41

15.8K 1K 24
                                    

Alena dan Liam berpamitan dengan anak-anak dan juga pengurus panti. Kini, perpisahan itu sudah ada di depan mata, hal yang tak pernah Alena bayangkan, tiba-tiba terjadi. Alena kira, ia takkan pergi meninggalkan rumah itu, ia kira, ia akan terus menetap di rumah itu, karena tidak ada alasan untuk ia kembali ke kota. Namun sekarang, kenyataannya ia akan kembali tinggal ke kota dan melanjutkan kehidupannya di sana. Mungkin sudah menjadi takdir hidupnya yang seperti itu. Alena hanya mengikuti setiap alur yang Allah berikan untuknya.

"Alena pergi dulu ya,"  ucap Alena.

Alena merasa berat meninggalkan rumah itu, rumah itu seakan menjadi tempat terindah yang pernah ia tinggali.

"Iya, Nak. Jangan lupakan kami ya, kalau ada waktu luang, mampir lah ke sini," ucap Laila

"In syaa Allah Ummi. Terima kasih atas segalanya ya, terima kasih sudah mengizinkan Alena menjadi bagian keluarga ini. Terima kasih juga atas kebaikan yang Ummi, Abi, Ibu dan yang lainnya berikan untuk Alena. Alena bersyukur dan bahagia bisa bertemu kalian."

"Iya, Nak. Maaf ya, jika selama tinggal di sini ada perbuatan kami yang membuat kamu tersinggung atau lainnya," ucap Erna

"Gak ada kok, Bu gak ada salah. Seharusnya aku yang minta maaf, maaf karena sudah merepotkan kalian semua. Pokoknya maaf lah, atas segala kesalahan yang pernah aku buat."

"Iya, dah sana. Tuh Liam sudah nungguin."

"Alena pergi dulu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

"Bye adik-adik Kakak. Nanti Kakak pasti ke sini lagi."

"Janji?" ucap Nia

"In syaa Allah."

Alena melangkah menuju mobil Liam. Ia tidak jadi membawa mobilnya, karena mobilnya, ia berikan ke panti, untuk keperluan mereka dan Liam berjanji, akan membelikan Alena mobil baru.

Setelah Alena masuk ke dalam mobil. Liam menginjak pedal gasnya melajukan mobilnya, pergi meninggalkan panti.

Alena termenung sambil menatap keluar jendela mobil.

"Kenapa?"

"Gapapa."

"Kalau ada apa-apa cerita aja sama saya. Saya siap mendengarkan."

"Hem ... saya bingung, setelah ini saya mau apa? Mau kerja atau_"

"Gak usah kerja," potong Liam

"Terus saya harus apa?"

"Cukup diam di rumah saja. Fokus untuk saya, boleh?"

Alena terdiam sejenak memikirkan permintaan Liam.

"Tapi kan bosan kalau di rumah mulu."

"Jalan-jalan, shoping atau lainnya. Yang pasti saya tidak ngizinin kamu kerja. Saya mampu menafkahi kamu, saya tidak ingin kamu kerja karena saya tidak ingin kamu kelelahan, seperti dahulu. Saya tahu, kamu lelah kan?"

"Baiklah kalau gitu. Kalau Bapak gak ngizinin saya nurut."

"Bagus, istri pintar," ucap Liam sambil mengelus kepala Alena yang tertutup hijab.

"Ish ... kan jadi berantakan hijab saya," ucap Alena sambil menatap wajahnya di kaca.

"Saya masih tidak menyangka. Seorang Alena Wijaya yang dulu terlihat seksi sekarang berhijab."

"Kuasa Allah. Siapapun orang itu jika hidayah sudah sampai pasti dia berubah juga. Saya juga tidak menyangka. Pak Daniel Wiliam Syam bisa menjadi seorang Imam."

Kesempatan Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang