Part 13

7 1 0
                                    

Sea bangun lebih awal hari ini, mempersiapkan outfit apa yang akan ia kenakan untuk pergi dengan lelaki yang kemarin mengantarnya pulang.
“Ma, lihat topi Sea yang warna navy nggak?”
“Ada di kotak atas lemari, sayang.”
“Oh iya, Sea lupa. Hehe.”
“Mau ke mana, sih? Tumben udah rapi jam segini?”
“Sea mau jalan, Ma.”
Tak lama, datanglah lelaki itu. Ia memarkirkan mobilnya di depan rumah Sea.
“Halo, Tante.”
“Iya, temannya Sea?”
“Iya, Tante. Saya mau izin ajak Sea naik sepeda keliling komplek. Boleh, Tante?”
“Oh iya, boleh. Tunggu ya Tante panggilin Sea dulu.”
Mamanya segera memanggil Sea.
“Yuk, Kak?”
Lelaki itu mengeluarkan dua buah sepeda dari mobilnya.
“Sepeda?”
“Iya, kita bersepeda hari ini. Titip mobil di rumah kamu nggak akan dikempisin kan bannya?”
Sea tertawa, “Ya nggak lah, Kak.”
Mereka bersepeda, awalnya hanya keliling komplek. Tapi pada akhirnya sampai di lapangan, di sinilah gerbang kehidupan lelaki itu seakan terbuka bagi Sea.
“Kak, istirahat dulu yuk?”
“Kamu tunggu sini.”
Lelaki itu pun pergi meninggalkan Sea. Dan tak lama kemudian ia kembali dengan membawa air mineral lalu menempelkannya pada pipi kiri Sea.
“Nih minum.”
Sea tersenyum. Lelaki itu duduk di sampingnya.
“Kakak, beli layangan?”
“Mau main?”
Sea mengangguk. Mereka berdua bermain layangan, menerbangkannya setinggi mungkin. Layangan berbentuk kupu-kupu, berwarna biru, kini tengah mengawasi gerak gerik manusia dari atas sana.
“Jadi kupu-kupu enak kali ya, Kak?”
“Kenapa?”
“Ya enak aja gitu, bisa nge-lihat penjuru dunia dari atas sana.”
“Itu karena kamu cuma nge-liat sisi enaknya aja, coba bayangin kalo sayapnya patah gimana?”
“Jatuh, terus sakit.”
“Nah, itu. Jangan terbang terlalu tinggi, kalau nanti jatuh bakalan sakit.”
“Kakak pernah?”
“Pernah, tapi setelah jatuh saya bangkit.”
Entah mengapa Sea merasa begitu nyaman dan nyambung dengan obrolan lelaki itu, semuanya mengalir begitu saja.
“Sea?”
“Iya?”
“Sebelumnya sorry, mungkin ini emang bukan waktu yang tepat.”
“Kenapa, Kak? Bikin deg-deg-an aja.”
“I don’t know how to say it, but I’ve liked you since we were in Senior High School.” 
Sea terkejut, ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ia bertanya dalam hati, apakah ini mimpi atau nyata?
“Kakak bercanda, ya?”
“Muka saya kelihatan bercanda?”
Sea bingung harus menjawab apa.
“Kalau kamu mengizinkan, boleh saya mengenal kamu lebih dalam?”
“Hm, Kak. Pulang, yuk? Takut dimarahi mama kalau kesorean.”
Sea pergi mendahului lelaki itu.
“Sea, naik sepedanya jangan laju-laju.”
Sea hanya terus memandang lurus ke depan.
“Saya bakal tunggu jawaban kamu. Tapi kalau kelamaan juga, sayanya yang capek.”
Sea hanya melirik lelaki itu, lalu mengayuh sepedanya lebih cepat lagi.

SEA AND LION (COMPLETE)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang