Delapan

22.5K 1.4K 26
                                    

Jika ada typo mohon koreksi 🤗
.
.
.
.
.
Yang sudah ngevote terima kasih😉
.
.
.

Aliya sedang menyiapkan nasi goreng untuk sarapan pagi ini. Afif berjalan ke dapur menuju meja makan. Walaupun sifat Afif seperti itu, ia menghargai makanan apa saja yang Aliya buat, ia selalu memakannya.

Aliya menaruh sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi di atasnya. Afif langsung mengambil sendok dan garpu, lalu mulai menyantap nasi goreng buatan Aliya.

Aliya ikut duduk di kursi meja makan, sebelum memakan, Aliya berdoa terlebih dahulu, membuat Afif tersindir, karena ia lupa baca doa.

"Kak, hari ini aku pulang terlambat, mau ke toko buku dulu"

"Hem," jawab Afif yang artinya 'iya'

Keadaan kembali hening, hanya suara dentingan sendok terkena piring yang menyelimuti suasana di meja makan karena memang sepi dan sunyi hal yang biasa terjadi, tidak ada obrolan yang terjadi di rumah itu.

Afif sudah menghabiskan nasi gorengnya. Ia beranjak dari kursi, pergi meninggalkan dapur dan ingin pergi ke sekolah. Beda dengan Aliya, setelah selesai makan, ia mencuci piring bekas mereka makan, baru ia pergi. Mereka pergi sekolah masing-masing, tidak pernah pergi bersama, jika hal itu terjadi, bisa-bisa akan ada gosip baru tentang meraka, bisa-bisa nama Aliya jadi terkenal.

Selesai mencuci piring, Aliya melangkah pergi meninggalkan dapur.
Aliya memasang kaos kakinya, Afif sudah terlebih dahulu pergi dan taksi pesanan Aliya, sudah menjemputnya. Aliya memasang sepatunya, setelah itu ia mengunci pintu rumah dan pergi menuju sekolah.

15 menit kemudian, Aliya sampai di gerbang sekolah, Aliya membayar taksi, setelah itu ia melangkah menuju kelasnya.

Aliya mengehentikan langkahnya, terdiam sambil menatap orang yang baru saja melewatinya, orang itu tidak lain dan tidak bukan Afif, pria itu pergi ke sekolah bersama sang pacar, Aliya sudah terbiasa melihat pemandangan itu, semakin hari, semakin kebal dan biasa-biasa saja melihat suaminya bersama wanita lain.

Aliya kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Aliya."

"Eh Kak Satria. Kakak jalan kaki?"

"Gak, di antar Mama."

"Oh."

"Kamu naik apa?"

"Taksi."

"Kalau saja aku bawa motor sudah pasti aku tawarin kamu pulang bareng, nanti kapan-kapan bareng aku ya."

Aliya hanya tersenyum tanpa menjawabnya.

"Aku duluan."

"Iya Kak," jawab Aliya yang terus berjalan menyusuri lorong sekolah.

"SOLEHAH, KEMBALIKAN HANDPHONE GUE" Teriakan dari kelas 11 Administrasi perkantoran terdengar sampai luar. Aliya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saat tahu siapa pemilik suara membahana itu.

"SITI AWAS LO!"

Aliya terdiam sambil menatap suasana kelas yang sangat ribut. Pagi-pagi mereka sudah ribut, tidak hanya itu, kumpulan para wanita yang suka menggosip sudah berkumpul dan mungkin acara sudah dimulai.

"Ibu Jojo datang woy;" ucap Aliya sambil berlari menuju kursinya. Semua siswa yang ada di kelas itu mencari kursi masing-masing.

"Tapi boong," sambung Aliya membuat semuanya berdecak kesal.

"Gila lo Liy!"

"Gue kira beneran."

"Kalau lo gak cantik sudah gue pukul lo, syukur cantik."

Kesempatan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang