03. ANTARA MIMPI DAN NYATA

3.1K 492 152
                                    

03. ANTARA MIMPI DAN NYATA

Glen memukul Habis-habisan All menggunakan tangan Kosong, ia serasa di bohongi oleh teman dekatnya sendiri, Mungkin hanya Glen yang tidak tau masalah itu. Amarah Glen memuncak ketika melihat wajah All.

COWO BODOH.
PENGECUT.

BUGHH!!!

BUGHH!!!

Robert tak tahan melihat teman dekatnya itu di hajar abis-abisan oleh Glen, Robert menintikan air matanya sembari memeluk tubuh All yang tidak berdaya terkapar di lantai rumah Jordan.

"Minggir Robert."

"Gak, abang jahat. Harusnya abang kasih solusi buat All, jangan kaya gini." Robert menangis sesegukan di sela-sela amarah Glen.

"Kalau gue ngasih solusi juga percuma, dia lebih mentingin diri sendiri dari pada orang-orang yang udah dia bikin kecewa."

All sengaja tidak membalas, sekarang tubuhnya sudah seperti semula, tidak terpengaruh oleh minuman berakohol itu lagi. "Terus bang, sampai lo puas. Gue tau, Gue egois." tubuh memar-memar dengan dahi sobek akibat kawat yang melilit di tangan Glen.

"Gue sayang kalian, apa yang mau kalian lampiasin, lampiaskan aja sama gue. Gue rela mati karena kalian, gue rela mati karena Laskar. Lagian orang kaya gue gak pantes buat hidup--"

BUGHH!!

Kini gantian Frengky melayangkan pukulan. "Jaga omongan lo."

"Untuk apa? kalau cuma ingin menunda kematian, Demi kalian gue siap apapun, demi kalian Sahabat seperti keluarga gue." All mengelap sudut bibirnya yang mulai mengeluari darah segar akibat pukulan yang di layangkan Frengky.

GUE RELA MATI DEMI KALIAN, DEMI LASKAR.
GUE RELA MATI DEMI KALIAN, DEMI LASKAR.
GUE RELA MATI DEMI KALIAN, DEMI LASKAR.

Seperti jambakan atau pukulan bagi Glen. Tertampar keras oleh ucapan All, dirinya mematung memperhatikan keadaan Frengky, aura yang tidak enak ini membuat Glen takut akan masa depan. mungkin ini hanya omongan yang di lontarkan olehnya, tetapi kalau terjadi kenyataan bagai mana? Ahh tidak, tidak. Itu tidak akan terjadi.

****

"Bi, mamah sama papah kemana bi? kok dari tadi Ghea gak liat?" tanya Ghea sambil menuruni tangga.

"Anu non ibu sama bapak pergi kek rumah nyonya non," ujar bibi. Nyonya adalah nenek Adisti, ia adalah nenek dari Ghea dan Fina, bibi menyebutnya dengan sebutan nyonya karena ia yang paling berkuasa dalam keluarga Adisti. Dan ada juga salah satu bodyguard yang bernama benjamin ia adalah bodyguard yang memiliki kepercayaan teguh untuk menjaga keluarga Adisti.

"Kenapa bibi gugup, itu sudah biasa bi, biarin aja." bibi hanya bisa menghela nafasnya karena ia tau menjadi non Ghea gak gampang yang di bayangkan.

"Non udah makan? Makan dulu yuu. Besok, kan. non harus sekolah, sesudah makan langsung tidur yaa, jangan bergadang nanti di sekolah ngantuk lho," ujar bibi sambil menaruh piring berisi nasi goreng di hadapan Ghea.

"Iya bi siap, makasih ya bi sudah sayang sama Ghea, baik sama Ghea, selalu ngingetin Ghea, sudah seperti mamah Ghea sendiri. Kalau gak ada bibi pasti Ghea sudah gak kuat hidup dan mungkin Ghea sudah tenang di sana." bibi mendongak saat mendengar ucapan terakhir Ghea.

"Non gak boleh gitu, jangan ngedahuluin takdir non.." suara paruh baya itu menembus indra pendengar Ghea, rasa sayang dari kelembutan suara bisa Ghea rasakan.

"Masakan bibi enak," puji Ghea.

"Terima kasih non."

Setelah selesai makan malam Ghea memasuki kamarnya dengan berjalan tertatih-tatih, saat di sekolah tadi, ia sengaja di dorong oleh medona dari tangga lantai dua kelas, sampai ke lantai bawah, itu cukup sakit. mereka semua yang menyaksikan hanya tertawa mengejek. Ghea mengambil ponselnya dan mulai menelepon Naya.

Ghea [Tahap Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang