12

23.7K 1.6K 28
                                    

Waktu terus berjalan dengan semestinya. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tanpa terasa sudah 1 bulan Alena menghilang. Untuk saat ini keluarga masih belum curiga, begitu juga dengan Aliya, ia tidak ada rasa curiga dengan Kakaknya dan tidak tahu, apa yang sedang terjadi. Tidak ada yang tahu keberadaan Alena, Liam pun tidak tahu walaupun ia mengirim 4 orang untuk mencari keberadaan Alena namun, hasilnya nihil, Alena belum juga ditemukan.

"Pak."

"Iya?"

"Anak magang sudah sampai."

"Suruh masuk," ucap Liam.

Tidak lama kemudian mereka masuk ke ruangan Liam. Liam terdiam kaku melihat orang yang masuk.

"Pagi, Pak."

"Pa-pagi silakan duduk."

Mereka bertiga langsung duduk di sofa khusus tamu, lalu Liam ikut duduk di sofa itu.

"Aliya mau magang sini?" tanya Liam

Ya, orang yang membuat Liam terkejut adalah Aliya, adik iparnya.

"Iya, Pak."

"Jangan panggil Pak, panggil Abang atau Kakak, jangan merasa tidak nyaman."

"Ah, Iya Kak."

"Yang ini namanya siapa?"

"Saya Aca, Pak."

"Saya Yusuf."

"Oke, saya Daniel, kalian bisa memanggil saya Pak Daniel. Farah."

"Iya Pak?"

"Sudah di bagi di mana saja tugas mereka?"

"Sudah, Pak."

"Selamat bergabung di perusahaan ini, semoga nanti ada pelajaran yang dapat kalian ambil. Kalau rajin dan sifat kalian baik, pasti nilai kalian juga baik. Farah, silakan tunjukan ruangan mereka."

"Baik Pak. Ayo Adik-adik."

"Terima kasih, Pak."

"Kami permisi dulu."

"Iya."

Mereka bertiga mengikuti Farah yang ingin menunjukkan tempat mereka duduk.

Mata Aliya terus mencari Kakaknya, ia ingin magang di perusahan itu karena ada Kakaknya yang juga berkerja di sana.

"Kakak lo mana?" tanya Aca

"Yaitu, aku juga lagi nyari dia, tapi kok gak ada ya?"

"Mungkin lagi keluar atau kemana gitu."

"Mungkin," jawab Aliya

"Untuk Aliya, ruangan kamu di sini. Teman-teman mohon perhatiannya. Ruangan kalian ada anak magang, saya harap kalian bimbing dia, ajarkan dia yang baik dan jangan suruh hal-hal yang tidak wajar! Aliya itu kursi dan meja kamu, kamu bisa langsung duduk."

"Terima kasih, Kak."

"Sama-sama. Kalian berdua ikut Kakak ke sana."

"Iya Kak."

"Bye Liy," ucap Aca

"Silakan duduk, Dek," ucap mereka ramah

"Makasih, Kak."

"Panggil Kak Ayu, Kakak yang akan jadi pembimbing kamu di ruangan ini. Itu Kak Deden, itu Kak Anggun dan itu Ibu Vira."

"Salam kenal, saya Aliya."

"Aliya kalau mau nanya-nanya, bertanya aja, jangan malu."

"Baik, Kak."

Aliya duduk di kursi yang sudah di sediakan. Ia tidak menyangka, ia sudah menjadi anak magang, setelah magang berakhir, ia akan naik kelas 12. Aliya merasa, waktu cepat sekali berjalan.

"Bismillah, permudahkanlah ya Allah," lirih Aliya.

"Tinggal di mana?"

"Saya tinggal di perumahan Citra Indah."

"Perumahan elit, kan Yu itu?" tanya Anggun.

"Iya, perumahan elit," jawab Ayu.

"Tinggal sama siapa?"

"Suami."

"Hah?"

"Eh, maksudnya sama orang tua."

"Oh, kira beneran sama suami."

"Masa iya Aliya sudah nikah ada-ada aja lo Nggun. Untuk hari ini kamu liatin kami kerja aja ya, besok kamu mulai ikut bekerja."

"Iya Kak."

Bertemu dengan orang-orang baik di kantor itu membuat Aliya bersyukur, apa yang ia bayangkan tidak seperti kenyataan yang saat ini ia hadapi. Aliya dipertemukan dengan orang yang baik dan ramah.

Aliya terus mengamati mereka bekerja, ia rasa itu mudah, karena Aliya salah satu murid yang pintar dan mudah memahami hal-hal yang baru.

Beberapa jam kemudian, waktu istirahat telah tiba. Aliya berniat untuk sholat dzuhur dulu baru ia mencari makanan.

"Kak, mushola di mana?"

"Mau sholat?"

"Iya."

"Ada di samping pantry."

"Gak makan dulu?"

"Nanti saja Kak."

"Kami duluan ya."

"Iya Kak."

"Liy," panggil Aca.

"Aca?"

"Gimana di sini?"

"Ya gitulah tapi orangnya baik kok."

"Di ruangan gue juga orangnya baik, syukur kan kita."

"Iya Ca. Ca lo sholat gak?"

"Gue lagi halangan."

"Yah ... ya udah aku mau sholat dulu."

"Gue mau ke kamar mandi dulu, nanti gue nyusul ke mushola setelah itu kita nyari makan."

"Oke."

Aliya melangkah menuju mushola kecil yang ada di kantor itu. Tiba-tiba matanya menatap orang yang baru saja keluar dari lift.

"Kak Alena?"

Orang itu terdiam menatap Aliya.

"Gue bukan Alena!"

"Bohong, Kak Alena mau ngeprank Liya?"

"Gue bukan Alena, gue Alina!"

Aliya mematung mendengar ucapan Alina.

"Ka-Kak Alina?"

"Gue bukan Kakak lo."

"Aku Aliya, Kakak lupa?"

Alina mengerutkan keningnya. "Aliya?"

"Iya Aliya, apa Kakak lupa, Kakak punya Adik?"

Alina langsung memeluk Aliya, hal itu membuat Aliya terkejut.

"Sudah besar kamu, sampai-sampai gue gak ngenalin lo."

Aliya tersenyum menatap Alina. "Liy senang, Liy diberikan kesempatan untuk bertemu Kak Lin, terakhir bertemu saat Liy masih SD, kan?"

"Iya, waktu kamu masih jadi bocah ingusan, sekarang kamu cantik, cantik banget."

"Kak Lin sudah bertemu Mama?"

Alina terdiam. Lalu ia menggelengkan kepalanya. 

"Temuilah Kak, Mama sangat merindukan Kakak, Mama tersiksa waktu Kakak pergi dan yang jadi korban pelampiasan Mama Kak Alena. Kak Alena di benci Mama, saat Kakak pergi sampai sekarang Mama benci Kak Alena."

Alina terdiam mencerna ucapan Aliya. "Nanti gue temuin mereka."

Aliya tersenyum mendengar kata itu. Ia berharap setelah kepulangan Alina, sang Mama sudah tidak membenci Alena lagi, Aliya harap, keluarganya rukun seperti dahulu.

Kesempatan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang