33|Permai

59 26 2
                                    

Rohku masih terpisah dengan tubuhku. Jika Tuhan masih memberiku kesempatan untuk hidup, aku berharap aku kehilangan semua ingatanku. Aku ingin memulai hidup baru tanpa mengetahui identitasku yang asli.

Aku terduduk di kursi taman ini kurang lebih dua jam. Kemana perginya Sabrina? Dia tadi pamit katanya ingin melihat ibu dan tubuhnya.

Sebenarnya ada rasa takut ketika aku mengambil keputusan untuk melupakan semua ingatanku. Aku takut akan melupakan momen-momen penting di hidupku. Bukan hanya itu aku takut aku akan melupakan Sabrina. Entah mengapa aku nyaman berada di sampingnya. Eits bukan berarti aku lesbian ya. Aku rasa dia sosok yang menyenangkan. Tak salah bukan jika aku nyaman dengannya sebagai sahabat.

Sahabat? Entahlah sepertinya aku memang begitu nyaman dengannya hingga aku ingin bersahabat dengannya. Kuharap dia mau menerimaku sebagai sahabatnya.

Saat hati dan pikiranku bergemuruh, tiba-tiba aku merasa kepalaku sangat pusing. Ada yang menarik rohku begitu saja, ini sepeti magnet. Karena tak bisa menahannya lagi rohku melayang begitu saja mengikuti arah tarikan itu.

'Ku harap ini yang terbaik.'

***

Jeremi Pov

"Bagaimana dok, keadaan Permai?" tanyaku pada Dr.Rian

"Keadaan Permai sedang tidak baik, ia sedang kritis. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Jika besok ia tak sadarkan diri, maka kami akan angkat tanagan. Saya permisi dulu." ujarnya membuatku mendesah kecewa.

"Akhhhh... Ini salah Jeremi yang nggak becus untuk jagain Permai." aku menyalahkan diriku sendiri atas kehadian yang menimpa Permai. Sungguh ini tak adil kenapa harus Permai?

"Udah kamu nggak salah ini sudah takdir." ujar Papa -Elang menyemangatiku

"Iya Jer lo nggak usah nyalahin diri lo sendiri. Gue yakin Permai itu kuat, dia pasti bisa melewati ini semua." Ratu mencoba menenangkanku.

"Thanks Rat." ujarku tersenyum tulus padanya.

"You are welcome"

***

Hari ini adalah hari minggu, tepatnya hari dimana Jeremi harus menguatkan hatinya untuk menerima apapun yang kemungkinan akan menimpa Permai.

Jeremi bersiap-siap dengan kemeja birunya. Entah kenapa hatinya menuntunnya untuk pergi ke tempat dimana ia bisa mencurahkan semua keluhkesahnya. Ini pertama kalinya Jeremi menginjakkan kakinya di Gereja. Hatinya merasa tenang dan ada rasa nyaman di dalam sana. Tak dipungkiri juga ada rasa takut di dalam hatiku. Aku tak tau apa yang aku takutin, tapi tetap saja ada rasa cemas.

Bokongku sudah menyentuh bangku yang disediakan. Aku memilih duduk di belakang, karena aku masih merasa belum layak untuk berada di depan. Mataku menyapu sekelilingku. Banyak dari jemaat gereja ini yang berdoa ketika baru saja menempati tempat duduknya. Aku tidak bohong mereka berdoa tanpa ada intruksi dari atas altar sana. Bahkan sepertinya orang yang sedang bertugas saja belum menempati tempat mereka masing-masing. Aku melihat orang yang bertugas di atas alaltar seperti pemain musik, singer, yang mengatur infokus, pemain tamborin, dan tak lupa dengan hamba-hamba Tuhan. Mereka membentuk lingkaran, bersiap-siap untuk berdoa. Doa dipimpin oleh Pendeta, setelah selesai, mereka semua tak terkecuali dengan hamba-hamba Tuhan saling salam-salaman dan memamerkan senyum mereka. Mereka mulai mengambil posisi masing-masing. Mc mulai mengambil mic, bersiap untuk memulai ibadah.

"Puji Tuhan " ujar Mc tersebut membuat ku bertanya-tanya.

'Apa ini sebuah kata pengantar?'

Permai World [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang