"Jadi ... lo ke 26 naik ojol?"
Dylan menjawab pertanyaan Laura dengan gumaman singkat. Setelah itu, keadaan mobil ini kembali hening. Entah dari mana asal ide Dylan tadi yang menyarankan agar Radit diantar pulang dengan mobil Laura.
Setelah menitipkan motor Radit kepada penjaga sekolah, Dylan bahkan berdiri di depan sekolah seperti orang bodoh untuk menunggu jemputan Laura. Dan ketika mobil Laura berhenti di depan mereka, tubuh Dylan seolah bergerak di luar kendali. Hasilnya, sekarang Dylan sudah berada di dalam mobil yang sama—duduk bersebelahan dengan Radit di kursi belakang.
Ah, tapi ada yang lebih gila daripada ini. Yaitu fakta bahwa Dylan tidak membawa motornya gara-gara alasan konyol nggak punya SIM.
Dylan menatap Laura yang duduk di sebelah supir dari spion tengah. Setelah lebih dari 3 bulan tidak bertemu, Dylan pikir sikap Laura masih sama dengan sebelumnya. Ia cukup terkejut ketika cewek itu muncul dan langsung berbicara dengan suara keras. Tidak hanya itu, Laura pun dengan berani menarik tangannya, seolah kegugupannya yang dulu pernah ditunjukan kepada Dylan tidak pernah ada.
Dylan melirik pergelangan tangannya yang digenggam Laura tadi. Ternyata tangan Laura cukup kecil jika dibandingkan tangan Dylan sendiri. Sosok seperti kelinci yang sedang mengajak bermain itu membekas di kepala Dylan, membuat rasa hangat di tangannya kembali datang. Dylan pun menutupi pergelangan tangan kirinya dengan tangan yang lain, lalu membuang pandangan ke luar jendela.
"Ng ... mau permen?"
Deg!
Melirik tangan Laura yang mengulurkan permen, tiba-tiba Dylan merasakan hentakan aneh di dadanya. Ia buru-buru mengalihkan pandangan lagi.
"Dyl, mau nggak?" sekarang giliran Radit yang mengulurkan permen itu ke depan wajah Dylan. Anehnya, hentakan itu langsung hilang.
Dylan menatap permen itu dengan dahi berkerut. Gue kenapa, sih? Apa semua gara-gara permen itu? Ingin mengalihkan pikiran aneh itu, Dylan mengambil permen yang disodorkan Radit dengan gerakan cepat. Lalu, ia pun memakan permen jeruk itu dalam diam sambil membuang pandangan ke luar jendela.
Suasana kembali canggung karena sikap Dylan. Radit juga sepertinya kehabisan kata dan hanya duduk diam dalam posisi tidak nyaman. Meski terlihat sedang menikmati sisi jalan yang dilalui mobil, sebenarnya Dylan terus melirik ke arah Laura yang berada tepat di depannya. Ia merasa aneh karena Laura terus diam, padahal tadi ia sudah berani menyentuh tangan Dylan. Sebenarnya apa yang diinginkan cewek itu?
Sebuah lagu tiba-tiba mengisi keheningan mobil itu. Dylan merasa asing dengan nada apalagi liriknya. Ia menebak itu adalah bahasa Korea. Mengetahui hal itu, Dylan pun memutar bola mata. Ternyata putri tunggal pengusaha kaya pun bisa menyukai K-Pop.
"Eh, ini lagu yang kolab sama Sejun, 'kan?"
Dylan mengerutkan dahi ketika mendengar Radit berbicara. Ujung matanya melirik cowok itu dengan skeptis.
"Iya!" sahut Laura dengan semangat. Ia bahkan sampai memutar tubuhnya menghadap Radit. "Suka banget gue sama lagu ini! Sayang cuma single, coba satu album isinya kolab semua."
"Tapi kalau nggak salah si ... si ... siapa tuh member Blue High yang kolab lagi buat soundtrack drama?"
Perasaan Dylan memburuk karena ia sama sekali tidak bisa mengikuti pembicaraan mereka. Siapa yang kolaborasi? Apa itu Blue High? Dan lagu apa ini?! Melihat Laura dan Radit asik membahas sesuatu yang tidak dimengerti, Dylan ingin sekali menyuruh mereka diam. Bagaimana bisa Laura menjadi sangat cerewet di depan Radit, sedangkan menjadi kelinci yang ketakutan ketika berbicara dengan Dylan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Villain
Teen Fiction[Laura adalah tokoh antagonis yang memiliki akhir hidup menyedihkan.] Aku tidak mau menjadi Laura yang seperti itu---itu adalah tekad yang pasti ketika aku sampai di dunia ini. Aku ingin mengubah jalan hidup Laura. Laura harusnya menjadi wanita kar...