Part 29

2 1 0
                                    

Sesampainya di rumah, Sea menceritakan tentang Pak Jimmy padaamanya. Sebenarnya ia juga ingin menceritakan pada papanya, tapi apalah daya? Papanya jarang pulang ke rumah karena tuntutan pekerjaan.

“Ma, Sea mau cerita deh.”

“Cerita aja.”

“Sea kesel sama Pak Jimmy.”

“Pak Jimmy guru pembimbing lomba essay kamu?”
“Bukan, Ma, yang ini lomba karya ilmiah. Sea nggak nyaman. Dia selalu aja cari cara biar bisa dekat sama Sea.”

“Bagus dong.”

“Kok bagus, sih, Ma?” Sea mengernyitkan dahinya.

“Itu tandanya dia pantang menyerah.”

“Mama ih, ngeselin kayak Pak Jimmy.”

Mamanya tertawa.

“Ya udah Sea mau siap-siap dulu mau temuin Pak Jimmy. Dia ajak Sea buat bahas lomba karya ilmiah.”

“Mama suruh Dimas temanin Sea, ya? Atau Tata?”

“Nggak usah, Ma. Sea udah gede, bisa kok jaga diri.”

Sea pergi ke cafe yang tadi siang Pak Jimmy sebutkan padanya, tapi Sea kurang nyaman karena di sana terlalu ramai. Pasti tidak akan dapat berkonsenterasi apabila membahas karya ilmiah di sana, pikir Sea.

“Maaf, Pak. Kita pindah tempat aja gimana, Pak? Saya nggak nyaman, di sini terlalu ramai.”

“Iya udah, mau ke mana?”

“Warung pecel lele langganan saya aja, Pak.”

“OK, naik mobil saya aja.”

Sea mengiyakan, dari pada ia harus keluar uang lagi untuk memesan gr*b.

Mereka menikmati pecel lele malam itu. Alih-alih membahas karya ilmiah, ternyata ada maksud lain.

Pak Jimmy memegang tangan Sea, “Sea, kalau boleh jujur, aku suka sama kamu.”

Tunggu, apa ini? Aku kamu? Ini adalah kali pertama Pak Jimmy seperti itu.

Sea melepas genggaman Pak Jimmy, “Maksud Bapak?”

“Iya kita kan sama-sama belum ada pasangan, kamu mau nggak jadi calon istri aku?”

Tiba-tiba lelaki dengan tinggi semampai datang menghampiri mereka berdua, mengendarai motor ninja berwarna merah. Lelaki itu segera turun dari motornya dan menggenggam tangan Sea.
“Saya pasangannya.”

Sea dan Pak Jimmy sama-sama tercengang melihat kehadiran lelaki itu.

“Kalian, pacaran?”

“Bapak udah tahu kan sekarang? Jadi, tolong Bapak jangan dekatin Sea lagi.”

Lalu lelaki itu mengajak Sea pergi, Sea yang bingung hanya diam saja. Tidak tahu harus berkata apa.

“Kamu kenapa, sih? Pergi nggak bilang.”

“Kakak tahu aku pergi dari mana?”

“Mama kamu.”

“Kakak ke rumah? Sorry, ya, Kak.”

“Saya nggak mau nge-kang kamu, tapi saya mau kamu kalau ada apa-apa bilang ke saya, Sea.”

“Maafin aku, Kak.”

Leo segera mengantar Sea pulang ke rumah, karena kondisi saat itu juga sudah malam.

SEA AND LION (COMPLETE)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang