Bibi Choi menaruh segelas teh hangat yang baru saja ia seduh diatas meja. Lalu mendudukan dirinya tepat disebelah Keina. Gadis manis itu masih saja terisak dengan tubuh gemetar. Sang Tuan muda mengunci dirinya didalam kamar mandi, membiarkannya berada dalam ruangan sempit itu dari pagi hingga siang hari."Tenanglah, Nona Han." ucap Bibi Choi sembari menepuk pelan punggung Keina.
Keina menghapus air mata yang mengalir hingga membasahi pipinya menggunakan punggung tangan. Ia ingin menyerah namun dirinya sudah terlanjur menanda tangani kontrak kerja selama satu tahun. Jika ia berhenti secara sepihak dari pekerjaan ini, ia akan membayar denda yang tidak main main jumlahnya.
Setelah dirasa Keina mulai sedikit lebih tenang, Bibi Choi mengambil segelas teh hangat yang ia taruh diatas meja. Lalu menyodorkannya pada Keina.
"Minum selagi masih hangat." ucap Bibi Choi.
Keina mengangguk, ia meminum teh hangat itu hingga tandas. Ia merasa begitu kehausan, dan rasa hausnya seketika terobati saat meminum teh hangat buatan Bibi choi itu.
Bibi Choi mengulurkan tangannya untuk membenarkan rambut Keina yang sedikit berantakan. Saat ia melihat Keina ia jadi teringat sang Putri yang meninggal empat tahun yang lalu karena penyakit Leaukimia.
"Setelah ini kau bujuk Tuan muda Park agar dia mau makan siang. Aku lihat makanan yang kau berikan padanya tadi pagi masih utuh."
Keina mengangguk pasrah. Mulai detik ini ia akan lebih hati-hati dengan Namja bermarga Park tersebut.
"Kau harus lebih kuat lagi dalam menghadapi tingkah Tuan muda. Dia memang seperti itu." ucap Bibi Choi.
Han Keina kembali mengangguk sebagai jawaban.
🐥🐥🐥🐥
Han Keina melangkahkan kakinya untuk masuk kedalam kamar sang Tuan muda. Ia kembali membawa nampan berisi makanan untuk makan siang sang Tuan muda. Terlihat Jimin yang begitu fokus bermain game diponselnya.
"Tuan muda Park. Anda harus makan sekarang." ucap Keina.
Park Jimin menghentikan acara bermain game nya. Menaruh ponsel miliknya diatas nakas. Lalu beralih menatap Keina dengan tatapan tajamnya.
"Kau masih disini?" tanya Park Jimin.
Keina terdiam sejenak. Mencoba mencerna ucapan yang dilontarkan Jimin padanya. Mungkin sang Tuan muda mengira jika dirinya akan berhenti setelah tragedi penguncian dirinya dikamar mandi.
Keina tersenyum begitu lembut "tentu saja. Saya masih disini untuk mengantarkan makan siang."
Jimin sama sekali tak peduli dengan Keina. Ia mengambil kembali ponselnya yang berada diatas nakas. Lalu kembali memainkan game diponselnya.
Keina naik keatas ranjang Jimin. Dengan gerakan cepat ia mengambil ponsel dalam genggaman Jimin dan menaruhnya diatas meja.
"Tuan muda harus makan dulu. Setelah itu bisa melanjutkan bermain game."
Tangan Jimin spontan terkepal. Keina dapat dengan jelas melihat urat-urat mencetak garis disekitar lehernya. Emosi Jimin benar-benar meledak saat ini.
Keina sedikit memundurkan tubuhnya. Namun saat hendak bangkit dari atas ranjang Jimin menariknya dengan begitu kasar. Menghempaskan tubuh Keina diatas ranjangnya. Lalu mencengkram lengan Keina dengan begitu kuat.
"Siapa kau berani mengaturku seperti itu?" geram Jimin.
Keina menggeleng dengan air mata yang mulai menetes hingga membasahi pipinya "mianhe, Tuan." ucapnya begitu lirih.
Jimin segera melepaskan cengkramannya pada lengan Keina.
"Keluar dari kamarku." ucap Jimin sembari menunjuk kearah pintu kamarnya.
Keina menggeleng pelan "Tuan harus makan dulu. Setelah itu saya keluar."
Park Jimin menghela napas kasar. Menatap Keina dengan begitu tajam "kau ini kenapa tidak ada takut-takutnya dengan ku sih? Aku sudah menguncimu di dalam kamar mandi. Dan itu masih tidak cukup untuk membuatmu takut denganku?"
Keina terdiam sejenak. Ingatan saat dirinya dikunci didalam kamar mandi berputar kembali didalam otaknya. Ia merasa takut sekarang. Takut jika Namja bermarga Park itu akan kembali nekad dan menguncinya didalam kamar mandi.
Keina segera beranjak dari atas ranjang Jimin. Tanpa mengatakan apapun lagi ia berlari kecil keluar dari dalam kamar sang Tuan muda.
"Dasar gadis aneh." ucap Jimin. Ia segera mengambil sepiring makanan yang berada diatas meja dan memakannya. Ia benar-benar dibuat kesal luar biasa oleh pelayan barunya.
🐨🐨🐨🐨
Chan yun pov
Chan Yun membuka pelan pintu ruangan Kim Namjoon. Ia melangkahkan kakinya begitu pelan untuk masuk kedalam ruangan tersebut. Salah satu teman kerjanya mengatakan jika sang atasan menyuruh dirinya untuk menemui sang atasan didalam ruangannya.
"P-pak Namjoon." ucap Chan Yun. Ia berdiri didepan meja kerja Kim Namjoon.
"Kim Chan Yun." ucap Namjoon sembari tersenyum pada Chan Yun.
"Kenapa memanggil saya?" tanya Chan Yun.
"Apa kau sudah makan siang?" tanya Kim Namjoon.
Chan Yun menggeleng pelan "belum Pak."
Namjoon tersenyum begitu lembut "kalau begitu mari makan siang bersama."
Chan Yun terdiam sejenak. Kembali ia mendapat perhatian lebih dari pemilik restaurant tempatnya bekerja. Sebenarnya apa motif Kim Namjoon berbuat seperti ini padanya. Ia sama sekali tak mengerti.
"Tapi saya sudah membawa bekal tadi. Jadi saya akan makan bersama dengan pekerja yang lain." ucap Chan Yun.
"Tapi aku sudah memesan dua kotak makanan untuk makan siang bersama." ucap Namjoon.
Chan Yun kembali terdiam, ia memikirkan bagaimana cara untuk menolak secara halus permintaan makan siang bersama sang atasan.
"Tidak ada penolakan, Kim Chan Yun." ucap Namjoon.
Kalau sudah begini Kim Chan Yun tidak akan bisa menolak. Ia hanya bisa pasrah saat ini. Kim Namjoon begitu pemaksa, itu membuatnya tidak nyaman saat berdekatan dengan sang atasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stupid Boss (END)
Teen FictionHan Keina merasa tertipu ketika mengetahui yang seharusnya ia asuh bukanlah seorang Anak. melainkan seorang Pria dewasa bertubuh sexy bernama Park Jimin. {YUK FOLLOW SEBELUM MEMBACA}