Part 31

2 1 0
                                    

Mereka berdua duduk di akar kayu yang sangat besar, tampaknya sudah berusia belasan tahun namun masih sangat kokoh. Leo menceritakan kenapa ia sangat senang pergi ke danau ini, itu karena ia memiliki kenangan manis dengan mamanya di sini.

Mereka berdua saling bertukar cerita, saling melontarkan pertanyaan dan jawaban, serta foto bersama. Tidak sia-sia penantian Sea selama 7 tahun!

“Kak, bentar, ya. Ada telepon dari mama.”

“Iya angkat aja.”

“Halo, Ma?”

“Sea, kamu di mana, sayang?”

“Ini lagi di danau, Ma. Bentar lagi pulang.”

“Papa.”

“Papa kenapa, Ma? Papa jadi pulang kan?”

“Pesawat papa, Sea.”

“Kenapa, Ma? Kenapa Mama nangis?”

“Pesawat papa hilang kontak.”

Bagai disambar petir di siang bolong, seakan jantung Sea berhenti berdetak. Tubuhnya lemas tak berdaya.

“Kak, antarin aku pulang, Kak.”

“Kenapa, Sea?”

“Nanti aja di mobil, Kak.”

Mereka berdua segera meninggalkan danau itu.

Leo memberikan sapu tangan berwarna tosca kepada Sea, “Udah hapus dulu air matanya. Habis itu cerita kenapa.”

“Papa, Kak.”

“Iya kenapa?”

“Pesawat papa hilang kontak dan belum ditemuin sampai sekarang.”

“Ya udah sekarang kamu doain aja semoga Om Wijaya nggak kenapa-kenapa. Hapus dulu air matanya.”

“Ini kayak sapu tangan aku, Kakak beli di mana?”

“Emang punya kamu, lupa ya waktu itu pernah bawain saya air mineral sama sapu tangan ini?”

“Ingat, tapi kan Kakak nggak ambil.”

“Siapa bilang? Habis kamu pergi, saya ambil.”

“Kak, kalau Papa nggak ditemuin gimana?”

“Ssttt, nggak boleh ngomong gitu. Pokoknya sekarang kita banyak berdoa aja sama Tuhan.”

Sesampainya di rumah, Sea segera berlari masuk ke rumah dan memeluk mamanya. Air matanya sangat deras seperti hujan yang menjatuhi bumi, sakit.

“Sea, Tante, saya izin pulang dulu, ya. Semoga Om Wijaya segera ditemukan.”

“Terima kasih ya, nak Leo?”

“Iya, Tante.”

SEA AND LION (COMPLETE)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang