Cuaca di bulan Agustus memang panas, mengingat ini adalah puncak musim kemarau. Jam digital yang melingkar di tangan Dylan baru menunjukkan pukul 9.27, tapi terik matahari sudah membakar sampai kulit. Di tengah orang-orang yang berbondong masuk ke dalam GOR Tarumanegara untuk menonton pertandingan Taekwondo tingkat provinsi, Dylan masih enggan beranjak dari pintu masuk. Dylan pun menebak kalau kursi di tribun strategis pasti sudah penuh.
Alasan Dylan masih berdiri di pintu masuk GOR dan bukan menempati kursi strategis di dalam sana adalah karena Laura belum datang. Mereka berjanji untuk bertemu di pintu masuk GOR pukul 9.30—tepat tiga puluh menit sebelum pertandingan dimulai. Di saat seperti ini, keinginan Dylan untuk kembali mengendarai motornya dan menjemput Laura sangat besar. Menunggu Laura adalah hal yang paling membuat Dylan jengkel.
"Dylan ... 'kan?"
Dylan menoleh, menyangka kalau Laura-lah yang menyapa dirinya. Di tengah hiruk-pikuk orang-orang yang ingin masuk ke dalam GOR, Dylan tidak bisa membedakan suara dengan pasti. Mata yang antusias itu kembali turun ketika tahu kalau orang yang menyapanya adalah Bulan. Dylan sudah cukup jengkel karena Laura tidak kunjung datang, dan sekarang diperburuk oleh kehadiran cewek ini. Entahlah, Dylan hanya tidak suka kehadirannya. Ia merasa tidak nyaman.
"Kenapa nggak masuk?" tanya Bulan dengan lembut. Apa mungkin Bulan memilih untuk pura-pura tidak tahu kalau Dylan sedang tidak mengacuhkannya?
"Nunggu Laura."
"Ah, iya ...." Bulan bergumam sambil mengangguk-angguk. "Dia mau datang sama Mou dan Hana, 'kan?"
Dylan baru tahu hal itu. Semalam, Laura menolak ketika Dylan mengajaknya berangkat bersama dengan taksi online. Ia tidak menyangka kalau Laura mengkhianatinya. Ia lebih memilih teman-temannya yang aneh itu daripada cowok sekeren Dylan.
Memandang kejauhan, Dylan berharap sosok Laura muncul dari arah parkiran. Laura bilang, supirnya akan mengantar sampai GOR, jadi kemungkinan ia akan muncul dari sana. Kaki Dylan mulai bergerak gelisah dan entah sudah berapa decakan keluar dari mulutnya. Yang lebih menyebalkan, Bulan tidak juga beranjak dari sana. Meski mereka tidak saling bicara, Dylan tidak suka kehadiran cewek itu. Bulan melempar pandangan ke arah parkiran, membuat Dylan curiga kalau cewek ini juga sedang menunggu Laura.
Orang-orang yang masuk ke GOR semakin banyak. Dengan tidak sabar, Dylan melirik jam tangannya. Sekarang sudah lebih satu menit enam belas detik dari jam 9.30. Lebih dari ingin segera mencari posisi terbaik di dalam GOR, Dylan ingin Laura segera datang agar ia tidak lagi bersama Bulan di sini. Maksudnya, hanya berdua! Untuk saat ini, Dylan masih menghargai Bulan karena ia adalah teman Laura. Ia bisa saja mengusir Bulan dengan dingin karena perasaan tidak nyaman ini.
Akhirnya, yang ditunggu pun tiba. Dylan tidak bisa menahan dengkusan ketika melihat Laura dan dua orang temannya berjalan santai di tengah kerumunan orang yang juga sedang menuju GOR. Mereka bahkan bisa tertawa selebar itu, padahal Dylan di sini sudah siap melempar kedua sepatunya. Sebagai orang yang selalu berusaha tepat waktu, rasanya Dylan ingin memanggil Laura melalui pengeras suara dan menyuruhnya untuk berlari.
Dylan berusaha mengintimidasi Laura melalui tatapannya. Beribu kata sarkastik sudah ada di ujung lidah, siap untuk diluncurkan kalau Laura tidak mempercepat langkahnya. Untuk beberapa saat, Laura sepertinya belum menyadari keberadaan Dylan—dan Bulan—di sini. Ketiga cewek itu masih berjalan santai sambil tertawa-tawa, dan itu membuat dahi Dylan berkerut tambah dalam. Dylan merasa dirinya telah berubah menjadi banteng karena terlalu banyak dengkusan kesal yang diembuskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain
Teen Fiction[Laura adalah tokoh antagonis yang memiliki akhir hidup menyedihkan.] Aku tidak mau menjadi Laura yang seperti itu---itu adalah tekad yang pasti ketika aku sampai di dunia ini. Aku ingin mengubah jalan hidup Laura. Laura harusnya menjadi wanita kar...