Hari ini Sea tidak pergi ke kampus, karena sedang tidak enak badan. Dari pagi pun ia tidak ada makan apa-apa hanya minum susu saja. Sejak berita hilangnya pesawat itu, Sea merasa seakan separuh jiwanya lenyap bersama hilangnya sosok ‘ayah’.
“Sayang, di bawah ada Leo tuh. Katanya mau ketemu kamu.”
“Iya, Ma. Bentar lagi Sea turun.”
Sea menuruni anak tangga dengan hati-hati, karena kepalanya sedikit pusing.
“Kak?”
“Sea.”
“Kenapa, Kak?”
“Soal kemarin, maafin saya, ya?”
“Iya, maafin aku juga, ya, Kak. Harusnya aku tahu gimana perasaan Kakak. Maaf mengecewakan Kakak.”
“Ya udah, intinya sekarang udah saling memaafkan, kan?”
“Iya. Oh iya, Kakak mau minum nggak, Kak? Aku buatin dulu, ya?”
“Eh, nggak usah, Se.”
“Oh iya. By the way Om Arga kapan balik dari LA, Kak?”
(Note : LA = Los Angeles)
“Katanya, sih, next week.”
Di saat mereka tengah asik ngobrol, tiba-tiba datang mobil ambulans dan berhenti tepat di depan rumah Sea. Salah satu petugas medis itu turun dari ambulas lalu menghampiri rumah Sea.
“Permisi, Mbak. Apa benar ini rumah Bapak Kusuma Wijaya?”
“Iya, benar. Saya anaknya.”
“Jadi begini, Mbak. Tujuan kami datang ke sini yaitu ingin mengantarkan jenazah Bapak Wijaya.”
“Nggak, nggak mungkin. Pasti Mas ini bercanda, kan?”
“Maaf, Mbak. Kami tidak mungkin bercanda dalam hal seperti ini.”
Sea yang mendengar perkataan orang itu seketika menangis histeris. Hatinya hancur. Sosok lelaki yang ia selalu nantikan kepulangannya kini telah pulang tanpa nyawa.
“Sea sabar, Se.” Leo berusaha menenangkannya.
“Papa!!!”
Leo mendekap erat tubuh Sea, berusaha menenangkannya. Mamanya yang membawa segelas es jeruk untuk Leo, kini terjatuh ke lantai dan pecah menjadi berkeping-keping. Sama seperti hatinya saat ini, pecah menjadi kepingan-kepingan yang lenyap bersamaan dengan kepergian suaminya. Sea yang mendengar pecahan gelas itu, segera berlari memeluk tubuh mamanya yang kini melemah.
“Sabar, Ma.”
“Papa!!!”
Tubuhnya lemas tak berdaya, suami yang sangat ia rindukan kini telah pulang untuk selamanya. Sea terus memeluk erat tubuh mamanya, ia harus terlihat kuat di depan mamanya.
“Sea, kamu urus tante dulu biar jenazah om saya yang urus.”
Setelah semua selesai di urus, maka keluarga dan para tamu segera bergegas untuk memakamkan Bapak Wijaya. Sea berada di samping kiri membawa foto papanya dan mamanya berada di samping kanan sembari membawa bunga. Mereka mengantar jenazah Bapak Wijaya dengan tangis yang tak henti.
Leo tidak pernah jauh dari Sea, ia selalu berada di samping Sea. Berusaha sebaik mungkin menenangkan Sea dan tidak ingin salah berbicara seperti kemarin. Dan tentu ada juga sahabat Sea, Dimas dan Tata. Mereka ikut mengantar ke tempat peristirahatan Bapak Wijaya untuk
yang terakhir kalinya.Tangis Sea yang semula mulai berhenti mengalir, kini kembali mengalir di pipinya saat melihat jenazah papanya dikebumikan Ia masih tidak menyangka bahwa hari ini adalah kali terakhir ia melihat sosok lelaki yang amat ia cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEA AND LION (COMPLETE)✓
Teen FictionSea merasa bahwa dirinya telah stuck dengan Leo. Tapi sampai detik ini pun ia tidak pernah tahu apa alasannya. Dia yakin bahwa suatu saat nanti Leo-lah rumahnya. Rumah di mana tempat ia meneduh, berkeluh kesah, mengukir kisah, dan tempat di mana ia...