.
.
Selamat membaca
.
.
.
Jangan lupa votenya ya
.
.
.Semenjak kejadian itu, sifat Liam berubah menjadi dingin, Liam jarang bicara dan menghindari Alena. Alena merasa tidak nyaman hati, Liam marah dengannya, bukan malah membujuk, Alena malah membiarkan Liam seperti itu. Sudah dua hari Liam ada di rumah itu, niatnya datang ingin mengajak Alena pulang bersamanya, tapi setelah ia melihat respon Alena, sepertinya Alena belum bersedia untuk pulang bersamanya.
Alena membawa nampan yang berisi minuman untuk Liam, itu perintah dari Laila, Laila yang menyuruh Alena untuk membuatkan minuman, kalau buka Laila yang nyuruh, Alena tidak akan mau.
"Nih diminum, jangan dibuang," ucap Alena sambil meletakkan secangkir teh di samping Liam.
"Hem..."
"Bapak marah sama saya? Kalau iya, kenapa gak pulang?"
"Siapa bilang saya marah?"
"Saya, gak dengar saya bicara? Dari kemarin Bapak diam aja, gak mau bicara sama saya."
"Hem ... saya malas bicara, apalagi kamu nya juga malas bicara sama saya."
"Oh," jawab Alena singkat.
"Sore ini saya pulang,"jawab Liam tanpa menatap Alena.
"Sudah nyerah membujuk saya? Sampai di sini saja perjuangan Bapak? Saya kira Bapak akan terus berjuang, tanpa mengenal arti lelah. Jika kita ingin sesuatu, kita harus berusaha untuk mendapatkannya, usaha aja terus, hasilnya serahkan pada Allah. Kalau Bapak mau pulang, pulang aja, saya tidak akan ikut!"
"Kamu mau saya berjuang lagi?"
"Gak, mau lanjutkan atau berhenti di sini terserah Bapak, itu keputusan Bapak, saya tidak memaksa Bapak untuk terus berjuang dan bertahan. Jika Bapak rasa Bapak lelah dan tidak ingin buang-buang waktu, Bapak boleh mundur," ucap Alena lalu melangkah pergi meninggalkan Liam.
Liam beranjak dari kursi dan mengejar Alena. Alena masuk ke dalam kamar, dan Liam ikut masuk ke dalam kamar itu.
Alena duduk di sisi ranjang, menatap Liam yang baru saja masuk ke kamarnya.
"Kenapa?"
"Saya ingin bertanya."
"Hem."
"Saya sudah membuka hati saya untuk kamu tapi apakah kamu sudah membuka hati itu untuk menerima saya?"
Alena terdiam, ia bingung mau menjawab pertanyaan Liam.
"Siapa lah saya ini, berharap kamu mencintai saya yang sudah menyakiti hati kamu, rasanya tak pantas kan? Rasanya mustahil kan jika kamu mencintai saya? Gak mungkin kan?"
"Tidak ada kata tidak mungkin. Teruslah berusaha agar saya bisa menerima dan mencintai Bapak. Yakinlah, Cinta akan hadir dengan seiring berjalannya waktu. Dan saya, saya akan mencoba membuat Bapak untuk mencintai saya," ucap Alena sambil memejamkan matanya.
"Benarkah?"
"Iya, kita akan berjuang bersama, untuk mengundang rasa Cinta itu."
Liam tersenyum manus mendengar ucapan Alena.
"Terima kasih Alena, terima kasih." Liam memegang tangan Alena, membuat Alena tersentak kaget ketika tangannya di pegang oleh Liam.
"Kita juga harus biasa untuk berpegang seperti ini," ucapnya lagi
"Modus." Alena menarik tangannya dan beranjak dari kasur.
"Eii siang-siang di kamar berduaan, patut di curigai. Ngapain di dalam?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Kedua
General Fiction15+ Pernikahan yang Alena mimpikan, tak sesuai dengan apa yang ia harapkan. Perjodohan yang konyol merusak harapan Alena untuk hidup bahagia bersama sang suami. Kedua orang tuanya bersepakat untuk menjodohkannya dengan anak teman sang ayah, yang akh...