Tanpa disadari, terkadang waktu berlalu dengan begitu cepat. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun. Lama namun terasa amat singkat. Tidak terasa, hanya tersisa dua hari lagi sebelum kepergian Leo ke Sydney.
“Halo, Kak?”
“Sea, bisa kita ketemu di danau sekarang?”
“Bisa, Kak. Sepuluh menit lagi aku on the way.”
“Iya, saya tunggu.”
Sea memutuskan sambungan teleponnya, segera berganti baju dan menuju ke danau.
“Ma, aku pergi dulu.”
“Sea kamu mau ke mana? Kamu belum sarapan.”
“Nanti aku sarapan di luar aja.”
Sea segera berlari keluar mencari tukang ojek.
Ssampainya Sea di danau, ia melihat Leo duduk di pinggir danau sembari melempar batu ke arah danau tersebut. Sea berjalan dengan hati-hati supaya Leo tidak menyadari kedatangannya. Sea mendekat secara perlahan ke arah Leo, dan tiba-tiba Sea menutup mata Leo.
“Eh, apa-apaan ini?” Leo terkejut.
“Panik banget, Kak. Ini aku.”
“Sea, bikin kaget aja.”
“Lagian Kakak tegang banget. Tumben?”
“Tumben apanya?”
“Tumben Kakak ngajak ke sini dadakan.”
“Emangnya nggak boleh? Saya kan mau pacaran di sini”
“Emangnya Kakak punya pacar?”
“Oh jadi cewek yang barusan ini bukan pacar saya, ya? Ya udah deh saya pulang aja.”
“Kakah, ngambekan ah.”
“Jadi pacar saya bukan, nih.”
“Ya iya.”
“Iya apa?”
“Ya itu, gitu.”
“Itu gitu apa? Coba bilang ke danau. Danaunya penasaran tuh”
“Sea pacar Kak Leooooo.”
Leo tersenyum puas setelah berhasil membuat Sea tersipu malu.
“Se?”
“Iya?”
“Kamu tau arti dari ‘sea’ itu apa?”
“Laut.”
“Kamu tau rasanya air laut kayak apa?”
“Asin, kan?”
“Iya, kamu sama kayak air laut.”
“Sama-sama asin?”
“Rasanya nggak pernah berubah.”
“Kakak ih, bisa aja bikin aku malu.”
“Serius, dari awal saya kenal kamu sampai hari ini pun kamu nggak pernah berubah.”
“Kakak tau arti dari ‘leo’ itu apa?”
“Singa.”
“Iya, Kakak sama kayak singa.”
“Kenapa?”
“Selalu nge-jaga yang bersamanya. Sama kayak Kakak yang selalu jagain aku.”
“Mungkin sekarang saya cuma bisa jaga kamu dari jauh.”
“Maksud Kakak?”
“Lusa jadwal keberangkatan saya ke Sydney, Se.”
“Kakak jadi lanjut kuliah di sana?”
“Iya. Maaf, mungkin ini terlalu cepat buat kamu. Tapi kemarin-kemarin saya emang nggak sanggup buat pamitan sama kamu.”
“It’s mean kita nggak bisa ketemu lagi?”
“Bisa. Sejauh apa pun, Tuhan selalu punya cara untuk menyatukan umat-Nya jika memang itu tepat.”
“Kalo Kakak pergi, nggak ada lagi yang jagain aku?”
“Kamu nggak sendiri, masih ada Dimas, Tata, dan juga tante.”
“Kalau aku kangen Kakak gimana?”
“Kamu bisa datang ke danau ini. Walaupun nggak ada saya, tapi bayangan saya tetap di sini, Se. Kenangan kita di sini nggak akan lekang oleh waktu.”
Sekuat apa pun Sea menahan air matanya, tetap saja tidak akan bisa. Di tinggal oleh orang yang ia sayangi untuk kesekian kalinya.
“Ini alasan saya kenapa nggak bilang kalau saya mau berangkat ke Sydney. Saya nggak bisa lihat kamu nangis, Se. Saat kamu nangis, saya nge-rasa gagal buat jagain kamu.”
“Nggak, Kak. Kakak nggak pernah gagal dalam jagain aku. Terima kasih untuk semua yang Kakak pernah lakuin buat aku. Terima kasih Kakak udah ada buat aku.”
“It’s okay. Kamu nggak perlu nangis, kita masih bisa ngobrol lewat handphone, kan?”
“Kak, boleh nggak kalau besok kita jalan-jalan sebelum kita beda negara?”
Leo tertawa, “Ya bolehlah, lagian kalaupun kita beda negara kita tetap di bawah langit yang sama kok.”
“Dengan perasaan yang masih sama?”
“Iya, selalu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
SEA AND LION (COMPLETE)✓
Novela JuvenilSea merasa bahwa dirinya telah stuck dengan Leo. Tapi sampai detik ini pun ia tidak pernah tahu apa alasannya. Dia yakin bahwa suatu saat nanti Leo-lah rumahnya. Rumah di mana tempat ia meneduh, berkeluh kesah, mengukir kisah, dan tempat di mana ia...