[26] Rainbow Before Storm

24.6K 3.1K 39
                                    


"Kenapa lo suka mewarnai? Kayak anak TK."

Laura tidak tahan untuk melempar delikan panas ke arah cowok yang sedang melihat-lihat buku doodle yang tidak tersegel itu. Sudah cukup julukan "guru TK" dari Hana dan Alvin karena Laura selalu membawa pensil warna ke sekolah. Laura tidak memerlukan pendapat Dylan lagi tentang hobinya ini.

"Ini buat ngilangin stres tahu! Apalagi sebentar lagi musim ujian."

Dylan meletakkan kembali buku ke rak. "Kalau gue malah tambah stres."

"Apa?"

"Intinya ...." Dylan menoleh, lalu membungkukkan tubuh agar wajahnya sejajar dengan wajah Laura. "Lo kayak bocah."

Laura hampir mencakar wajah Dylan kalau cowok itu tidak segera menjauhkan diri. Tidak hanya kata-katanya yang menyebalkan, senyum miring Dylan juga sama menyebalkannya. Dan tahu yang lebih menyebalkan? Yaitu karena Laura merasa Dylan seribu kali lebih tampan saat tersenyum seperti itu. Lagi-lagi fans dan antifans Dylan di dalam diri Laura kembali bertengkar.

"Otak harus diseimbangin antara kiri dan kanan. Kalau cuma salah satu yang bekerja keras, bisa-bisa jalan lo miring!"

Setelah berhasil meredakan pertengkaran di dalam dirinya sendiri, Laura berkata dengan ketus. "Perusahaan sebesar Google juga punya ruang bermain kok buat karyawannya."

Namun, Dylan hanya mengangguk-angguk tanpa menunjukkan minatnya pada ucapan Laura itu. Laura pun mendengkus sebal. Lebih baik ia juga mengabaikan cowok itu.

"Udah belinya?"

Laura melirik keranjang belanjanya. Ia sudah membeli kado untuk Mou—dua buah novel misteri dari penulis luar negeri dan satu buku pengembangan diri. Dua buku mewarnai doodle pun sudah masuk ke keranjang. Apa lagi yang kurang?

"Gue mau lihat cat air dulu, boleh?"

Dylan menyipitkan mata, terlihat tidak terlalu suka dengan permintaan Laura itu. Memang barang yang Laura ambil baru ini saja, tapi mereka sudah menghabiskan hampir dua jam di sini. Laura banyak mampir ke sana-sini ketika melihat judul buku yang menarik. Namun, setelah melihat sekilas isinya, ia memutuskan untuk tidak jadi membeli. Banyak juga komik yang sempat Laura lirik, tapi lagi-lagi tidak jadi dimasukan ke keranjang karena Laura ingin membacanya di situs online terlebih dulu.

Laura menarik ujung jaket jeans Dylan dan menggerakkan badannya, seperti anak anjing yang sedang meminta snack. Ekspresi Dylan belum juga berubah. Ia hanya melirik tangan Laura sebelum kembali berwajah datar.

"Ya? Ya? Ya?"

Satu desahan diembuskan Dylan. Ia pun menggerakkan kepalanya lalu berjalan terlebih dulu ke area peralatan kantor. Laura bersorak tanpa suara, lalu mengikuti Dylan seperti anak baik. Sedikit tidak menyangka memang melihat Dylan mau mengikuti Laura ke mana saja. Awalnya pun Laura ragu mengajak Dylan ke toko buku, dan berencana untuk pergi sendiri saja kalau Dylan tidak mau. Namun, sebaliknya, Dylan malah berkata akan menjemput Laura di sekolahnya.

"Lau," panggil Dylan ketika mereka memasuki area ATK. "Apa pendapat lo tentang nikah muda?"

Kepala Laura berputar dengan cepat. "Lo gila, ya?!"

Dylan mengangkat bahu dan mengalihkan pandangan. Untungnya setelah itu Dylan tidak mengatakan apapun. Laura bersumpah, kalau ia mendengar kata "ni" saja keluar dari mulut Dylan, ia akan langsung menyumpalnya dengan sepatu.

VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang