33. JALAN SORE
Kasih sayang mu sangat berarti, setiap suapan mu tak akan bisa tergantikan oleh suapan dari tangan orang lain, cintamu 'pun berbeda dari cinta anak remaja.
-Ghea Adisti-
Pagi hari di halaman rumahnya, Ghea memilih untuk duduk sendiri di bangku dekat pohon yang biasanya ia gunakan untuk memanjat ke kamarnya. yang di lakukan Ghea hanya diam, mesejajarkan kedua kakinya di bawah. menikmati angin yang membelai wajahnya dan rambutnya. Ghea menggunakan hoodie over size berwarna putih, gadis itu lalu mendongak perlahan, menatap langit biru sekaligus udara segar dengan kedua tangan memegangi gagang bangku itu.
Sudah tak ada bau obat lagi yang menyeruak kedalam indra penciumannya. sudah tidak ada lagi dokter hans yang menemaninya, kini Ghea bisa merasakan indahnya dunia, udara segar dan sekaligus kasih sayang orang tuanya.
Fina berlari kecil kearah Ghea dengan membawakan semangkuk bubur, ia berhenti di hadapan Ghea dengan menunjukkan hasil karyanya itu, "Ini bubur khas hasil bikinan dedek sama mamah."
Ghea melihat bubur itu dengan tersenyum bahagia, "Woww, benarkah?"
"Yaa kakak, ini beneran hasil kami." Fina menyendoknya seraya menyuapi Ghea.
"Aaaaaa ngeng ngengg pesawat terbang," ujar Fina dengan melayangkan sendok yang berisi bubur itu seperti pesawat terbang.
Ghea membuka mulutnya dan menerima suapan itu, setiap kunyahan membuat pipi Ghea merona karena bubur itu sangat lezat jauh sekali bedanya dari yang biasa di jual pendagang.
"Gimana?" tanya Fina ragu atas hasil karyanya.
"Eum--" jeda Ghea dengan menampilkan muka cemberutnya supaya Fina cemas.
"Gak enak yah--" ucapan Fina melemah ketika melihat wajah cemberut Ghea.
"ENAKK BANGET!!" potong Ghea seraya menampilkan lesum di pipinya.
Fina kegirangan dengan respon Ghea, ia berloncat-loncat dengan memanggil Geni, "YEAAHHHH."
"Mamahh bubur kita enak!" pekik Fina, ia menaruh bubur itu di samping Ghea dan segera berlari untuk menyusul Geni di dapur.
"MAHHH VALID KITA JADI TUKANG BUBUR AJA!" teriakan Fina menggema di seluruh penjuru rumah. semuanya terkekeh mendengar ucapan Fina yang mau menjadi tukang bubur.
Dengan cepat Geni menyauti suara Fina yang gatau asalnya dari mana, "Yeh, kamu enak aja mau jadi tukang bubur."
"GAPAPA MAH, BIAR TAMBAH KAYA, KAYA SINETRON TUKANG BUBUR NAIK HAJI!" pekik Fina kembali.
Geni keliling rumahnya menggunakan celemek dengan di tangan kanannya membawa spatula, "Mana kamu Fina."
"Mamah kepo deh," balas Fina, suara itu terdengar dari arah kamarnya dengan cepat Geni berlari kearah kamar Fina dan mendobraknya.
"Ngapain kamu di sini?!" ujar Geni berkacak pinggang.
"Nih mah, nonton resep bubur yang enak banget," balas Fina dengan menunjukan isi layar laptop yang ia tonton.
Geni menggelengkan kepalanya dan siap untuk memukul gadis itu dengan spatula, "Masih mau di sini? mamah pukul pake ini mau?"
"Yah mamah ngeganggu aja bisanya!" Fina menutup laptopnya dan menarik selimut yang terlipat rapih di sisi ranjang. ia menyelimuti tubuhnya dan segera tidur.
Geni melotot melihat tingkah Fina, ia tak habis fikir dengan jalan pikiran anak itu, "KAN MAMAH SURUH KE BAWAH KENAPA MALAH TIDUR!"
Fina terkejut mendengar teriakan memekak di telinganya, ia dengan cepat bangun dari tidurnya dan terduduk di ranjang, Fina melihat Geni begitu marah besar dengan cepat Fina kabur melompati kasur dan keluar kamarnya. ia mengumpat di balik Ghea yang sudah berpindah tempat ke dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea [Tahap Revisi]
Roman pour Adolescents[TEEN FICTION] When broken home said "Hidup sendiri dengan beribu-ribu masalah itu gak enak."