Part 8

2 1 0
                                    

Sea memiliki banyak rahasia hidup yang tidak orang ketahui, bahkan Dimas sahabatnya sejak kecil pun tidak tau. Sea memang lebih suka memendamnya dalam-dalam dari pada bercerita kepada orang lain. Ini bukan berarti Sea tidak bisa percaya dengan orang lain, tapi ia tau bahwa tidak semua orang mampu menjaga kepercayaan.
“Hah gue kenapa mimpiin Kak Leo berantem sama Dimas, sih.”
“Lo serius. Se?”
“Lah gue bohong apa gunanya, Tataaa?”
“Iya juga, sih. Hm jangan-jangan Dimas sama Kak Leo naksir sama lo.”
“Gak usah ngarang, lo kan tau sendiri gue sama Dimas cuma kakak adik doang. Kalo sama Kak Leo juga, nggak mungkin dia naksir gue.”
“Lo nggak bisa nebak, Se. Perasaan seseorang kan nggak ada yang tau.”
Sea terdiam mendalami perkataan Tata, dan memang benar bahwa perasaan seseorang tidak ada yang tau.
“Sea! Kok ngelamun, sih?”
“Eh iya, sorry-sorry. Gue bingung nih balik ntar sama siapa.”
“Rumah lo kan searah sama Dimas, kenapa nggak bareng aja?”
“Gue lagi marahan, Ta.”
“Marahan lagi, kenapa?”
“Ya mungkin emang gue juga yang salah, kemarin gue pulang telat terus nggak kabarin nyokap. Waktu gue pulang, Dimas nunggu tuh di depan rumah gue.”
“Terus?”
“Dia nanya kenapa gue pulang telat, posisi gue kan lagi capek banget jadi mood gue kayak nggak ke kontrol gitu deh. Jadi omongan gue sedikit nyakitin Dimas.”
“Terus yang bikin kalian marahan itu kenapa?”
“Dia bentak gue, Ta. Gue nggak nyaman aja kalo terus-terusan diawasin selama 24 jam.”
“Ya gue nggak bela lo atau Dimas, sih. Tapi kalo menurut gue Dimas nggak salah, karena kan dia khawatir sama lo. Tapi lo juga nggak salah, lo kan punya privacy yang nggak mesti lo ceritain ke siapa-siapa.”
“Kadang gue bingung, Ta. Gue selalu nuntut orang buat terus ngerti sama keadaan gue, tapi gue sendiri nggak bisa ngertiin orang lain.”
“Kalo lo bisa mikir gitu, itu tandanya lo selangkah lebih dewasa dari sebelumnya.”
“Kadang gue malu, Ta. Kenapa gue nggak bisa sedewasa lo.’
“Semua ada waktunya, Sea. Dan mungkin emang sekarang bukan waktu yang tepat buat lo.”
“Kadang gue iri, gue selalu berandai-andai buat jadi si A, B, C, atau pun D. Kelihatannya hidup mereka enak-enak aja, tanpa masalah.”
“Itu karena lo selalu ngeliat sisi bahagianya aja, lo nggak tau kan di balik itu semua mereka ngalamin apa aja?”
“Iya, sih. Mungkin emang gue yang kurang bersyukur.”
Saat dua orang sahabat itu tengah asik mengobrol, tanpa sengaja Dimas lewat di depan mereka. Tentu saja Dimas melihat kedua sahabatnya tersebut, tetapi tak menyapanya. Baik Tata maupun Sea.
“Dimas!”
“Hm?”
“Dih lu kenapa anj*r? Jutek amat. Lo pulang sendiri, kan?”
“Ya yang kayak lu liat sekarang lah.”
“Lo anterin Sea balik ya, kan sekalian searah tuh.”
Sea menggelengkan kepalanya, “Nggak usah, Ta.”
Tata melotot ke arah Sea, nyaris bola matanya keluar.
“Ya udah buruan.” Ucap Dimas dengan nada datar.
Mau tidak mau akhirnya Sea pulang dengan Dimas, ya karena tidak ada pilihan lain. Di sepanjang perjalanan menuju ke rumah, mereka berdua saling diam. Sampai akhirnya Sea memberanikan diri untuk bersuara.
“Dimas, gue-“
“Nanti gue nggak mampir, ya? Buru-buru soalnya.”
Sea mengangguk pelan. Ia terkejut melihat sikap Dimas. Ia bertanya-tanya apakah Dimas masih marah dengannya? Semarah itukah Dimas? Sampai Sea turun dari mobil pun, Dimas tak berkata apa-apa.
Namun jauh di dalam lubuk hati Dimas, ada rasa bersalah atas sikapnya kepada Sea. Sepanjang perjalanan, pikirannya hanya terfokus pada Sea dan juga keluarganya. Bagaimanapun ia tidak bisa terus-terusan marah dengan Sea, ia sadar bahwa Sea tidak sepenuhnya salah.

SEA AND LION (COMPLETE)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang