Part 1

11 1 0
                                    

   Kring… Jam weker pun berbunyi, menunjukkan pukul 07:00 pagi. Wanita dengan rambut panjang sebahu segera bergegas dari tempat tidurnya. Ia pergi mandi, berganti pakaian, sarapan, lalu kembali ke kamarnya dan mengecek handphone-nya, “Huftt, boring banget. Kok bisa, ya, orang-orang punya kegiatan di Hari Minggu?” Ya, nama gadis itu Chalisachesea Wijaya. Gadis cantik dengan segudang prestasi. Kini ia mahasiswa semester 3 di salah satu kampus Jakarta Selatan. Sejak semester 1 ia aktif di berbagai organisasi dan sering mewakili kampusnya di berbagai bidang lomba.

Hari Minggu, entah kenapa gadis ini begitu membencinya. Ia hanya merebahkan dirinya di atas kasur seharian sembari mendengarkan lagu dengan earphone  berwarna tosca kesayangannya. Musik mengalun begitu saja hingga ia tertidur.
Saat ia tengah tertidur pulas, datanglah salah seorang sahabatnya.
“Eh, Dimas. Masuk, nak.”
“Iya, Tante, di sini aja.”
“Cari Sea, ya?”
“Iya, Tante. Saya mau ajak Sea lari sore.”
“Oh, iya. Sebentar Tante panggilin dulu.”

Lelaki itu menuggu di kursi depan rumah Sea, ia berharap Sea tidak menolak ajakannya kali ini. Dimas memang sudah lama menyukai Sea sejak mereka kelas 1 SMA. Namun, perasaan itu tak berbalas, ternyata Sea hanya menganggap Dimas sebagai sahabatnya. Sea justru menyukai salah satu kakak kelasnya saat ia masih kelas 1 SMP. Tak main-main, Sea menyukainya sampai sekarang ia kuliah semester 3.

“Se, masi tidur?’ Mama Sea mengetuk pintu kamarnya.
“Se, Sea, bangun yuk.”
“Iya, Mah. Lima menit lagi Sea bangun.”
“Ini udah sore, buruan ada Dimas di depan.”
Sontak Lea terbangun, “Ha? Ngapain, Mah? Pasti tu makhluk astral mau ngajak lari sore deh.”
“Itu tau, udah buruan siap-siap. Gak enak udah ditungguin.”
“Iya-iya.”

Dengan malas ia beranjak dari tempat tidurnya dan segera menemui Dimas.
“Hai, Se.”
“Hm.”
“Dih, nenek lampir jutek amat.”
“Ya gimana nggak? Lo itu udah ganggu tidur gue Dimasss.”
“Heh lo harusnya terima kasih sama gue, kalau gue nggak ngajak lo lari sore pasti lu cuma luntang-lantung aja di kamar seharian.”
“Berisik lo, jadi pergi nggak ni?”
“Ya udah ayo.”
“Ya ayo.”

Mereka berdua pun berlari sembari menikmati ramainya jalanan yang dipenuhi oleh orang-orang setelah menikmati weekend. Dua puluh menit pun berlalu tanpa terasa, Sea yang melihat es doger di pinggir jalan pun tak tahan untuk membelinya.
“Dim, beli es doger yuk. Haus gue.”
“Sia-sia dong gue ngajak lo lari sore supaya lo kurusan ujung-ujungnya malah minum es juga.”
“Dim?”
“Apaan?”
“Lo mau kalo semisal gue mati di sini karena kehausan?”
“Ya udah ayo, banyak maunya lo.”

Mereka pun menghampiri penjual es doger itu, “Bang, es dogernya 2, ya.” Ucap Sea memesan.
‘Se?”
“Hm?”
“Lo masih naksir sama Leo?”
“Tanpa gue jawab juga lo udah tau jawabannya, Dim.”
“Lagian lo kenapa sih bisa suka sama cowok sedingin dia?”
“Gak ngerti deh, sampai sekarang juga gue sering nanyain itu ke diri gue sendiri.”
“Terus jawabannya apa?”
“Gue belum nemu jawabannya, mungkin ya karena cinta itu emang gak butuh alasan.”
“Huu, sok puitis lo.”
“Dih, suka-suka gue lah. Dari pada lo, jomblo mulu. Naksir enggak, ditaksir juga engga.”

Sea tidak pernah mengetahui bahwa orang yang ditaksir Dimas adalah dirinya, ya ini karena memang Dimas tidak pernah mengungkapkannya. Jika ia mengungkapkannya ia sudah tau bahwa hanya ada 2 kemungkinan; kemungkinan pertama ia akan menang, atau kemungkinan kedua ia akan menangis. Dan ia masih tidak sanggup untuk menerima kemungkinan kedua itu, maka dari itu dia lebih memilih memendamnya.

SEA AND LION (COMPLETE)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang