Glen sudah mengantar Ghea pulang. kini Ghea sedang asik menaiki tangga rumahnya sembari menghidupkan lagu kesukaannya, namun langkah Ghea terhenti oleh bentakan geni.
"Segampang itu kamu masuk rumah? Hah? Tiga hari gak pulang! sekalinya pulang, langsung nyelonong masuk aja!?" Ujar geni, berkacak pinggang.
Ghea turun kembali dan bertunduk takut di hadapan geni ibunya. "Maafin Ghea ya mah, Ghea kemarin di rumah teman ngerjain tugas yang harus di selesaikan sebelum uts," ujar Ghea berbohong. Lagian mana mungkin Ghea bilang kalau ia menginap di basecamp laki-laki.
"Saya tidak peduli kemana kamu! Yang saya mau, kamu semalaman ini tidur di luar!" Perintah geni.
"Ta-tapi mah, gh-ghea.." ucapan Ghea terpotong oleh geni.
"Gak ada tapi-tapi! Yang saya perintah harus terlaksanakan!" Geni mendorong Ghea keluarga dan segera menutup pintu besar itu rapat-rapat.
"Mah, buka mah, plis...Ghea gak bisa tidur di luar... Ghea gak bisa kena udara dingin malam terlalu lama...mah tolong buka mah," Ghea terus menggedor pintu besar itu, Namun tak ada jawaban sedikit pun.
Hari sudah menjelang magrib, namun Ghea tak sedikitpun di beri celah untuk masuk kedalam rumah besar itu.
Perut Ghea terasa lapar, tak ada sedikit uang pun yang Ghea pegang. Semuanya berada dalam kamarnya. Ghea mengusap perutnya yang terasa sakit.
"Mah...tolong buka...hiks...ghea lapar mah.." ujarnya.
"Makan angin," ujar Hero dari balkon atas sana, sembari melihat ke arah Ghea dengan tersenyum miring.
"Ayah tolong ayah...Ghea lapar...hiks... tolong beri Ghea sedikit makanan.." Hero memetik daun dan menjatuhkannya ke arah Ghea. "Tuh makan."
Ghea menatap Hero nanar, "aku bukan hewan yah...hiks...yang ayah perlakukan layaknya hewan...ini adalah anak mu..hiks...anak kandung mu yah..."
"Cih, saya tidak Sudi mempunyai anak sepertimu! Yang telah menghilangkan nyawa anak laki-laki saya!" Hero pergi meninggalkan balkon yang sedari tadi ia tempati.
Ghea menundukkan kepalanya sembari memegang perutnya yang terasa sakitnya menjadi-jadi.
Udara malam begitu terasa dingin, Ghea terduduk di depan pintu rumahnya sembari memegangi perutnya. "Mah buka mah...d-dingin..ma..mah..hiks.." Ghea menggigil tidak karuan, bibirnya pucat, rambutnya begitu berantakan. Sekarang tubuhnya begitu kacau.
"Mah..Ghea ngg-nggak kuat...hiks...p-pusing.." seketika tubuh Ghea ambruk. Bibi yang melihat dari jendela kamarnya hanya bisa menatap Ghea penuh kasian, ia tidak di perbolehkan memberi Ghea makan apa lagi sampai menyentuh Ghea. "Maafin bibi non," ujar bibi dengan linangan air mata di kedua pipinya.
-G h e a . . .
Matahari sudah menampakkan sinarnya, kini Ghea belum juga sadar dari pingsannya. Sedari kemarin Ghea tergeletak di halaman rumahnya, tiada satupun yang membawanya masuk kedalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghea [Tahap Revisi]
Roman pour Adolescents[TEEN FICTION] When broken home said "Hidup sendiri dengan beribu-ribu masalah itu gak enak."