32-KEPERCAYAAN

219 59 55
                                    

[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA JUGA VOTE & KOMEN YAA KARENA ITU SANGAT BERGUNA BANGET BUAT AUTHOR]

"Dung, yang sabar ya dung, gue tau posisi lo kek apa. Yah tapi manusia gak ada yang tau kan hatinya gimana," ujar Jencha sambil menepuk-nepuk bahu Mendung.

Mendung menoleh berusaha mencerna perkataan Jencha, apakah Jencha sama dengan kakaknya? Menyalahkan Petir?

Mendung menghela nafas panjang. "Kak Petir gak bersalah, dia gak bunuh ibu Mendung."

"Lo kenapa sih? Saking percayanya banget sama kak Petir? Heran gue," ketus Laut yang tengah membaca buku.

Mendung beralih menatap Laut. Mendung bingung mengapa sikap Laut malah terdengar ketus tiap kali Mendung menceritakan tentang Petir.

Apakah Laut memiliki masalah dengan Petir? Sehingga dia tampak tak suka dengannya? Entahlah Mendung tak mau memikirkannya mungkin karena dia sedang PMS.

Mendung lalu memikirkan kejadian semalam. Bagaimana bisa Petir berada di cafe? Sementara kemarin dia baru saja dipenjara.

"Jang," panggil Mendung.

"Apa?"

"Kalo orang di penjara bisa berpergian gak?" tanya Mendung membuat Jencha yang tadinya sedang menyalin tugas dari bu Molto langsung menoleh ke arahnya.

"Dung otak lo konslet gara-gara bang Gledek di penjara ya?"

"Enggak kok Jang, Mendung baik-baik aja."

"Lo aneh, yakali orang di penjara bisa berpergian? Aneh. Kalo udah bebas lah itu bisa mau jalan-jalan sampai benua antartika pun kagak masalah," ucap Jencha lalu lanjut menulis. "Kenapa sih lo tanya-tanya?"

"Kemarin malam Mendung lihat kak Petir lagi makan bareng mbak Cerah di cafe. Padahal seharusnya dia di penjara."

"Hah? Kok bisa? Dua orang yang sama ada di tempat yang berbeda. Mana mungkin! Halu kali lo gara-gara mikirin bang Gledek terus! Atau jangan-jangan mata lo belekan."

"Ih Jangka! Mendung serius, Mendung lihat dengan mata kepala Mendung sendiri. Nggak mungkin lah Mendung salah lihat."

"Beneran mata kepala? Liat pake mata kaki kali."

Mendung menghembuskan nafas kasar. Tidak ada gunanya juga menceritakan hal ini pada Jencha. Sampai otaknya diganti dengan otak Isaac Newton  pun tak akan bisa.

Mendung yakin ada yang tidak beres. Mendung harus segera mencari pelaku yang menabrak ibunya, jika tidak Petir pasti sudah babak belur dipukuli.

***
Mendung mengedarkan pandangannya mencari apakah ada ojek agar dia bisa pergi ke kantor polisi untuk menjenguk Petir.

Semoga saja Petir baik-baik saja di sana, Mendung sangat khawatir padanya. Tiba-tiba sebuah motor sport merah berhenti tepat di depannya membuat Mendung menghela nafas.

"Gue tau lo pasti mau ke kantor polisi," tebak dia.

"Kok Merc tau? Merc jelmaan cenayang?" tanya Mendung polos membuat Merc mengacak rambutnya gemas.

"Taulah, ayo naik mumpung gue lagi baik," perintah Merc membuat Mendung menyipitkan matanya.

"Merc nggak ambil kesempatan kan?"

"Gak lah! Ya kali gue suka sama anak polos kek lo, gue ini ganteng jadi bisa dapetin apapun yang gue mau," ucap Merc dengan sombongnya. Kecuali lo batin Merc melanjutkannya.

"Yaudah Mendung naik, tapi beneran dibawa ke kantor polisi ya?"

"Ya, iyalah! Yakali gue mau nyulik lo. Unfaedah banget."

Between Petir Dan Mendung [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang