32|Permai

57 28 0
                                    

Permai Pov

Ada suara yang mengusik tidurku, sepertinya aku telah terlelap dalam waktu yang cukup lama. Badanku jadi kaku dan pegal. Tapi ada yang aneh. Ada suara Jeremi disini.

Akupun mulai membuka kedua kelopak mataku walaupun terasa berat. Aku melihat Jeremi dengan seksama, wajahnya terlihat murung.

"Kenapa aku ada di sini ?"

"Rain ! Apa betul yang dikatakan Dr.Rian ?

"Hah ? Kok Alex tau Dr.Rian ? Apa jangan-jangan...."

Apa Rain mau bahagia tanpa Alex ?

"Siapa yang bilang Lex ?"

Sakit rasanya Rain liat kamu kayak gini. Seandainya bisa, Alex mau gantiin posisi Rain di situ. Kalau yang dikatakan Dr.Rian benar Alex akan belajar buat ngikhlasin Rain.

"Alex kenapa sih ?"

Alex mau Rain bahagia walaupun tanpa Alex. Alex harap Rain nggak ngelupain Alex." aku melihat Jeremi menggenggam tanganku, tapi aku tak merasakan apapun. Kristal bening mengalir begitu saja dari kedua matanya membasahi pipinya.

"Alex kenapa sih ? Rain mau bahagia sama Alex. Rain nggak akan ninggalim Alex kok." ujarku lirih padanya.

Tapi Jeremi tak menyahut. Ucapanku serasa angin lalu. Tanganku terulur ingin menghapus air matanya yang terus mengalir. Tapi tanganku sama sekali tak bisa menyentuhnya.

"Kenapa tak bisa ? "

Pip

Piiiiippp

Piiiiiiiiippppp

Tiba-tiba mendengar suara nyaring dari alat di samping tubuhku. Suara itu memekikkan telingaku. Aku melihat Jeremi menekan tombol yang ada di atas samping ranjangku.

Setelah beberapa menit dokter dan suster mulai memasuki ruanganku. Aku melihat mereka sedang menyiapkan beberapa peralatan medisnya.

"Kenapa banyak dokter yang memasuki ruangan ini ? Apa yang sudah terjadi ? " banyak pertanyaan-pertanyaan di pikiran Permai.

Jeremi mengganggam tanganku dangan kuat.

"Kalau ini yang Rain mau, Alex akan ikhlasin Rain kok." ujar Jeremi dengan senyum yang dipaksakan.

"Tidak ! Jangan tinggalkan aku Lex. Aku butuh kau disisiku. " ingin rasanya tanganku membalas genggamannya, tapi hal itu terasa mustahil. Karena merasa sedih air mataku mengalir begitu saja.

Jeremi menghapus air mataku, setelah itu aku melihatnya mengecup keningku lembut. Bibir hangatnya menyentuh keningku. Air mata kami mengalir dengan deras. Sakit sekali.

"Nak, tolong keluar ! Kami akan melakukan tindakan terhadap pasien." salah satu suster menyeret Jeremi keluar ruangan.

"Jangan usir dia ! " teriakku padanya tapi sama sekali tak didengar.

Karena kesal akupun mengikuti Jeremi keluar ruangan.

"Tapi kenapa mereka tak menghentikanku ? Yasudahlah." pikirku

"Tunggu disini, kami akan melakukannya semaksimal mungkin. Sebaiknya kamu menghubungi orangtuamu." setelah berujar, suster tersebut mulai menutup rapat pintunya. Aku dan Jeremi berada di luar ruangan.

Jeremi terlihat gelisah, air matanya tak henti-hentinya mengalir.

"Akhhhh... Kenapa harus Rain ? " aku melihat Jeremi mengacak rambutnya frustasi.

Permai World [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang