Ketika kedua tangan tak bisa kembali saling menggenggam
Ketika tawa tak bisa lagi untuk dirasakan.
Terimakasih,Kenangan.***
Awal yang baru dikehidupannya,
Nadien, Sudah lebih dua minggu Ia tak pernah kembali bicara dengan Ervano.
Ia tau, mungkin semuanya sudah berakhir. Mungkin ukiran hal indah dengan Ervano hanya berakhir disini.Dikantin sekolah
Nadien menatap sosok laki-laki yang sangat ia rindukan,ingin rasanya Nadien kembali memeluk sosok laki- laki yang kini ada dihadapannya.Terlihat, Ervano duduk berdua dengan gadis yang Ervano katakan itu pacarnya.
Nadien senang Ervano kini sudah terlihat bisa membaur dengan yang lain.
Kata orang lain, Ervano kembali ramah, Ervano kembali kepada dirinya yang dulu,
Teman-temannya tau Ervano tidak bersalah, Meskipun kini Alvin yang terkena imbas akibat perbuatannya.Tapi tidak pada Nadien, Ervano terlihat semakin jauh menghindarinya. Ia hanya menjadi sosok Ervano yang dingin dihadapannya.
Kembali seperti orang asing, yang hanya saling melihat, tanpa saling menyapa.
"Jangan diliatin mulu, Cuma nambahin sakit," Nadien tersentak saat Feby menegurnya. "Lo harus belajar buat lupain dia,"
Nadien tersenyum,"Kalo aja ngelupain seseorang semudah membalikan telapak tangan, Udah gue lakuin Feb,"
"Tapi Ica gak percaya deh kalo cewe itu pacaranya," Ucap Ica menatap curiga kearah Ervano
"Mau dia bohong ataupun ngga, gue udah Faham,dia udah peringatin gue buat gak ngejar dia lagi,"
Ica dan Feby hanya terdiam menatap sendu Nadien.
"Jadi___Lo?"
"Gue nyerah,"
Nadien sudah menentukan pilihannya, Pilihan yang terbaik.
Semoga dengan ini, tidak ada orang yang akan tersakiti lagi."Lo beneran bakal pindah?" Tanya Feby tiba tiba
"Tenang aja, gue gabakal pergi jauh ko. Gue tetep bakalan ada disini" Nadien menyentuh dada Feby dan Ica bergantian.
"Gue bakalan tetap ada dihati kalian ko," Nadien tersenyum. Feby dan Ica yang melihat senyuman Nadien menitikan airmatanya
"Kenapa lo harus pergi?___hiks"
Nadien tersenyum, "Bener apa yang Ibu tiri gue bilang, harusnya gue sadar diri. Gue bersyukur udah dirawat dengan baik selama ini sama ayah rafael, dan saatnya gue buat membalas kebaikan mereka, Mereka mau gue jadi penerus mereka, Cuman gue harapan mereka, dan__" Nadien menjeda ucapannya "Yang gue lakuin adalah yang terbaik," Sambungnya
Nadien melihat Ervano yang berdiri meninggalkan kantin,
"Mau kemana?" Tanya Ica"Mau ngucapin selamat tinggal sama seseorang yang mungkin gaakan perduli kalo gue pergi," Nadien melangkahkan kakinya keluar kantin mengejar Ervano yang kini cukup jauh didepannya.
Nadien terus mengikuti kemana Ervano pergi hingga akhirnya, Rooftop menjadi pilihan Ervano.
Mengapa rasanya berada di Rooftop begitu menyakitkan? Apalagi melihat Ervano yang memposisikan tubuhnya untuk tidur dikursi lapuk yang ada disana.
Seperti Dejavu.
"Vano,bisa bicara sebentar" Ucap Nadien membuat Ervano tersentak dan bangkit dari tidurnya.
"Mau ngapain sih Lo?!" Bentak Ervano, Nadien menghebuskan nafas menahan dirinya.
"Aku cuma mau bilang, aku minta maaf buat semuanya, Aku minta maaf udah banyak bohongin kamu selama ini. Tapi aku gak pernah bohong soal perasaan aku,"
Ervano tersenyum miring, "Maaf lo gak guna!"
Nadien tersenyum menguatkan dirinya,"kamu jangan khawatir, Mulai saat ini aku gaakan ganggu kamu lagi kok, Aku gaakan bikin kamu risih lagi karna kehadiran aku, Aku bakal pergi"
Ervano terdiam sejenak, mengapa mendengar kata Nadien akan pergi rasanya sakit sekali,
"Terus, buat apa lo kesini? Minta gue buat nahan lo biar gak pergi gitu?" Ervano terkekeh "Mimpi"
Nadien tersenyum menatap Ervano dengan airmata yang kini sudah memmbasahi pipinya, "Aku cuma mau bilang terimakasih, Terimakasih kamu udah mencintaiku dengan baik, Terimakasih untuk semuanya," Nadien menunduk menahan sesak yang dirasakannya lalu kembali menatap Ervano.
Nadien tersenyum, "Seperti dejavu, disini kita berawal lewat tangisan, dan kembali berakhir dengan tangisan,"
Ervano membalikan badannya, memunggungi Nadien.
"Terimakasih Ervano, Aku pergi. Semoga bahagia," Ucap Nadien lalu berlari meninggalkan Ervano
Disisi lain, Ervano sengaja membalikan badannya agar Nadien tidak melihat pertahannya yang runtuh.
Sungguh, Ervano menangis.
Ervano tidak tau mengapa rasanya sesakit ini?
Apakah Nadien akan benar benar pergi?***
Alvin yang melihat Nadien yang berlari keluar dari arah Rooftop menghentikan Nadien.
Hatinya sakit,melihat pipi Nadien yang sudah basah oleh air mata.
Apa yang terjadi? Pikirnya"Lo__"
"Gue pergi Vin,"
Alvin terkejut,"Maksud lo?"
"Gue bakal ikutin perkataan ayah gue, gue bakal pindah" Sontak saja perkataan Nadien membuat Alvin terkejut.
"Tapi__Ervano?"
Nadien tersenyum menatap Alvin, "Jelasin semuanya Vin, Jelasin ke Ervano kalo sebenernya kalian berdua saudara kandung, gue mohon, setelah gue pergi nanti gue pengen hubungan kalian membaik," Nadien tersenyum.
"Ayah udah urus perpindahan gue, Terimakasih buat semuanya Vin, Gue bakal pergi besok pagi, jaga diri lo baik baik" Nadien tersenyum lalu pergi meninggalkan Alvin
Tangan Alvin mengepal, Alvin berlari kearah Rooftop untuk mencari Ervano.
Tanpa aba aba, Alvin memukul Ervano saat baru saja sampai diRooftop.
"APA APAAN LO?!" Bentak Ervano
"KENAPA LO GAK NAHAN DIA?!" Teriak Alvin dengan emosi yang sudah nenggebu gebu
"Kenapa harus gue?! Kenapa harus gue hah?! Bukannya sekarang Lo pacaranya yah?"
Bughh! Alvin meluncurkan pukulan yabg mendarat mulus pada pipi kiri Ervano.
"Gue yakin, kali ini lo bakal nyesel sama pilihan lo Ervano"Ervano tersenyum miring, "Ngapain gue harus nyesel?"
"Besok keberangkatan dia, kalo lo ga ngejar dia, lo harus rela, karna dia gaakan pernah kembali lagi,"
"Maksud lo?"
"Sesuatu yang sudah memilih pergi, Meski kembalipun semuanya tidak akan pernah sama lagi," Ucap Alvin sebelum akhirnya pergi meninggalkan Ervano dengan Emosi yang menggebu gebu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi Untuk Vano [Selesai]✔️
Teen FictionKetika hadirnya menghapus sebuah luka,dan menggantikannya dengan tawa. Seperti pelangi yang datang setelah mendung. Percaya, Bahwa akan ada kebahagiaan setelah tangisan. Tapi apa kau tau, Pelangi itu hanya bersifat semantara? Ini kisah tentang Nadin...