34

285 41 19
                                    

Jimin berulang kali membujuk sang Ibu agar mau menyuruh Han Keina untuk tinggal dirumah besarnya. Namun, berulang kali pula Nyonya Park menolaknya. Karena beberapa hari yang lalu ia sudah menyuruh Han Keina untuk tinggal dirumah besarnya namun gadis manis tersebut menolak dengan alasan ia lebih nyaman tinggal bersama dengan temannya didalam apartemen yang sama.

"Eomma. Suruh dia tinggal disini." Ucap Park Jimin kembali, sembari menatap sang Ibu dengan penuh permohonan.

Nyonya Park mendudukkan dirinya tepat disamping sang Putra, mengelus lembut punggung Jimin, setelahnya berucap dengan begitu lembut. "Eomma tidak mau memaksanya, sayang. Nanti dia jadi tidak nyaman."

Jimin paham, sebenenarnya ia sendiri tak mau memaksa gadis manis bermarga Han tersebut. Namun, setiap kali Keina tak berada dalam jangkauannya ia begitu merindukan gadis itu. Seperti saat ia libur kerja sehari saja. Jimin begitu merindukan Keina, mengingat betapa cerewetnya Han Keina ketika ia tak mau makan.

"Apa kau menyukainya, Nak?" Tanya Nyonya Park. Ia sudah sangat yakin jika sang Putra mulai menyimpan rasa pada pelayannya. Awalnya ia hanya merasa jika Jimin hanya sekedar nyaman dengan Han Keina. Namun semakin kesini sang Putra mulai bersikap seolah menunjukkan kalau dirinya memang menaruh hati pada gadis manis yang berstatus sebagai pelayannya itu.

Park Jimin terdiam sejenak, lalu menatap sang Ibu tepat dimanikknya, seraya berucap, "suka?"

Park Jimin sebelumnya tak pernah tau bagaimana rasanya jatuh cinta. Apakah jantungmu akan berdebar dengan sangat kencang ketika kau berada dalam jarak dekat dengan orang yang sukai? Seperti halnya yang sering Jimin rasakan ketika dirinya berada didekat Han Keina. Debaran itu terasa begitu menyenangkan baginya.

Nyonya Park tersenyum, Putranya terlihat begitu polos dimatanya. Ia paham jika Jimin sebelumnya tak pernah merasakan hal yang bernama cinta. Jangankan jatuh cinta, dekat seorang Perempuan saja ia tidak pernah.

"Apa yang kau rasakan ketika dekat dengan Han Keina?"

Pertanyaan dari sang Ibu itu sukses membuatnya terdiam untuk beberapa saat. Ia merasa nyaman dengan Keina, namun ia masih begitu malu untuk mengakuinya.

"Apa kau nyaman ketika berada dekat dengannya?" Dan kembali pertanyaan itu dilayangkan pada Jimin. Ia masih terdiam seribu bahasa. Malu untuk menyatakan yang sebenarnya pada sang Ibu.

"Kalau kau suka katakan suka." Ucap Nyonya Park sembari tersenyum begitu lembut. Ia sungguh tak menyadari jika kedua pipi Jimin saat ini tengah berubah menjadi sangat merah karena rasa malu yang ditahannya.

"Eomma. Bukan seperti itu."

"Lalu seperti apa?"

"Aku tidak menyukainya."

Nyonya Park terkekeh, mengingat kembali kejadian beberapa hari yang lalu saat ia hendak ke kamar Putranya namun ia urungkan karena sang Putra telah menggoda Keina habis-habisan dengan mengatai Han Keina adalah gadis idiot.

"Apa karena Keina idiot? Jadi kau malu mengakuinya?"

"Eomma. Berhenti menggodaku." Ucap Park Jimin sembari mencebikkkan bibirnya. Ia merasa kesal sendiri ketika sang Ibu malah menggodanya seperti ini. Ia sudah menahan malu dari beberapa menit yang lalu, hingga membuat pipinya luar biasa panas.

"Jadi, apa benar kau menyukai, Han Keina? Pelayan idiotmu yang manis itu?"

Park Jimin dengan cepat menggeleng, "dia tidak manis. Biasa saja." Ucap Jimin. Bahkan rasanya sangat malu hanya untuk sekedar mengatakan jika Han Keina adalah gadis yang manis.

"Ohh ayolah.. dia itu sangat manis. Berapa kali kau menciumnya?"

Jimin sedikit terlonjak kaget mendengar penuturan sang Ibu. Bagaimana Ibunya bisa mengetahui semua itu?

"Ibu pernah membuka pintu kamarmu. Teryata Keina sedang menginap dan tidur diatas ranjang yang sama denganmu, Ibu melihatmu mengecup bibirnya berulang kali....

Wajah Jimin semakin merah padam dibuatnya. Beberapa kali Keina menginap dan tidur dikamar bersama dengannya ia memang tak sempat untuk mengunci pintu.

Nyonya Park terkekeh pelan ketika mendapati ekspresi wajah sang Putra untuk saat ini, kedua pipi sang Putra sudah merah seperti kepiting rebus saat ini. Namun, itu tak membuatnya berhenti menggoda sang Putra.

"Putra kesayangan Eomma sudah besar sekarang."

"Eomma.. menyebalkan sama seperti Han Keina."

"Menyebalkan tapi manis."

" Yakk.. Eomma."

Akhirnya Park Jimin beranjak dari duduknya. Dengan wajah yang merah padam menahan rasa malu yang sangat luar biasa, ia melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan sang Ibu.

"Park Jimin. Kau mau kemana? Astaga Eomma belum selesai bicara Anak manis."

Park Jimin tak menggubris sama sekali. Ia merasa kesal dengan sang Ibu.

Ketika Park Jimin sudah sepenuhnya pergi, Nyonya Park tertawa dengan sangat keras, ada kebahagiaan tersendiri ketika mendapati perubahan sang Putra.

"Han Keina. Kau menepati semua ucapanmu." Ucap Nyonya Min sembari tersenyum begitu lembut.

Han Keina memanglah gadis yang sangat polos dan begitu lugu Dimata Nyonya Min. Dari awal ia sudah yakin jika gadis itu akan dapat merubah Jimin sedikit demi sedikit, dan semua itu telah terbukti sekarang. Jikalaupun sang Putra menaruh hati pada pelayannya sendiri, ia sama sekali tak keberatan dengan hal itu. Apalagi dimatanya Han Keina adalah gadis yang sangat baik.























🐥🐥🐥🐥








Tak banyak yang dapat Jimin lakukan saat ini selain menatap tetesan air hujan dari balik jendela kamarnya. Tak bertemu dengan Keina sehari saja dapat membuatnya merasa sangat rindu. Tak ada yang dapat Jimin kerjai, tak ada yang dapat Jimin katai idiot, tak ada yang memarahinya ketika ia tak mau menyentuh makan malamnya. Sebenarnya hal itu Jimin lakukan sepenuhnya untuk mempertahankan Han Keina agar tak pulang cepat. Setiap jam makan malam ia akan banyak mengulur waktu agar Han Keina berada sedikit lebih lama didalam kamarnya. Karena itu membuat dirinya sangat nyaman. Belum lagi jika melihat bibir gadis bermarga Han itu yang berkomat-kamit memaksanya agar mau menghabiskan makan malamnya.

"Han Keina. Kau sedang apa sekarang?"

Atensi Jimin teralihkan pada ponselnya yang berada diatas nakas, ia ingin sekali menghubungi Han Keina, namun gengsinya masih saja terlalu tinggi.

Dengan langkah begitu pelan Jimin mendekat kearah nakas. Meraih ponselnya, hatinya merasa bimbang saat ini. Ia ingin menghubungi Han Keina dan menanyakan apa yang gadis itu lakukan saat ini.

Park Jimin mengginggit kuku ibu jarinya lantaran rasa gugup yang tiba tiba menyerang dirinya. Ia rindu, tapi malu mengungkapkannya.

Mencoba menghilangkan rasa gugup yang menyelimuti dirinya dengan menarik napas lalu menghembuskan ya kasar. Park Jimin segera mencari nomor Han Keina dalam ponselnya. Mencoba menghubungi gadis manis tersebut. Panggilan tersambung, jantungnya sukses dibuat berdetak lebih cepat dari biasanya.

"Selamat malam Tuan muda. Kenapa Anda menghubungi saya.?"

Suara lembut Keina dari seberang sana berhasil membuat hatinya menghangat.

"Aku merindukanmu."

Setelah mengatakan hal itu, dengan cepat Park Jimin segera mengakhiri sambungan teleponnya. Ia melempar ponselnya keatas ranjang dan meremat kuat dadanya.

"Kenapa dadaku sakit sekali, aku kan tidak punya riwayat penyakit jantung."

My Stupid Boss (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang