04. PENYAKIT SIALAN
Hari sudah menjelang sore, sekolah pun sudah mulai di tutup. daerah sekitar sekolah sangatlah sepi. Ghea berjalan bertatih-tatih di atas trotoar, sembari mencari kendaraan yang bisa membawa Ghea menuju rumah sakit.
Pusing menyapa seluruh syaraf otak Ghea. kepala Ghea seperti terbentur oleh batu yang begitu keras. badan Ghea semua melemas, itu semua atas tekanan saat ia di bully waktu di sekolah tadi, tak ada satupun yang membawanya ke ruangan UKS. Entahlah Ghea tak kuat menahan tubuhnya, penglihatannya mulai kabur, perlahan tubuhnya tumbang tergeletak di trotoar jalanan.
Setelah Satu jam, Ghea pingsan di jalanan dan untungnya ada seseorang yang membawanya ke rumah sakit, seseorang yang bertubuh tegar itu membawa Ghea ke salah satu rumah sakit yang tak begitu jauh. Ia menitipkan Ghea kepada dokter di sana, dengan alasan kalau ia lagi dalam urusan mendadak.
Setelah Ghea siuman dan melihat sekelilingnya tak ada siapa pun di sana, dan siapa seseorang yang menolongnya? tak apalah semoga ia selalu di lindungi oleh tuhan. baginya. Tak lama dokter masuk ke dalam ruangan Ghea dan memberi tahu penyakit yang sedang di alami Ghea.
"Hay dok," sapa Ghea.
"Sudah siuman kamu? apa sudah lumayan membaik?" dokter bertanya kepada Ghea sebelum memberi tahu tentang penyakit yang di alami Ghea.
"Sudah dok, ngomong-ngomong saya kenapa ya dok? kepala saya sering banget sakit?" Ghea bertanya sambil memegangi kepalanya yang tak berhenti berdenyut.
"Jadi, kamu--"
"Kamu apa dok? saya tidak apa-apa, kan?" dokter melihat wajah sendu Ghea merasa iba, tapi ia harus memberi tahunya, sebelum penyakit itu menyebar luas.
"Kamu mengalami penyakit yang cukup parah, kamu terkena kanker dan itu sudah memasuki stadium empat," ujar dokter itu yang bernama hans, dengan berhati-hati karena memikirkan perasaan Ghea.
Ghea tak membalas ia hanya menggeleng tak percaya kenapa itu bisa terjadi? kenapa begitu banyak sekali ujian untuk ku? Batin Ghea, tak lama air matanya turun begitu saja. Mengikuti alunan air hujan di luar sana. Dokter yang melihat itupun langsung mengelus rambut Ghea pelan.
"Kamu harus rutin kemoterapi, saya akan memberikan jadwalnya." Dokter hans kembali ke mejanya, ia menuliskan resep obat yang harus Ghea tebus.
"Tapi dok.. itu semua uang dari mana? Orang tua saya mana mau memberikan uang lebih kepada saya, entahlah mereka terlalu benci kepada ku." dokter yang melihat Ghea itu pun menunduk merasa tak tega. Baru kali ini, ia mendapatkan pasien tanpa bimbingan keluarganya.
"hmm, kamu coba bilang sama orang tua kamu pelan-pelan. Perlahan mereka akan ngerti dengan kondisi kamu yang seperti ini, tak ada satupun orang tua yang tega melihat kondisi anaknya yang seperti ini."
"Ada dok. Yaa itu orang tua saya, mereka tak akan peduli. Malah mereka lebih membiarkan supaya saya cepat mati," ujar Ghea sesegukan.
Setelah selesai berdebatan dengan dokter hans, Ghea pun pulang dengan menaiki taksi. Kepalanya terus berdenyut seperti di hantam batu yang begitu Keras. Apalagi sekarang ia dalam kekangan hidup Glen.
-G h e a . . .
Ghea memasuki kediaman rumahnya, namun tak ada satupun keluarganya di sana. Ghea berjalan menuju kamar semua asisten rumahnya, dan syukurlah masih ada bibi di sana, ia sedang menyeterika pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea [Tahap Revisi]
Teen Fiction[TEEN FICTION] When broken home said "Hidup sendiri dengan beribu-ribu masalah itu gak enak."